The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 17 November 2004

Haruskah Menunggu sampai 100 Hari agar Poso Bisa Aman?

Pembaruan/Jeis Montesori

PERIKSA SENJATA - Seorang anggota Brimob Kelapa II, Mabes Polri Jakarta sedang memeriksa senjatanya sesaat setelah tiba di Bandara Udara Mutiara Palu, Sulawesi Tengah, Senin (15/11). Satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) Brimob dikirim ke Poso untuk menambah kekuatan keamanan di sana menyusul ledakan bom dahsyat yang menewaskan enam orang dan melukai tiga lainnya di Poso pada Sabtu (13/11) lalu.

JAHYA Aling (37), salah satu korban bom di mobil angkutan kota (angkot) Poso, sampai Rabu (17/11) pagi masih menjalani perawatan intensif di ruang ICU RSU Undata Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Ia terbaring tak berdaya akibat kedua kakinya hancur dan nyaris putus setelah terkena ledakan bom dahsyat di kompleks Pasar Sentral Poso Sabtu (13/11) lalu.

Enam orang tewas dan tiga lainnya uka berat/ ringan akibat ledakan bom yang masuk kategori berdaya ledak tinggi itu. Jahya, salah satu dari korban ledakan, bisa diselamatkan karena cepat mendapatkan pertolongan medis setelah dilarikan ke RSU Undata dari lokasi kejadian di Poso yang berjarak sekitar 350 km dari Kota Palu

Kendati begitu, kondisi aktivis Pusat Rekonsiliasi Konflik dan Perdamaian (PRKP) Poso ini saat ini masih sangat kritis. Serpihan-serpihan bom yang menancap di kedua belah kakinya, sampai Selasa petang, bahkan belum sempat dikeluarkan oleh dokter.

"Untuk mengeluarkan serpihan-serpihan bom itu, mungkin kedua kakinya harus dioperasi," kata seorang juru rawat di RSU Undata Palu.

Di rumah sakit itu, Jahya dijaga ketat oleh aparat. Tak seorang pun diperkenankan masuk menjenguknya kecuali jika ada izin Kapolda Sulteng. Termasuk para wartawan dilarang masuk apalagi mewawancarai korban. Yang terlihat bisa bebas keluar masuk kamar korban, hanyalah istri korban Ny. Harice Tangoni (31) dan Darwies Waru, Ketua PRKP.

Jahya dipastikan menjadi salah satu saksi kunci yang diharapkan bisa memberikan keterangan soal ciri-ciri pelaku peledakan bom dalam angkot jurusan Poso-Sepe-Silanca (pp) tersebut. Itu sebabnya, keberadaan Jahya dijaga ketat aparat.

Menurut saksi mata, saat kejadian, Jahya duduk di bangku paling belakang dalam angkot warnah merah bernomor polisi DN 1599 E. Angkot ini ikut hancur lebur karena ledakan bom yang sangat dasyat tersebut.

Saat itu, Jahya baru saja selesai membeli sejumlah kebutuhan pokok pesanan istrinya seperti gula pasir, minyak goreng, tepung terigu dan mantega. Bahan-bakan pokok itu, rencananya hendak dijual Ny. Harice yang kebutulan membuka kios kecil-kecilan di rumahnya di Sepe sekitar 14 km dari Kota Poso.

"Saya yang suruh dia pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan pokok itu untuk dijual lagi di kios kami. Karena saya pikir hari Minggu besoknya kan mau lebaran sehingga bahan-bahan pokok itu pasti akan cepat laku terjual," ujar Harice saat ditemui Pembaruan di RSU Undata Palu.

Tapi siapa sangka jika musibah bom justru akan menimpa Jahya hari itu. Saat Jahya dan para penumpang lainnya tengah berada dalam angkot sambil menunggu penumpang lain akan naik, angkot tersebut meledak. Namun, Jahya masih beruntung, karena tiga orang langsung tewas di tempat, tiga meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit di Parigi dan Palu dan 3 lainnya terluka parah/ringan sehingga total seluruh korban 9 orang.

Para korban tewas Dorce Todindi (36), Reimo Baloli (33), Alterni Andulaa (40), Imi Ndoli (28), Nove Ndodo (35) dan Yusuf Woku (68). Sedangkan korban terluka parah Yahya Aling (37) serta luka ringan Warni Mores (30) dan Elfin Bolinggopoh (40).

Semua korban tewas dengan kondisi sangat mengenaskan. Kedua belah kakinya terputus dan ada yang tengkorak kepalanya hancur. Begitu juga 4 mobil angkot yang kebetulan tengah parkir (menunggu penumpang) saling berdekatan juga ikut hancur. Angkot yang kerusakannya paling parah yakni yang ditumpangi Jahya dan 6 korban tewas lainnya. Diduga bom berdaya ledak tinggi tersebut diletakan di angkot warna merah tersebut pada bagian belakang kursi sopir sampa akhirnya meledak sesuai waktu yang direncanakan pelakunya.

Terbesar

Menurut warga Poso, ledakan bom terdengar hingga pada radius 5 km dan dapat dibayangkan betapa hebatnya ledakan tersebut. "Ini merupakan ledakan terbesar yang pernah terjadi di Poso dan menelan korban jiwa paling banyak," ujar Darwies Waru, Ketua PRKP.

