SUARA PEMBARUAN DAILY, 19 Oktober 2004
Ribuan Warga Mamasa Mengungsi
MAKASSAR-Situasi di Kecamatan Aralle dan Mambi, Kabupaten Mamasa, Selasa
(19/10) pagi dilaporkan masih mencekam, gelombang pengungsi terus meninggalkan
Aralle setelah Senin sore kembali terjadi serangan yang dilakukan sekitar 300 warga.
Sebelumnya, Senin, (18/10) pagi sekitar pukul 10.00 wita juga terjadi serangan di
Dusun Aralle Ana, Kecamatan Aralle, menyebabkan dua warga luka parah yaitu
Suherman dan Usman.
Seorang diantaranya, Suherman alias Papa Lilis (45) akhirnya tewas sekitar pukul
14.00 wita ketika hendak dibawa ke rumah sakit, sedangkan Usman yang luka parah
akibat terkena senjata tajam masih dalam perawatan.
Sampai saat ini dilaporkan sudah tiga korban jiwa, Muis, Suherman dan seorang bayi
yang belum diketahui identitasnya yang terjatuh dari gendongan ibunya saat
melarikan diri dari penyerangan warga, Sabtu lalu.
Arus pengungsi masih terus mewarnai kerusuhan yang dipicu pro kontra warga di tiga
kecamatan yaitu Aralle, Tabulahan dan Mambi untuk bergabung dengan Kabupaten
Mamasa, daerah hasil pemekaran Polmas.
Warga meninggalkan lahan pertanian subur yang menjadi sumber kehidupan di
daerah konflik Aralle yang berjarak sekitar 140 km dari Polewali, Ibukota Kabupaten
Polmas atau sekitar 387 km dari Kota Makassar, sebagian menuju Kecamatan
Mambi yang sedang terkepung oleh kelompok pro Mamasa, sebagian lagi menempuh
perjalanan jauh ke Polewali.
Untuk menuju pengungsian, warga pun harus menghadapi rasa takut akibat adanya
razia oleh kelompok yang pro pemekaran, seperti penghadangan yang terjadi di Desa
Bambabudang, Senin sore. Tidak sedikit yang memilih untuk menerobos hutan guna
menghindari penghadangan itu, kata Asdar, mahasiswa yang menjadi relawan untuk
membantu para pengungsi di Polmas.
Ribuan pengungsi saat ini berada di tempat penampungan sementara di gedung
sekolah. Tempat yang tersedia sudah tidak mampu lagi memuat arus pengungsi yang
terus berdatangan. Akibatnya, banyak yang berkumpul di bawah pohon, kata Asdar.
Karena sulitnya fasilitas penampungan pengungsi di Polmas sebagian pengungsi
meminta bantuan warga untuk menginap sementara di kolong rumah panggung
mereka, sambil menunggu nasib selanjutnya.
Warga juga menyesali sikap pemerintah kedua kabupaten (Polmas dan Mamasa)
yang tidak kompak menangani pengungsi. "Kedua Pemkab tidak ada koordinasi
untuk mengatasi pengungsi, akibatnya pengungsi hanya menjadi beban daerah yang
dituju," kata Asdar.
Kapolri Jenderal Pol Da'i Bachtiar Selasa ini segera bertolak ke Mamasa, Sulawesi
Barat guna menemui dua bupati di daerah tersebut untuk mengetahui esensi
persoalan kerusuhan. Dengan itu dapat diketahui apa yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan konflik secara tuntas.
"Tampaknya, masyarakat di bawah hanya diprovokasi. Padahal sebetulnya, urusan
pergantian pemerintahan di daerah bagi rakyat adalah bagaimana mereka
memperoleh hak-haknya dan jaminan kesejahteraan. Namun kalau kemudian ada
yang mempengaruhi, tentu rakyat bisa juga terpengaruh," kata Kapolri, sebelum
mengikuti sidang paripurna terakhir Kabinet Gotong Royong di Kantor Presiden,
Jakarta, Senin (18/10).
Ketika ditanya bagaimana dengan upaya pengejaran dalang yang memprovokasi
kerusuhan tersebut, Kapolri menjawab, Kapolda Saleh Saaf telah melaporkan bahwa
yang dicurigai sebagai provokator sudah melarikan diri dan sekarang sedang
dilakukan pengejaran.
Berkaitan dengan penambahan pasukan untuk membantu aparat di wilayah Mamasa,
Kapolri menjawab, sudah ditambah dua peleton dan jika nanti dirasakan jumlahnya
masih belum memadai, tentu akan dikirim bantuan dari Jakarta. Saat ini penambahan
tersebut hanya diambil dari personil yang ada di Sulawesi Selatan.
Tambah Pasukan
Dalam keterangannya kepada wartawan, Kapolda Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Saleh
Saaf mengatakan, pasukan ke Mamasa terus ditambah. Jumlahnya sekarang 320
orang, termasuk satu pleton Brimob yang diberangkatkan, Senin sore dari markas
mereka di Pa_baeng-baeng, Makassar. Mereka disebar ke desa-desa yang rawan
konflik.
Polda Sulsel juga mengirim sepuluh unit sepeda motor trail untuk memudahkan
petugas menjangkau medan berat di daerah pegunungan. Selain medannya berat,
daerah konflik tak dapat dihubungi dengan alat komunikasi radio karena
bergunung-gunung.
Saleh Saaf mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan 19 saksi dalam kasus
kerusuhan Mamasa, diketahui ada 12 orang yang diduga sebagai provokator
kerusuhan, mereka belum tertangkap.
Petugas terus melakukan penyisiran lokasi yang dianggap tempat persembunyian 12
orang yang sedang dicari sebagai provokator kerusuhan. Ke-12 orang itu diperkirakan
membaur dengan kelompok masyarakat yang jumlahnya cukup besar, lebih tiga ratus
orang.
Saat dilakukan pengejaran oleh Brimob, kelompok penyerang malah menembaki
petugas dengan senjata api rakitan.
Dia juga menambahkan, kelompok pro pemekaran Mamasa sudah menguasai
sembilan desa, kendati demikian menurut Saleh, polisi sudah berhasil mengendalikan
situasi. (148/M-11)
Last modified: 19/10/04
|