Masariku Network, 25 November 2003
Masariku update - Idulfitri nan Damai
Dear All,
Situasi Idulfitri di Ambon sejak malam takbiran sampai hari ini berlangsung dengan
aman dan damai. Menjelang fajar hari ini ribuan umat Muslim menuju berbagai masjid
untuk mengikuti sholat ied, dengan wajah penuh senyum dan damai. Konsentrasi
umat terbesar pada sholat ied terjadi di Masjid Raya Alfatah, pada jantung Kota
Ambon. Ribuan masa meluber menggelar sajadah sholat sampai ke jalan raya di
depan masjid. Selain memang sebagaimana biasanya pusat sholat ied terjadi di
Masjid Raya Alfatah. Tetapi juga konsentrasi umat terjadi karena khotib yang
memimpin sholat ied di Alfatah adalah Ustad Nurcholis Majid, yang secara khusus
diundang datang dari Jakarta. Ruas jalan total ditutup pada beberapa kantong Islam.
Hal yang sama terlihat di wilayah Batu Merah – Kota Ambon. Puluhan kendaraan
warga Kristen yang akan melewati daerah itu terlihat dengan sabar berhenti, dan
menunggu selesainya waktu sholat sebelum dibuka kembali ruas jalan yang
menghubungkan pusat Kota Ambon dengan wilayah-wilayah di luar pusat kota.
Selepas sholat ied kami bergabung untuk mengikuti silaturahmi yang secara masal
dilakukan dalam bentuk 'open house' oleh Wakil Gubernur Maluku bersama staff
pemerintahan yang beragama Islam. Open House dilakukan di pelataran kantor
gubernur alternatif, di wilayah Tanah Lapang Kecil. Gubernur Maluku bersama isteri
terlihat hadir sebagai tuan rumah, yang dengan ramah menyalami setiap tamu yang
hadir. Ribuan anggota masyarakat tumpah ruah kesitu sejak jam 11.00 WIT sampai
jam 16.00 WIT. Kristen, Muslim, Hindu, Budha berbaur menjadi satu dan saling
bersalaman dalam suasana ceria penuh damai. Alunan musik bernuansa Muslim
dinyanyikan berselingan dengan lagu-lagu daerah Maluku oleh para artis lokal, yang
didominasi oleh para penyanyi beragama Kristen. Dalam luapan masa terlihat
Nurcholis Majid bersama isteri membaur pada setiap kelompok masyarakat yang
datang bersilaturahmi. Nurcholis Majid bahkan kemudian dimintakan untuk berbicara
selama beberapa waktu kepada para tamu yang hadir. Sebagaimana yang menjadi
trade mark Cak Nur selama ini, dalam pembicaraannya Nurcholis menekankan
pentingnya mengembangan kehidupan pluralis yang sejajar untuk membangun
Indonesia ke depan. Menurutnya Indonesia masih menjadi sebuah negara yang
'sementara menjadi'. Dianalogikan dengan benih, Indonesia masih membutuhkan
waktu sekitar 20 tahun lagi untuk mencapai proses pematangan sebagai bangsa.
Proses demokrasi baru dimulai, dengan bertolak dari kesalahan penataan kehidupan
berbangsa selama puluhan tahun. Sentralisme terjadi selama ini dengan bertumpu
pada Jakarta, bukan saja mengakibatkan keterpurukan wilayah-wilayah yang jauh dari
Jakarta. Tetapi juga keterpurukan yang sama –bahkan yang terkadang jauh lebih
parah- dialami oleh desa-desa di Jawa sendiri. Menyangkut konflik menurut Cak Nur
tidak dapat dimengerti dari satu sisi saja. Dengan memakai berbagai bandingan, ia
menolak terjadinya konflik agama atau etnis, dan lebih melihatnya sebagai wujud dari
pengentalan komunalisme akibat terjadinya ketidakadilan sosial. Satu hal menarik
yang ditekankan Cak Nur bahwa sejak dahulu orang Maluku jauh lebih terpelajar,
sehingga lebih mampu menyelesaikan konflik ketimbang yang terjadi di beberapa
daerah lainnya.
Dari kantor Gubernuran kami melanjutkan silaturahmi ke beberapa tokoh Muslim
lokal. Kami mengunjungi Opa Dulah Soulissa dan keluarga di daerah Waihaong. Di
rumah tokoh Masyumi yang oleh kebanyakan orang dianggap tokoh sentral umat
Islam Maluku, kami menemui gubernur Maluku beserta Isteri dan seluruh kepala
dinas provinsi Maluku. Suasana yang seperti ini dulunya selalu kami lihat dalam
setiap perayaan Idulfitri di Ambon. Rumah Opa Dullah senantiasa dipenuhi pejabat
maupun rakyat kebanyakan yang datang untuk bersilaturahmi. Ini merupakan
indikator bahwa ia masih tetap menjadi tokoh panutan yang cukup dihormati dan
disegani di kalangan Islam maupun Kristen Maluku.