Melihat para korban bom yang tewas maupun terluka, menurut Darwies, sebenarnya mereka semua tidak ada hubungannya dengan konflik Poso. "Mereka semua hanya warga biasa, namun dijadikan korban oleh orang-orang yang ingin mengacaukan Poso," ujarnya.

Jahya sendiri, menurut Darwies, sejak Maret 2004 direkrut PRKP, lembaga yang selama ini sangat aktif memfasilitasi rekonsiliasi dan perdamaian di Poso. Dalam kerja kemanusiaan itu, Jahya menjadi salah satu fasilitator PRKP untuk kegiatan-kegiatan diskusi antar komunitas.

"Kegiatan Jahya setiap hari sebenarnya sangat dekat dengan kalangan kristen maupun muslim. Di hampir setiap desa di Poso, Jahya selalu ikut terlibat memfasilitasi diskusi antarkomunitas kristen maupun muslim, dan tak pernah ada masalah dengannya. Kami berkesimpulan, Jahya hanya terimbas musibah ledakan bom yang tujuannya sebenarnya ingin memancing kerusuhan baru di Poso," katanya.

Ny Harice sendiri menyatakan tidak pernah merasa dendam dengan kejadian yang telah menimpa suaminya. "Mungkin Tuhan mempunyai maksud lain untuk hidup kami. Kami hanya berharap aparat segera mengungkap dalang pelaku-pelaku teror bom dan pembunuhan misterius di Poso. Selama pelakunya tak ditangkap, kami akan terus diliputi keresahan dan takut," pinta Harice.

Menyusul peristiwa ledakan bom ini, sejumlah pejabat tinggi negara hari Selasa (16/11) berkunjung ke Poso. Di antaranya Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Widodo AS, Kapolri Da'i Bachtiar, Mendagri M Ma'rud, Panglima TNI Endriartono Sutarto. Para pejabat itu mengadakan pertemuan dengan masyarakat Poso serta meninjau langsung lokasi kejadian di Pasar Sentral Poso.

Tentu kunjungan itu bisa membawa harapan bagi warga Poso yang terus dihantui kecemasan dan ketakutan. Warga Poso terus bertanya, sampai kapan Poso bisa pulih seperti sedia kala.

Sampai Kapan?

"Apakah warga Poso harus menunggu sampai 100 hari lagi atau cukup 30 menit saja untuk bisa aman dan tenteram. Semoga pertanyaan itu cepat terjawab dengan terbongkarnya dalang di balik semua peristiwa Poso itu.

Peristiwa teror bom dan penembakan misterius di Poso, selang beberapa bulan terakhir memang semakin meresahkan masyarakat di daerah ini. Pada Oktober-November saja, terjadi 5 kasus teror pembunuhan dan peledakan bom. Pada 12 Oktober misalnya, penembakan misterius di Desa Kawende, Poso Pesisir mengakibatkan seorang tewas Nengah MD dan seorang lainnya Hamzah, luka berat kena luka tembak.

Kemudian pada 21 Oktober, penembakan di Gereja Betani Poso menyebabkan penjaga gereja Hans Lanipi menderita luka berat. Pada 5 November, Kades Pinedapa Sarminales Ndele diculik lalu dipenggal lehernya kemudian badan dan kepalanya dibuang secara terpisah di Poso Kota dan Poso Pesisir. Dan terakhir peledakan bom dalam mobil angkot di Poso menewaskan 6 orang, 1 luka berat dan 2 luka ringan.

Kejadian-kejadian ini belum termasuk kasus-kasus yang terjadi sebelumnya dimana puluhan kasus teror bom dan penembakan misterius yang pelakunya tidak terungkap sampai saat ini.

Bahkan yang semakin mengkwatirkan karena teror-teror bom dan penembakan misterius (petrus) itu sudah merambah sampai ke Palu, ibukota Sulteng.

Tercatat dua kasus petrus yang sampai kini belum terungkap pelakunya yakni yang menimpa Jaksa Muda Ferry Silalahi dan Pdt Tinulele.

Belum tertangkapnya para pelaku petrus dan teror bom itu pula yang semakin meresahkan masyarakat baik di Poso, Palu maupun daerah kabupaten lain di Sulteng.

"Masakan pelaku bom Bali dan Hotel JW Marriot Jakarta bisa cepat ditangkap padahal di kota besar, tapi di Poso yang kotanya kecil justru tidak bisa diungkap. Ini sungguh ironis," kata Pdt Irianto Kongkoli, seorang pendeta yang sejak konflik Poso pecah 1998, dengan setia bertugas melayani para pengungsi Poso di Palu dan Poso.

Menurut Kongkoli, masyarakat Poso sudah menyadari bahwa mereka hanya dijadikan korban untuk kepentingan-kepentingan tertentu dan karenanya untuk mengusut tuntas masalah Poso harus ada kemauan politik dari pemerintah. PEMBARUAN/JEIS MONTESORI S


Last modified: 17/11/04
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/koedamati
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044