KOMPAS, Senin, 01 Desember 2003
Maluku, Proyeksi Trans Nelayan Pantura
MENUNGGU investor yang bersedia membuka investasi di Provinsi Maluku bukanlah
pilihan satu-satunya guna mengembangkan potensi perikanan dan kelautan daerah
ini. Begitu besarnya potensi tersebut sampai ada pemeo "tidak ada ikan, masih ada
kapal karam" untuk menggambarkan betapa perairan Maluku ini sangat kaya.
ADA 17 titik kapal tenggelam di sejumlah lokasi di perairan di Maluku, yang kini turut
ditawarkan kepada investor yang berminat menggali harta karun. Kapal tenggelam itu
diyakini masih menyimpan harta karun yang selama ini belum pernah dieksploitasi.
Kapal tenggelam itu bukan baru, melainkan ada yang karam sejak abad 16 silam.
Potensi sumber daya mineral, yakni minyak bumi dan gas terdapat di cekungan
Pulau Seram, Kecamatan Bula, dan Kecamatan Tanimbar Selatan. Cadangan
hipoteknya diperkirakan sebesar 10.740 juta barrel. Nikel terdapat di Pulau Damar,
belum lagi tambang emas yang belum tergarap.
Soal kinerja investor, Gubernur Karel Albert Ralahalu mengingatkan, investor yang
mau membuka usaha di Maluku haruslah bersedia bekerja sama dengan potensi
lokal. Jangan sampai kasus penambangan emas di Pulau Wetar (MTB) terulang, di
mana masyarakat setempat tidak mendapatkan hasil. Begitu emasnya habis,
ditinggalkan begitu saja. Yang tinggal kenangan hanya lapangan golf yang tak bisa
dimanfaatkan di pulau yang terpencil.
Dari segi pemberdayaan nelayan, secara nasional problem rendahnya hasil tangkap
nelayan pantura Jawa, menurut Dirjen Perikanan Tangkap Departemen Perikanan dan
Kelautan Ir H Husni Manggabarani MSi, perairan di Laut Jawa itu sudah jenuh. Garis
pantai sepanjang lebih dari 1.000 kilometer itu memiliki jumlah nelayan yang sudah
terlampau banyak, yakni 400.000 nelayan. Seharusnya kawasan perairan di pantura
itu perlu dibatasi hanya 125.000 sampai 150.000 nelayan saja. Jumlah nelayan yang
ideal diperlukan agar menguntungkan nelayan karena hasil tangkapan ikannya
banyak.
"Jumlah nelayan yang ideal tak hanya menjamin pendapatan baik, tetapi juga
menjaga kelestarian ekosistem perikanan di kawasan itu. Sekarang ini, ikan di daerah
itu sudah habis. Kalau nelayan masih dapat ikan, itu diperkirakan ikan yang terbawa
arus gelombang Laut Jawa," kata Husni Manggabarani.
Program yang ditawarkan pemerintah adalah mengalihkan sebagian besar nelayan
dari pantura Jawa ke usaha perikanan di pantai selatan Jawa. Program lain adalah
mengikuti transmigrasi nelayan yang dibuka ke kawasan Indonesia bagian Timur,
khususnya wilayah Kepulauan Arafuru, Provinsi Maluku, dan Pulau-pulau Lease.
Pemerintah memprogramkan tahun 2004 sekitar 400 keluarga nelayan bisa pindah
usaha ke perairan pantai selatan Jawa maupun Kawasan Indonesia Timur. Pada
pertengahan 2003 lalu, 60 keluarga nelayan telah pindah ke kawasan Arafuru. Mereka
bekerja di pengolahan ikan milik beberapa perusahaan penangkapan ikan.
PROGRAM relokasi nelayan dari perairan pantura Jawa, dalam pandangan Sekretaris
Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Adi Surya, harus menjamin
kehidupan nelayan lebih baik. Hampir 70 persen para nelayan itu adalah nelayan
tradisional. Memiliki kapal jukung dengan awak dua-tiga orang, yang hasil
tangkapannya di bawah satu ton ikan.
Dia mengusulkan, para nelayan yang diprogramkan pindah usaha ke pantai selatan
Jawa maupun perairan Arafuru di Maluku perlu dididik menjadi nelayan kapal besar.
Kapal tangkap berbobot 40-70 gross ton (GT) berawak 25-40 nelayan mampu
melayari lebih dari sebelas mil dengan masa pelayaran lima hari lebih. "Bila nelayan
kita mampu mengubah tradisi penangkapan dengan kapal besar, dijamin mereka
dapat mengalahkan kapal-kapal ikan asing yang sering mencuri ikan di perairan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)," kata Adi Surya.
Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB) SJ Oratmangun menyatakan, guna lebih
mengembangkan potensi perikanan di daerahnya, pihaknya siap menerima para
transmigran dari mana saja. Di gugusan Wetar dan sekitarnya masih kekurangan
penduduk, jumlah yang ada masih 7.000 keluarga saja. Program trans untuk MTB
syaratnya harus transmigran yang mempunyai keahlian melaut atau nelayan ikan
tangkap.
Untuk trans nelayan ini, Pemkab MTB dalam waktu dekat akan menerima 350
keluarga transmigrasi nelayan. Dari jumlah itu, 50 persen di antaranya transmigran
lokal.
"Kami proyeksikan paling tidak sampai akhir 2004 nanti ada tambahan transmigran
yang masuk sekitar 700 keluarga sehingga jumlah trans yang masuk ke MTB tak
lebih dari 1.000 keluarga saja," kata Oratmangun.
Trans nelayan sangat diharapkan sesuai dengan kondisi alam kawasan perairan
Wetar dan sekitarnya. Hasil kekayaan laut di MTB memasok 40 persen dari produksi
perikanan di Maluku. Total jumlah produksi perikanan Maluku dalam dua tahun ini
sudah menunjukkan peningkatan setelah sempat terpuruk tiga tahun lebih. Tahun
2001, udang mencapai 5.574,9 ton naik jadi 5.856,4 ton (2002), cakalang 8.166,3 ton
(2001) naik jadi 9.443,4 ton (2002), kembung 3.043,2 ton (2001) naik jadi 3.195,4 ton
(2002), ikan layang 4.515,7 ton (2001) meningkat jadi 4.714,5 ton (2002), ikan tuna
6.734,4 ton (2001) naik jadi 7.728,6 ton (2002), dan hasil laut lainnya 201.236,6 ton
pada 2001 menjadi 209.137,4 ton pada 2002.
Perairan kawasan Arafuru, Banda, Tual, dan sekitarnya di Provinsi Maluku menjadi
primadona penangkapan ikan yang paling potensial saat ini di KTI. Dari pendataan
Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku Tenggara Barat (MTB), terdapat 150 unit kapal
yang beroperasi mendulang ikan di perairan itu. Celakanya, di antara kapal itu
terdapat kapal-kapal ikan asing yang meramaikan penangkapan ikan tersebut.
Banyak kapal ikan asing yang mencuri ikan di Arafuru, menurut Piet Nurimarno,
sesungguhnya hal yang sangat ironis. Kapal-kapal ikan nelayan setempat pun justru
sering ditangkap pula oleh aparat Pengawasan dan Angkatan Laut Australia. Kapal
nelayan yang tertangkap langsung dibawa ke Darwin untuk diadili. Para nelayan yang
jenuh membiarkan kapalnya disita daripada membayar denda Rp 20 juta. Sepanjang
2002 lalu, tak kurang tujuh kapal tertangkap sewaktu menangkap ikan di perairan
Laut Arafuru.
"Tindakan penangkapan itu sangat merugikan. Nelayan sendiri sebenarnya ketika
ditangkap masih dalam batas perairan Indonesia. Pernah pula kapal ikan bantuan dari
program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir juga ditangkap. Kapal itu baru
dilepas setelah ditebus puluhan juta rupiah," kata Piet Nurimarno.
Menyadari perairannya berbatasan dengan Australia dan Timor Timur, Bupati SJ
Oratmangun telah mengajukan konsep pengembangan membangun hubungan
perekonomian, khususnya penangkapan ikan di kawasan Arafuru dengan Darwin dan
Dili. Perairan Darwin, Dili, dan Saumlaki sebagai ibu kota MTB disebutnya kawasan
segi tiga emas. Kebijakan strategis dalam hal kerja sama ini masih diproses secara
matang.
Ada beberapa hal yang mendasari perlunya dijalin kerja sama segi tiga emas itu.
Paling pokok adalah sebetulnya kawasan selatan MTB itu berbatasan dengan Timor
Leste. Daerah ini memiliki kesatuan kultural dan kedekatan geografis, khususnya
pulau-pulau di kawasan barat yang dipersiapkan sebagai kabupaten baru nantinya.
Para nelayan di Atauro, Timor Timur, mengaku mereka punya kesamaan kultural.
Hubungan kultural itu tak harus dihapus hanya karena perbedaan negara saja.
Hubungan kultural itu perlu dilanjutkan melalui pembangunan perikanan di MTB.
Artinya, nelayan setempat menghasilkan tangkapan ikan besar dan pedagang dari
Atauro sebagai pedagang modal besar bisa melakukan transaksi perdagangan ikan.
Jika hal itu terwujud bukan tak mungkin sentra-sentra perikanan rakyat akan semakin
berkembang, seperti yang dikonsepkan di perairan Tanimbar Selatan, perairan Tual,
Sermata, Pulau Babar, juga Pulau Wetar. (WHO)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|