The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 18 November 2004

Hentikan Upaya Pemberlakuan Keadaan Darurat di Papua

Komnas HAM Diminta Turunkan Tim Investigasi ke Puncak Jaya

[PHOTO: PROTES - Sejumlah aktivis mahasiswa dan masyarakat memprotes atas intervensi TNI di Puncak Jaya, Papua, dalam satu aksi demonstrasi di Jayapura, Rabu (17/11).]

JAYAPURA - Upaya segelintir elite politik dan militer untuk memberlakukan darurat sipil ataupun darurat militer di Papua, harus segera dihentikan. Selain itu, tindakan provokasi dan rekayasa pihak TNI di Puncak Jaya, harus dihentikan, karena hal itu justru menimbulkan kekacauan di antara rakyat Papua sendiri.

Demikian pernyataan yang disampaikan Elsham Papua, LBH Papua, Kontras Papua, Dewan Adat Papua, Gereja, dan Mahasiswa dalam jumpa pers bersama di Abepura, Jayapura, Papua, Rabu (17/11).

Hadir dalam jumpa pers bersama itu Ketua PBH Elsham Papua, Drs Aloysius Renwarin, Direktur LBH Papua Pascalis Letsoin SH, Koordinator Kontras Papua Pieter Ell SH, Kepala Pemerintahan Adat Dewan Adat Papua, Sefnat Ohee, Wakil Ketua Badan Pekerja Am Sinode Gereja Kristen Injili Pdt Herman Awom, Koordinator Biro HAM dan Keadilan Pdt Beny Giay, Wakil Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia Markus Haluk.

Menurut Diaz Gwijanggge staf Elsham yang membacakan pernyataan pers itu, saat ini muncul isu akan dilakukan pembunuhan terhadap aktivis politik (PDP), teror dan intimidasi terhadap aktivis HAM seperti John Rumbiak (Ketua Hubungan Internasional Elsham Papua di Luar Negeri), melalui selebaran yang dikeluarkan oleh kelompok peduli Papua di Manokwari dan Wamena yang menyebut John Rumbiak sebagai provokator TPN/OPM, Luis Madai (Koordinator Pos Kontak Elsham Wamena) diikuti oleh peristiwa yang sama terhadap relawan Elsham di Nabire dan Fakfak.

Operasi pasukan khusus (Kopassus) yang mencoba menyusup ke kampung Guragi, Kabupaten Puncak Jaya pada (17/8) untuk mencari Goliat Tabuni. Dalam perjalanan ke Guragi, beberapa anggota kopassus ditembaki oleh kelompok tidak di kenal (bukan kelompok Goliat Tabuni). Dalam kontak senjata itu seorang anggota kopassus menderita luka ringan. Peristiwa itu terjadi pada saat upacara 17 Agustus, pukul 09.00.WIT.

Lalu, kata dia, kontak senjata antara kelompok tak dikenal dengan Kopassus mengundang TNI untuk melakukan operasi militer sejak bulan Agustus hingga sekarang. Operasi tersebut mengakibatkan sekitar 5.000 orang yang terdiri dari 27 kampung mengungsi, 15 orang di antaranya 13 anak-anak meninggal dunia dan 2 orang dewasa hilang. Selain itu seorang pendeta meninggal tertembak TNI, 1 orang anggota polisi tewas dan 2 (dua) orang pejabat korban luka berat termasuk sejumlah rumah penduduk dan kebun dibakar habis oleh TNI dan ratusan ternak piaraan masyarakat di tembak mati.

Fakta

Diaz mengungkapkan pada 17 Agustus 2004, terjadi kontak senjata antara kelompok tak dikenal dengan Kopassus yang mengakibatkan satu anggota Kopassus mengalami luka ringan. Selanjutnya, 14 September 2004, pasukan kopassus menangkap dan menembak pendeta Elisa Tabuni dan anaknya dalam keadaan tangan terikat, tetapi anaknya yang menjadi saksi hidup pembunuhan ayahnya oleh TNI itu, berhasil melarikan diri dalam keadaan tangan terikat.