Dari Opa Dullah kami mampir di rumah keluarga Hayat di daerah Waihaong. Hal unik
yang segera terlihat ketika memasuki rumah itu, bahwa salah seorang paman dari
keluarga itu yang beragama Kristen menyambut kami dengan mengenakan busana
khas Muslim. Baju koko putih lengkap dengan peci putihnya. Anggota keluarga ini
terbagi anutan agamanya selama ini. Almarhum ayah mereka bersama salah seorang
anak menjadi penganut Muslim, sementara sang ibu bersama anak-anak lainnya
beragama Kristen. Saat Idulfiri mereka berkumpul bersama, dan menurut sang paman
ia mengenakan busana Muslim sebagai simbol untuk menggantikan ayah mereka
yang telah meninggal. Dari keluarga ini kami meluncur ke daerah Air Kuning di
kawasan Batu Merah. Pemilik rumah yang kami tuju adalah Ustad Moh Atamimi,
salah satu tokoh Islam garis keras yang selama ini cukup dekat hubungannya dengan
gerakan Islam garis keras di Ambon, maupun yang datang dari luar Ambon. Semisal
Laskar Jihad dan Laskar Mujahidin. Atamimi yang saat ini telah menjadi rektor
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Negeri (STAIN) menyambut kami dengan ramah
dan menyungguhkan berbagai hidangan khas Idulfitri. Sambil duduk bersila kami
ngobrol panjang lebar bersama Atamimi dan 6 orang anggota Kopasus yang
diperkenalkan pada kami. Dari percakapan yang berlangsung rupa-rupanya Ustad
Atamimi cukup dekat dan dihormati oleh mereka.
Kami meninggalkan rumah Atamimi dan mampir di keluarga Idrus Tatuhey, salah satu
tokoh Islam moderat yang juga merupaka dosen di Universitas Pattimura. Di rumah
Idrus yang berdekatan dengan rumah Atamimi, kami menjumpai saudara-saudara
Muslim desa Tial yang datang bersilaturahmi ke rumah salah satu tokoh masyarakat
Tial ini. Menariknya di rumah Idrus kami juga menjumpai staff Sinode GPM yang
ternyata bersilaturahmi juga ke berbagai tokoh Islam di daerah Batumerah dan Ambon
sekitarnya. Hal menarik yang terlihat bahwa dalam perjalanan mereka staff Sinode
GPM mengendarai mobil sinode dengan tempelan sticker bertuliskan 'I Love Jesus'
yang cukup menyolok. Kami tak dapat membayangkan bila hal itu dilakukan di
saat-saat terjadinya konflik dulu.
Dari rumah Idrus kami mengunjungi Syarif Hadler, wakil walikota Ambon. Di rumah
syarif ternyata telah hadir cukup banyak tamu, termasuk Nurcholis Majid. Rupanya
selain menghadiri open house di kantor gubernur, Cak Nur menyempatkan diri untuk
juga mengunjungi berbagai tokoh Muslim di Kota Ambon. Para pemuda Muslim di
wilayah Galunggung dengan ramah menyambut kami dan mambantu memarkir setiap
kenderaan yang bertamu di rumah Syarif Hadler. Selama beberapa waktu di rumah
Syarif kami kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah Ustad Wahab Polpoke,
mantan ketua MUI Maluku yang tinggal di wilayah Ponogoro dalam. Sayangnya pak
Ustad sementara beristirahat, sehingga kami tak berhasil menyalaminya.
Malam ini di Hotel Amans kami kembali menghadiri pertemuan dan santap malam
bersama yang digelar berbagai organisasi pemuda dengan Nurcholis Majid dan isteri.
Terlihat teman-teman dari GMKI, HMI, KNPI, PMII, serta berbagai organisasi pemuda
lainnya yang berjumlah kurang lebih 100 orang. Dalam santap malam bersama yang
berlangsung akrab, Cak Nur kembali diminta menyampaikan beberapa pemikirannya
tentang situasi lokal, maupun kebangsaan saat ini. Tak jauh bebrbeda dengan apa
yang disampaikan pada acara 'open house' di kantor gubernur, Cak Nur kembali
mengingatkan pentingnya mengembangkan pluralisme dalam membangun Indonesia
ke depan. Persilangan budaya yang menghasilkan keunggulan kultural Indonesia
sebagai bangsa harus diutamakan dalam prinsip-prinsip kesejajaran dan keadilan.
Dengan tajam Cak Nur mengkritik kegagalan pembangunan di era Soeharto (tetapi
juga menyinggung beberapa keberhasilannya), yang menurutnya memimpin bangsa
tanpa pemahaman yang mendasar tentang konsep nation state. Menurutnya
keterbatasan Soeharto untuk memahami nation state mengakibatkan ia mejadikan
Indonesia seperti sebuah kelurahan besar, dengan berorientasi pada desa Kemusu,
tempat asal Soeharto. Lebih lanjut menurut Cak Nur kepemimpinan pasca 2004
menjadi sangat strategis untuk mengarahkan Indonesia ke depan. Dengan pemilihan
presiden secara langsung, kita akan memperoleh peresiden dengan legitimasi publik
yang sangat kuat. Tetapi juga berarti kita dapat dengan sangat kritis menentukan dan
bahkan menjatuhkan presiden, bila ia dengan semena-mena menghianati amanat
rakyat dan melanggar prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang bersih. Sikap kritis
serta etos kerja yang baik harus dengan tekun disemaikan dan dirawat, terutama oleh
generasi muda demi masa depan Indonesia. Dalam kaitan dengan etos kerja, dengan
panjang lebar Cak Nur menjelaskan ketertarikannya pada Calvinisme, yang oleh Max
Weber menjadi dasar dari perkembangan etos kerja protestantisme. Menurutnya etos
Kalvinis harus juga diadopsi dengan terukur bila bangsa ini mau berkembang dengan
baik. Peretmuan lanjutan dengan Cak Nur direncanakan berlangsung besok pagi pada
jam 10.00 di kediaman Gubernur Maluku, yang akan dihadiri terutama oleh
tokoh-tokoh agama.
Situasi malam ini sampai berita ini ditulis (jam 01.00 WIT) terlihat sangat tenang dan
damai. Ketika kami mengitari kantong-kantong Muslim sebelum menulis berita ini,
terlihat suasana yang lengang dan cenderung sepi. Barangkali orang telah terlelap
kecapaian, dan memeluk tidur dengan mimpi tentang perdamaian dan persaudaraan
sejati. Semoga!
MASARIKU NETWORK AMBON
|