SUARA PEMBARUAN DAILY, 13 Desember 2004
Tajuk Rencana
Kita Dambakan Kedamaian di Palu
KITA kembali dikagetkan karena provinsi Sulawesi Tengah yang selama ini sudah
mulai tenang, lagi-lagi dihantui teror pada Minggu (12/12) malam. Dua gereja menjadi
sasaran peledakan bom dan penembakan. Gereja Kristen Sulawesi Tengah Immanuel
di Jalan Masjid Raya dibom, sedangkan Gereja Anugerah Masomba di Jalan Tanjung
Manimbaya, diberondong tembakan. Kedua peristiwa itu terjadi pada saat hampir
bersamaan sekitar pukul 19.05 waktu setempat.
Kita mencatat dalam empat tahun terakhir Palu tak pernah luput dari teror bom. Pada
24 Juli 2001, bom mengguncang markas Polda Sulawesi Tengah saat warga
Kabupaten Poso berunjuk rasa. Kita tahu Poso, salah satu kabupaten provinsi
Sulawesi Tengah, tak pernah bebas dari teror. Teror kembali mengguncang Palu pada
1 Januari 2002. Tiga bom meledak di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja
Protestan di Indonesia (GPdI), dan Gereja Kristen Indonesia Sulsel Jemaat Palu pada
saat malam pergantian tahun. Kemudian, sebuah bom mengguncang kompleks
Gereja Toraja pada 19 September 2002. Lantas pada 1 Oktober 2002, Robert Bofe,
penasihat hukum terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo dan
kawan-kawan, mendapat bungkusan mirip bom di rumahnya.
Pada 17 November 2002, Polda Sulawesi Tengah mengamankan bom low explosive
yang terpasang pada bagian belakang angkuran kota. Pada hari Natal, 25 Desember
2002, Polres Palu menemukan 250 kg amonium nitrat, bahan baku bom. Tepat
tanggal 1 Januari 2003, Polres Palu berhasil mengamankan 17 karung atau setara
dengan 425 kg amonium nitrat. Dan pada 20 Juli 2004 lalu, ancaman bom terjadi saat
pemakaman Pendeta Susianti Tinulele di Gereja Efata. Pendeta Susianti tewas
ditembak saat sedang memimpin kebaktian.
KITA prihatin teror serupa kembali terjadi semalam. Sepertinya Palu tak pernah mau
dibiarkan damai. Kita menghormati tindakan Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol
Aryanto Sutadi yang mencopot Kapolresta Palu AKBP Noman Siswandi dari
jabatannya karena dinilai gagal menunaikan tugas pengamanan. Padahal Kapolda
telah menginstruksikan semua Kapolres, termasuk Kapolresta Palu, untuk menjaga
semua rumah ibadah, saat rapat koordinasi dengan semua Kapolres belum lama ini.
Kita tahu, dua gereja yang menjadi sasaran teror itu tidak dijaga. Kita sepakat
mereka yang lalai melaksanakan tugasnya pantas mendapat hukuman. Kita
mendukung tindakan tegas Kapolda.
Namun kita juga memberi catatan kepada Kapolda bahwa kecolongan kepolisian di
Sulteng bukan baru kali ini, tetapi berkali-kali. Karena itu, tidak ada alasan untuk
mempertahankan pejabat yang bertanggung jawab atas ketertiban dan keamanan
masyarakat di Sulteng.
PENYELESAIAN masalah itu pun tak cukup dengan mencopot pejabat yang lalai
melaksanakan tugas. Sebab, pencopotan itu belum mengungkapkan masalah apa
yang sebenarnya sedang terjadi di wilayah itu sehingga teror semacam itu terjadi
dalam empat tahun terakhir. Pertanyaan kita, kapan polisi bisa membongkar masalah
ini? Sudah hampir empat tahun teror semacam ini terjadi, dan sampai sekarang
sejumlah kasus tak pernah diselesaikan dengan tuntas, dan pada gilirannya ditelan
waktu begitu saja. Kita sepakat, selama belum ada upaya untuk mengungkapkan
sejumlah kasus yang pernah terjadi, Palu tak akan pernah damai.
Kita menyesalkan terulangnya aksi peledakan bom dan penembakan di Palu.
Bagaimanapun, warga setempat berhak mendapatkan rasa tenteram, termasuk ketika
mereka sedang beribadah. Kita menyadari, ini adalah persoalan kemanusiaan dan
kejadian tersebut merupakan pelanggaran HAM berat. Dan teror macam ini pun bisa
terjadi kepada siapa saja. Karena itu, sekali lagi kita berharap aparat harus
secepatnya mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya. Dengan demikian,
Palu bisa kembali damai.
Last modified: 13/12/04
|