Tanggal 12 Oktober, terjadi penembakan atau pembunuhan terhadap 6 orang non Papua yang bekerja sebagai sopir mobil Hartop di jalan Trans Wamena, Mulia. Sedang Kelompok atau pelaku pembunuh 6 orang non Papua ini masih menjadi misteri bagi rakyat di sana. Pihak TNI menuding Goliat Tabuni, sedangkan rakyat di sana menyatakan bukan kelompok Goliat Tabuni, melainkan kelompok tak dikenal yang diduga hanya rekayasa untuk mengacau seolah-olah dari OPM.

17 Oktober, pasukan melancarkan operasi dari darat dan udara terhadap penduduk sipil. Helikopter TNI menembak dan meluncurkan bom-bom kecil ke perkampungan penduduk sipil sementara acara makan bersama sedang berlangsung. Tetapi bom-bom dan peluru yang diluncurkan helikopter TNI tidak meledak. Aksi bom membabi buta itu menyebabkan perkampungan di 27 Gedung Gereja, atau 27 jemaat terpaksa lari ke hutan-hutan untuk bersembunyi dan menyelamatkan diri sejak peristiwa tanggal 17 Agustus 2004.

12 November, kelompok tak dikenal menghadang Tim Kemanusiaan yang mendistribusi bantuan bahan makanan dan obat-obatan di sekitar distrik Mulia dan distrik Ilu pada pukul 16. 00 WP yang mengakibatkan 2 pejabat pemerintah di antaranya Yuni Wonda (31 tahun) Kepala Keuangan Kabupaten Puncak Jaya dan Rahel Elaby (28 tahun) Kepala Distrik Mulia korban luka berat dan Yance Kirimay polisi yang bertindak sebagai sopir meninggal serta 8 orang lainnya korban luka ringan.

Rekayasa

Berdasarkan fakta kasus di atas, ELSHAM Papua, LBH Papua, Kontras Papua, Dewan Adat Papua, Gereja-gereja di Papua dan Mahasiswa, meminta dan mendesak pihak TNI/Polri untuk segera menarik pasukan organik dan nonorganik dari Puncak Jaya. Sebab kehadiran TNI/Polri di Puncak Jaya hanya rekayasa untuk menciptakan konflik yang bisa menjadi alasan perlunya darurat sipil atau darurat militer.

Berkaitan dengan itu, ELSHAM Papua, LBH Papua, Kontras Papua, Dewan Adat Papua, Gereja-gereja dan Mahasiswa di Papua mendesak pihak TNI/Polri untuk segera menghentikan operasi militer dan berbagai upaya rekayasa dan provokatif di wilayah Kabupaten Puncak Jaya.

Mereka juga mendesak pemerintah Provinsi Papua, DPRD Provinsi Papua, pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dan DPRD Kabupaten Puncak Jaya untuk segera menghentikan berbagai dukungan terhadap diberlakukannya operasi militer di wilayah Kabupaten Puncak Jaya dan segera menghentikan penggunaan dana Otsus untuk kepentingan operasi militer di Puncak Jaya.

Di samping itu, mereka meminta Komnas HAM untuk segera menurunkan Tim Investigasi Independen ke Mulia, Kabupaten Puncak Jaya dan menindak-lanjutinya dengan membentuk KPP HAM Mulia, berkaitan dengan dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat pada kasus Mulia.

Mereka pun mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjanjikan penyelesaian masalah Papua saat kampanye untuk segera memerintahkan penarikan pasukan dari seluruh wilayah Kabupaten Puncak Jaya. Mereka menagih janji SBY agar secara konsisten sebagaimana komitmennya untuk penyelesaian masalah Papua secara damai dengan membuka ruang dialog damai bersama rakyat Papua.

Tak Ada Rekayasa

Sementara itu, Kasdam/ XVII Trikora Brigjend TNI Gerson Manurung, saat ditemui Pembaruan di DPRD Papua, Rabu (17/11) sore, membantah kejadian-kejadian yang terjadi di Puncak Jaya dan Papua adalah rekayasa TNI. "Tak ada rekaya, tidak ada itu," ujarnya. (ROB/M-15)


Last modified: 18/11/04
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/koedamati
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044