TEMPO, Senin, 18 Oktober 2004 | 22:14 WIB
Sulawesi Selatan
Bentrokan Susulan di Mamasa Satu Tewas
TEMPO Interaktif, Makassar: Bentrokan antara pro dan kontra pemekaran kabupaten
Mamasa kembali terjadi Senin (18/10). Sekitar 300 warga pro pemekaran dilaporkan
menyerang desa Usailano kecamatan Aralle, sekitar 450 km dari Makassar Sulsel.
Bentrok sebelumnya, Jumat (15/10) menewaskan 2 orang dan puluhan rumah
dibakar.
Serangan itu, menyebabkan seorang warga di desa Usailano, Suherman (45th) tewas.
Seorang warga lainnya, Usman menderita luka-luka. Warga yang diserang berjumlah
sekitar 20 KK berlarian menyelamatkan diri.
Kepala kepolisian Daerah, Sulawesi Selatan, Irjen Saleh Saaf, membenarkan adanya
penyerangan itu. Ia mengakui saat kejadian, padukan Brimob terlambat tiba di lokasi.
Pasalnya, jarak dan medan menuju desa itu sangat sulit. Dibutuhkan waktu sekitar 3
jam untuk tiba di lokasi kejadian dari ibukota kecamatan Arrale.
Pasukan Brimob tiba di lokasi sejam setelah penandatanganan. Menurut Saleh,
Brimob berhasil mencegah massa penyerang yang hendak mebakar rumah warga
yang ditinggal mengungsi. Kelompok penyerang juga berusaha memancing emosi
aparat dengan meletupkan senjata api rakitan.
Beruntung petugas berhasil menahan diri sehingga bentrokan tidak meluas dan tidak
menambah jumlah korban. Saleh mengatakan, brimob berhasil mendesak massa
yang menyerang itu hingga melarikan diri ke hutan.
Ditambahkan Saleh, untuk mengamankan kawasan itu, Polda Sulsel kembali
mengirim 1 pleton pasukan. Sebelunya, banyak 265 pasukan gabungan terdiri dari
perintis, brimob dan Polres telah diterjunkan ke lokasi. Sejauh ini polisi masih terus
memburu 12 tersangka penyerangan. Menurut rencana Kapolri, Jendral Dai Bachtiar
akan meninjau lokasi kerusuhan Selasa (19/10).
Untuk menghindari serangan sedikitnya 1000 penduduk Arale memilih mengungsi ke
kecamatan Mambie. Mereka ditempatkan di gedung-gedung sekolah dan rumah
penduduk lainya. Aktivitas di Arrale yang memiliki 8 desa nyaris lumpuh total.
Di Mambie sendiri, warga melakukan pengamanan swakarsa dengan bergiliran
berkeliling kampung. Warga, termasuk anak-anak melengkapi diri dengan senjata
seperti pentungan dan parang. Meski mengungsi, warga yang beragama Islam tetap
melaksanakan ibadah salat tarawih dan puasa.
Irmawati - Tempo
copyright TEMPO 2003
|