TEMPO, Jum'at, 05 November 2004 | 02:19 WIB
Bandung
SK Bupati Bandung Bukan Untuk Menutup Gereja
TEMPO Interaktif, Bandung: Sejumlah gereja protes dengan Surat Keputusan (SK)
Bupati Bandung, yang melarang rumah tinggal digunakan sebagai tempat ibadah.
Akibatnya, 12 rumah tinggal dan ruko di Perumahan Bumi Kencana-Rancaekek,
Kabupaten Bandung yang selama ini dijadikan warga setempat sebagai tempat
ibadah, terpaksa ditutup.
Rumah tinggal dan ruko yang digunakan untuk beribadat dibawah pengelolaan Gereja
Kristen Pasundan, Huria Kristen Batak Protestan, Pos PI Gereja Kristen Indonesia,
Gereja Pantekosta, Gereja Katolik, Gereja Kemah Injil Indonesia, Gereja Baptis
Independen Indonesia, Gereja Kristen Oikumene, Gereja Pantekosta Tabernakel,
Gereja Pantekosta di Indonesia, Gereja Kristen Jawa, dan Gereja Batak Karo
Protestan. Tutup kawatir ada protes dari warga lain, karena sudah ada dasar
hukumnya, SK Bupati tersebut.
Menurut Wakil Bupati Bandung Eliyadi Agrarahardja, SK Bupati yang
ditandatanganinya dikeluarkan untuk tidak memperbolehkan rumah tinggal digunakan
tempat ibadah. Dasar hukumnya, merupakan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri
yang diantaranya Mendagri dan Menteri Agama."Saya sih hanya itu yang
ditandatangi, tidak ada niat saya untuk menutup gereja," katanya.
SK itu keluar, berawal dari desakan itu Forum Silaturahmi Ulama dan Cendekiawan
Muslim yang meminta 'rumah ibadah' itu ditutup. Menurut Eliyadi, SK itu dikeluarkan
hanya melihat dari aturan yang ada. Rumah tinggal, menurutnya, berdasarkan aturan
yang ada tidak boleh digunakan untuk menjadi masjid, gereja dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, kata Eliyadi, rumah tinggal tersebut dipakai kegiatan gereja. "Ada
aturan rumah tidak boleh dipakai kegiatan peribadatan," katanya.
Untuk mendirikan gereja, harus ada ijin dari Majelis Ulama Indonesia. Karena
mayoritas masyarakat beragama Islam. Yang dikawatirkan jika dipaksakan, terjadi
gesekan bukan saja antar agama, tetapi antar suku. "Ini masalah sensitif. Anda tahu
sendiri, kan, di Kabupaten Bandung ini mayoritasnya Islam Suni dan Persis. Sudah
begitu orang Sunda lagi,"katanya. Eliyadi melihat kedua pihak baik muslim dan
pengelola gereja sama-sama keras kepala. Untuk pengelola gereja, kata Eliyadi,
termasuk tidak mau diberi tahu secara baik-baik. "Bukan tidak ada resiko untuk
membangun gereja di perkampungan." katanya.
Ahmad Fikri
copyright TEMPO 2003
|