SUARA PEMBARUAN DAILY, 26 November 2004
Tajuk Rencana
Memburu Teroris, Polri Mesti Berbenah
TIM Antiteror Mabes Polri telah menangkap empat pelaku penting yang meledakkan
bom di depan Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta. Sekalipun baru Rabu
lalu hasil pengejaran itu diungkapkan ke publik, mereka sebenarnya ditangkap pada 5
November lalu. Empat pelaku itu, Rois (Iwan Darmawan), Apui (Ahmad/Syaiful Sahri),
Pur (Purnomo), dan Sogir (Anshori). Rois adalah pelaku penting dalam aksi teror yang
terjadi di Jakarta dan Bali. Hasil tangkapan ini menjadi penting karena mereka
mempunyai hubungan yang dekat dengan tiga pelaku lain yang masih buron,
Dulmatin, dan dua otak teror lain, Dr Azahari dan Noordin Moh Top. Ini
mengindikasikan tim pemburu teroris mulai mendekati target. Sayang, menurut Rois,
Azahari sempat lolos justru karena ada aparat yang bisa disuap.
Berdasarkan keterangan Mabes Polri yang menyebutkan bahwa para pelaku ini juga
telah siap dengan rangkaian bahan peledak yang dibawa untuk aksi bunuh diri dalam
menghadapi penangkapan, hasil perburuan ini pantas mendapatkan apresiasi. Oleh
karena itu, sangatlah pantas pernyataan yang dikeluarkan Menteri Luar Negeri
Australia, Alexander Downer, yang menghargai hasil penangkapan ini.
Cara menghindari penangkapan dengan menggunakan peledak untuk bunuh diri
seperti yang dilakukan Rois, kemungkinan besar juga dilakukan oleh tiga buron
lainnya. Hal ini membuat Tim Antiteror menjadi tidak mudah menangkap mereka,
apalagi bisa membahayakan masyarakat di sekitarnya. Namun, kita mengharapkan
hal itu menjadi pendorong bagi polisi untuk memburu terus tiga otak teroris lainnya
secara serius. Dari cara-cara yang dilakukan, gerakan teror tersebut benar-benar
mengancam keamanan masyarakat.
DARI empat pelaku itu, tim antiteror tentu akan mengorek lebih banyak informasi
yang mengarah kepada gerakan yang dilakukan pelaku teror lainnya dan keberadaan
mereka. Kita berharap informasi itu akan membawa tim pemburu hingga ke target dan
berhasil menangkap mereka. Lebih jauh, diharapkan terungkap kemungkinan adanya
pihak-pihak yang terlibat dalam aksi teror ini yang selama ini belum teridentifikasi.
Informasi yang dilontarkan Rois bahwa Azahari sebenarnya telah begitu dekat dengan
aparat dan nyaris ditangkap namun berhasil lolos karena suap, merupakan hal yang
sangat disayangkan. Apalagi disebutkan bahwa uang yang diberikan nilainya terlalu
kecil, hanya Rp 200.000. Padahal hadiah yang ditawarkan untuk menangkap dia
sebesar satu miliar rupiah. Bisa saja ini bentuk aksi teror yang lakukan Rois terhadap
polisi, namun Kapolri tidak bisa menganggap sepi informasi itu. Bila informasi itu
benar, sangat disayangkan, karena hanya untuk uang senilai itu sampai
mengorbankan kepentingan rakyat, negara, bahkan umat manusia.
Ada kemungkinan aparat polisi tidak mengenali wajah Azahari yang bisa saja selalu
berubah, dan aparat makin tidak teliti karena masalah uang. Kapolri harus menyadari
hal ini dan mengambil tindakan serius untuk memperbaiki moral dan profesionalisme
aparat. Kebiasaan memungut uang dan menerima suap dengan membiarkan
pelanggaran aturan, akan menjadi kendala yang serius dalam memberantas
kejahatan, apalagi kejahatan terorganisasi seperti kelompok teroris.
KITA masih ingat bahwa para pelaku teror telah terbiasa berganti-ganti identitas.
Peluang itu mereka manfaatkan karena ada saja pihak-pihak yang bisa diajak untuk
melanggar aturan, mengorbankan kepentingan negara untuk uang yang kelasnya
recehan. Sangat disayangkan bahwa tangkapan besar yang sangat berarti dalam
memulihkan keamanan di Indonesia lolos begitu saja, hanya karena ada aparat yang
tidak profesional dan tidak menjalankan tugas sesuai prosedur.
Kita berharap Polri memperbaiki profesionalisme mereka sehingga pelaku teror bisa
ditangkap sebelum program 100 hari pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berakhir. Menangkap pelaku teror bukan sekadar soal prestasi polisi atau pemimpin
polisi, bahkan juga kabinet, tetapi kepentingan seluruh bangsa dan umat manusia.
Last modified: 26/11/04
|