JAWA POS, Rabu, 24 Des 2003
AS: Soal Kabur Urusan RI, Deplu Minta Visa Manuputty Dicabut
JAKARTA - Kaburnya terpidana makar Alex Manuputty ke Amerika Serikat
benar-benar menampar pemerintah Indonesia. Departemen Luar Negeri RI kini
berjuang dengan berbagai upaya diplomasi untuk membawa pulang ketua FKM (Front
Kedaulatan Maluku) itu ke tanah air.
Langkah diplomatik RI tersebut diungkapkan oleh Direktur Amerika Utara dan Tengah
Deplu Dino Patti Djalal. Dino sangat yakin, terpidana empat tahun penjara itu dapat
dipulangkan ke Indonesia.
Menurut Dino, jalur diplomatik merupakan satu-satunya pintu untuk memulangkan
Manuputty. Sebab, sampai saat ini, pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian
ekstradisi dengan Washington. "Dengan menggunakan cara ini (diplomatik), kita tidak
memerlukan perjanjian ekstradisi untuk memulangkan Alex Manuputty ke Indonesia,"
katanya.
Seperti diberitakan kemarin, Manuputty dikabarkan kabur ke luar negeri melalui
Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, dengan pesawat carteran. Manuputty yang
berstatus cekal itu diduga terbang pada 19 atau 20 November 2003. Informasi
tersebut diungkapkan sumber kuat di lingkungan Ditjen Imigrasi kepada koran ini.
Manuputty yang kini berkeliaran bebas di AS saat wawancara khusus dengan koran
ini mengaku kabur dengan jalur imigrasi Indonesia. Bahkan, dia berangkat ke AS
dengan modal paspor RI.
Menurut Dino, untuk menelusuri visa AS yang dikantongi Manuputty, mulai awal
minggu ini, Deplu melakukan berbagai kontak dan lobi intensif dengan pemerintah
AS. Baik melalui Kedutaan Besar AS di Jakarta maupun langsung ke Washington.
"Kedutaan kita di Washington juga telah melakukan serangkaian upaya diplomasi
untuk itu," tandasnya.
Bagaimana soal pengakuan Manuputty bahwa dia kabur lewar pintu imigrasi? Dino
mengaku tidak tahu persis hal itu. Cuma, dia melihat kejanggalan dalam proses
masuknya pria berjenggot itu ke AS. Terutama penggunaan visa turis tahun 2.000
sebagai tiket masuk ke Negara Paman Sam itu.
"Penggunaan visa tersebut jelas tidak pada tempatnya. Sebab, Manuputty
menggunakan kunjungan itu untuk melakukan kegiatan politik dan melarikan diri dari
hukuman di Indonesia. Bukan berwisata," katanya.
Karena itu, dia akan usul kepada pemerintah AS agar menindak Manuputty terkait
penyalahgunaan visa tersebut.
Reaksi AS
Lantas, bagaimana reaksi Kedubes AS? Atase Pers Kedubes AS di Jakarta Stanley
Harsha enggan berkomentar banyak ketika dikonfirmasi koran ini tentang visa yang
diberikan kepada Manuputty. "Kami tak boleh berkomentar soal aplikasi visa
Manuputty atau tentang latar belakang visa tersebut. Itu adalah sesuatu yang sangat
pribadi. Tak boleh berkomentar soal itu," katanya kepada koran ini.
Dia menambahkan, kalau ingin mengetahui status legal atau tidaknya soal izin
Manuputty sehingga bisa pergi ke luar negeri, jangan bertanya kepada pemerintah
AS. Dia menyarankan untuk bertanya langsung mengenai hal tersebut kepada
pemerintah Indonesia. Mengapa? "Sebab, itu adalah urusan pemerintah Indonesia,"
tegas Harsha.
Kejagung Tak Bertanggung Jawab
Sementara itu, Kejagung tidak ikut bertanggung jawab soal pemulangan Manuputty
ke Indonesia. Menurut Kapuspenkum Kejagung Kemas Yahya Rahman, hal tersebut
merupakan tugas Departemen Luar Negeri.
"Kejagung hanya berperan mengeksekusi terpidana di dalam negeri. Kalau yang
kabur ke luar negeri, itu bisa dilakukan Deplu atau Interpol," jelasnya kepada koran ini
di ruang kerjanya di Gedung Kejagung kemarin.
Secara teknis, lanjut Kemas, Deplu lewat direktur kawasan Amerika bisa
memerintahkan KBRI di Washington untuk melakukan pendekatan diplomatik kepada
AS. Targetnya, agar pihak AS mencabut visa turis sekaligus mendeportasi
Manuputty. "Kalau lewat Interpol, saya kira itu belum perlu dilakukan. Kami
mengupayakannya lewat jalur diplomatik dulu," jelas jaksa yang pernah bertugas di
Kejari Bondowoso tersebut.
Apakah Kejagung sudah mengirimkan surat permintaan bantuan untuk memulangkan
Manuputty ke Deplu? Kemas menyatakan belum menanyakan hal itu kepada Jaksa
Agung Muda (JAM) Bagian Intelijen Basrief Arief. Tapi, tanpa didahului surat dari
Kejagung, Deplu seharusnya sudah tanggap melaksanakan tugas tersebut. "Terlebih,
kaburnya Manuputty itu sudah dibicarakan di tingkat menteri dalam rakor polkam
baru-baru ini," ungkapnya.
Kemas juga berkomentar soal teknis kaburnya Manuputty ke luar negeri. Kejagung
memperoleh informasi bahwa ketua FKM itu memanfaatkan jalur gelap dari Batam
menuju Singapura lalu menggunakan pesawat komersial terbang ke AS. Menurut dia,
Manuputty juga memanfaatkan visa turis untuk mengecoh aparat imigrasi Singapura.
"Yang pasti, Manuputty kabur lewat Batam. Itu berdasarkan keterangan Semy
(Samuel Waileruny, rekan Manuputty yang terpidana empat tahun kasus makar).
Apakah dari Jakarta lewat Halim menggunakan pesawat carteran atau lewat
Cengkareng, saya nggak tahu," jelas mantan wakil kepala Kejati Riau tersebut.
Mabes Polri juga kebakaran jenggot atas kaburnya Manuputty ke AS. Polisi berjanji
akan menelusuri kronologis kaburnya Manuputty ke luar wilayah Indonesia itu.
"Secara spesifik, kami belum menerima informasi detail mengenai cara yang
bersangkutan bisa kabur. Kami sudah berkoordinasi dengan kejaksaan dan Deplu,"
jelas Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Soenarko kepada wartawan di Mabes
Polri kemarin.
Menurut dia, Manuputty masih berstatus cekal sampai 27 Desember mendatang.
Karena itu, secara hukum, tindakan dia tersebut tergolong melanggar hukum.
Soenarko menegaskan, polisi akan bertindak jika ditemukan bukti kuat keterlibatan
pihak lain yang membantu kaburnya Manuputty. "Membantu orang yang bermalasah
hukum juga termasuk perbuatan melanggar hukum. Dan, itu ada sanksinya," tegas
mantan Waka Polda Jatim tersebut.
Ketika ditanya apakah Manuputty kabur lewat Halim, Soenarko menyatakan belum
mengetahui informasi tersebut. Yang jelas, polisi saat ini akan bekerja sama dengan
kejaksaan serta imigrasi untuk menyelidiki hal itu. (agt/agm/riz/ssk)
copyright ©2003 Jawa Pos dotcom
|