The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Selasa, 18 November 2003

Sebanyak 2.900 Polisi Dikerahkan ke Poso

Jakarta, Kompas - Sebanyak 2.900 personel polisi organik dan personel yang diperbantukan (BKO) dikerahkan untuk mengamankan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dari aksi kerusuhan. Pengerahan tersebut terkait dengan aksi- aksi pengepungan oleh ribuan warga terhadap Markas Kepolisian Resor Poso, Minggu (16/11) lalu.

Pengepungan dan unjuk rasa tersebut dipicu oleh tewasnya Hamid Sudin (18) sehari sebelumnya di Kampung Tabalu, Kelurahan Kasiguncu, Poso Pesisir. Hamid tewas diterjang peluru polisi, sedangkan dua warga lainnya, Zukri dan Irwan, "ditahan" polisi.

Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Brigadir Jenderal (Pol) Soenarko menjelaskan, personel yang dikerahkan terdiri atas 2.300 personel polisi organik. Adapun 600 personel lainnya dari korps Brigadir Mobil (Brimob) Mabes Polri sebanyak tiga satuan setingkat kompi (SSK), dari Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara satu SSK, dan dari Polda Sulawesi Selatan satu SSK.

"Kami juga mengerahkan pasukan intelijen dari reserse mobil, kesehatan, hubungan masyarakat, dan binamitra. Hari ini Polri memberangkatkan lagi satu SSK dari korps Brimob Mabes Polri," kata Soenarko di Jakarta, Senin.

Kerusuhan yang membawa korban jiwa tersebut masih berkaitan dengan penyerangan terhadap empat desa pada 12 Oktober 2003. Berkaitan dengan kasus itu, tanggal 15 November 2003 polisi menangkap tiga orang, yakni Hamid Sudin, Zukri, dan Irwan bin Rais. Hamid tewas ditembak.

Soenarko menyatakan, polisi tidak menahan Zukri dan Irwan. Mereka hanya dikenai status wajib lapor. Hingga kemarin polisi sama sekali belum mengetahui kaitan kedua orang itu dengan kerusuhan yang terjadi di Poso Pesisir pada 12 Oktober lalu. "Meski tidak ditahan, proses penyidikan terhadap keduanya terus berlanjut. Polisi berdasarkan undang-undang dapat menahan para pelaku," kata Soenarko.

Sekarang ini, katanya, proses penyidikan terhadap keduanya terus berlangsung. Polisi juga masih melakukan pengembangan-pengembangan. Karena itu, masih belum bisa disimpulkan keterkaitan kedua orang itu dengan kerusuhan di Poso Pesisir tersebut.

Mengenai status keduanya, Soenarko tidak mau menyebutkan apakah mereka sudah dijadikan tersangka atau belum. "Pokoknya begini saja, polisi sudah menangkap dua orang, tapi tidak menahan, hanya wajib lapor. Meski begitu, proses penyidikan tetap jalan," kata Soenarko.

Masuk DPO

Keterangan yang dikumpulkan, polisi menduga ketiganya merupakan orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atas dugaan keterlibatan mereka dalam penyerangan kelompok bersenjata di Poso Pesisir 12 Oktober lalu yang menewaskan delapan warga. Polisi segera membebaskan Zukri, tetapi masih menahan Irwan. Tewasnya Hamid dan ditahannya Irwan inilah yang memicu ribuan warga mendatangi Markas Kepolisian Resor (Polres) Poso.

Jenazah Hamid langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum (RSU) Poso dan selanjutnya dirujuk ke RSU Undata, Palu, untuk diautopsi. Autopsi yang rencananya dilakukan pihak kepolisian ternyata tidak mendapat persetujuan dari keluarga korban. Akhirnya, autopsi tidak dilakukan dan jenazah dikembalikan ke pihak keluarga.

Kelompok Kerja Resolusi Konflik Poso (Pokja RKP) dalam laporannya yang diterima Kompas kemarin menyebutkan, suasana Kota Poso masih mencekam. Asap hitam akibat ban-ban mobil yang dibakar massa membubung ke udara, rumah dan toko-toko tutup, aparat siaga penuh di berbagai perempatan jalan, dan sesekali terdengar bunyi tiang listrik yang diketuk. Namun, saat hujan turun dengan lebat dan hari menjelang berbuka puasa tiba, massa membubarkan diri.

Menuntut pembebasan

Kantor berita Antara menyebutkan, unjuk rasa masyarakat Poso yang dimotori warga Desa Tabalo, Kecamatan Poso Pesisir, ini menuntut pembebasan Irwan, Darwis, dan Zukri, serta penegakan hukum atas tewasnya Hamid Sudin. Keempat warga Desa Tabalo tersebut oleh polisi diduga terlibat dalam kasus penyerangan bersenjata di wilayah Poso Pesisir pada 12 Oktober 2003.

Sebelumnya para pengunjuk rasa melakukan shalat berjamaah di Masjid Baiturrahman di Jalan Pulau Timur, Poso.

Ribuan orang tersebut menuntut pihak Polres Poso segera melepaskan Irwan. Pada saat 10 wakil massa sedang bernegosiasi dengan Kepala Polres di dalam ruangan, massa di luar terus memadati Jalan Pulau Sumatera sehingga arus lalu lintas macet.

Situasi semakin tegang tatkala massa membakar ban bekas di depan Pasar Sentral Poso, sekitar 100 meter dari Polres. Tampak juga berkali-kali massa mengejar-ngejar warga yang mereka curigai sebagai kelompok tertentu, yakni intelijen atau kelompok lainnya. Massa yang juga terdiri dari ibu-ibu tersebut membakar satu motor operasional polisi.

Pokja RKP melaporkan pula, pada saat bersamaan, dua warga yang kebetulan melintas di Kampung Ratolene, Kelurahan Kasiguncu, Poso Pesisir, tewas di tangan orang tak dikenal. Kedua orang tewas itu ialah Yohanis Tajoja atau akrab dipanggil Oranye Tajoja (60), Bendahara Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), dan Buce (30), sopir mobil. Mayat kedua korban ditemukan warga terapung di Sungai Puna, Poso Pesisir, pada pukul 14.00.

Situasi Pamona Utara, Tentena, dilaporkan tetap tenang. Satu-satunya tempat yang terlihat ramai dihadiri warga adalah Rumah Sakit GKST Tentena. Warga yang berkumpul sebagian besar adalah keluarga dari kedua korban di Poso Pesisir yang sedang menantikan jenazah dari RSU Poso. Diketahui pula bahwa warga di RS GKST berasal dari Desa Tonusu, Kecamatan Pamona Utara. (MAS/PEP/DIK)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/latoehalat
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044