SUARA PEMBARUAN DAILY, 16 Desember 2004
Tajuk Rencana
Instruksi untuk Palu, Apa Kabar?
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kepada Kapolri Da'i
Bachtiar untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan dan pengamanan di Palu
dan Sulawesi Tengah umumnya. Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukham)
Widodo AS juga menginstruksikan Kapolri untuk segera mengungkap tuntas kasus
pengeboman dan penembakan di dua gereja saat kebaktian dan hampir bersamaan,
Minggu (12/12/2004) lalu, di Palu. Kapolri sendiri juga sudah memberi instruksi
kepada jajarannya untuk secepatnya mengungkap kasus itu termasuk mengirim tim
khusus dari Mabes Polri melakukan operasi intelijen.
Selama ini, setiap ada kejadian selalu diberikan instruksi untuk menanggulangi dan
memberi rasa aman kepada masyarakat. Terhadap serangkaian teror bom dan
penembakan di wilayah Poso dan Palu, Sulawesi Tengah pun sudah dikeluarkan
sejumlah instruksi. Tapi, begitu waktu berlalu, apa yang diinstruksikan berlalu begitu
saja. Sebab, teror bom dan penembakan masih terus terjadi. Selama ini ada
semacam anomali di negeri ini. Hal yang abnormal dikategorikan normal. Sebaliknya
yang normal dianggap abnormal. Demikian juga instruksi yang sebenarnya berarti
perintah. Tapi instruksi dianggap sekadar pengarahan. Dilaksanakan baik, tidak
dilaksanakan juga baik.
DEMIKIAN juga pihak pemberi instruksi. Kalau instruksi sudah diberikan, maka
segala sesuatu beres. Atau dikeluarkannya instruksi dianggap dengan sendirinya
terlaksana di lapangan. Padahal tidak demikian dalam kenyataan. Karenanya kita
khawatir segudang instruksi yang diberikan untuk mengatasi dan mengungkap
berbagai teror bom dan penembakan di daerah-daerah konflik selama ini hanya di
atas kertas, dengan kata lain tidak digubris.
Kita menyambut baik kunjungan tim Komisi III DPR ke Palu baru-baru ini. Tapi
kunjungan tim DPR seperti itu pun sering dilakukan, namun tidak ada tindak
lanjutnya. Khusus teror bom serta penembakan di Poso dan Palu, maka DPR
seharusnya tidak lagi sekadar berkunjung atau membentuk tim ini-itu, tapi sudah
perlu bertindak nyata, antara lain mengajukan hak interpelasi kepada pemerintah.
Sebab kalau sampai warga masyarakat yang tengah kusuk menghadap Tuhannya
juga diteror dengan bom dan tembakan, berarti pemerintah tidak mampu memberi
perlindungan kepada warganya. Sebab itu, perlu dipertanyakan kepada pemerintah
mengapa hal itu sampai terjadi.
Kita juga mendukung pembentukan kaukus untuk daerah konflik oleh anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Namun, berdasarkan pengalaman, pembentukan wadah
atau forum sering tidak efektif dan gaungnya pun lama kelamaan hilang ditelan waktu.
Mungkin akan lebih efektif apabila beberapa dari anggota DPD berada bersama rakyat
di daerah konflik beberapa bulan dan berkantor di sana memantau keadaan. Itu baru
anggota DPD namanya.
KEMBALI pada instruksi yang dikeluarkan oleh Presiden, Menko Polhukham, Kapolri
dan lain-lain berkenaan dengan teor bom dan penembakan di dua gereja di Palu
baru-baru ini, mengingat pengalaman banyak dari instruksi yang diberikan tidak ada
artinya, maka tidak berlebihan kalau kita bertanya, apa kabarnya instruksi yang
diberikan itu. Sebab kenyataannya, teror bom dan penembakan terhadap orang tidak
bersalah makin sering terjadi, dan siapa di belakang semua perbuatan keji dan tidak
berperikemanusiaan itu, tidak pernah terungkap.
Karenanya, pemerintah perlu introspeksi. Antara lain menyadari bahwa instruksi saja
tidak cukup. Perlu tindakan lebih nyata dan tidak pandang bulu. Sebab pemerintah
seharusnya merasa bersalah karena tidak dapat melaksanakan UUD-45. Bukankah
konstitusi kita mengatakan, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya? UUD-45 juga mengamanatkan, setiap orang berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan.
Dalam hal jaminan kebebasan memeluk agama dan beribadat ini tidak terselenggara
dengan baik, dan penduduik tidak merasa aman dan tidak terlindungi dari ancaman
ketakutan, maka seyogianya pemerintah termasuk legislatif merasa bersalah karena
tidak dapat melaksanakan amanat konstitusi. Sekali lagi, bagi kasus Poso, Palu dan
daerah konflik lainnya tidak cukup dengan instruksi, tapi tindakan nyata dengan
mengungkap siapa sebenarnya di belakang semua terror bom dan penembakan yang
mengganggu ketenangan masyarakat tersebut.
Last modified: 16/12/04
|