Maluku Media Centre, Kamis, 04/12/2003 12:15:21 WIB
Rekonsiliasi Warnai Perayaan 7 Syawal H di Ambon
Ribuan Warga Islam-Kristen Banjiri Ritual Pukul Manyapu
Reporter: M. Azis Tunny, Mozes Fabeat
Ambon, MMC --- Desa Mamala dan Morela di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku
Tengah dibanjiri ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru Kota Ambon dan
sekitarnya, Selasa (2/12). Cuaca mendung dan sesekali turun hujan, tidak
menyurutkan niat warga untuk menyaksikan ritual adat pukul manyapu (saling
cambuk dengan sapu lidi) di dua desa yang terletak di utara Pulau Ambon itu.
Ritual penuh nuansa agama dan adat ini dikemas dalam atraksi puluhan pemuda
kedua desa. Mereka dibagi atas dua kelompok dan saling mencambuk badan lawan
dengan lidi, tulang daun kelapa. Pukul manyapu berlangsung bersamaan di Mamala
dan Morela, di halaman masing-masing masjid.
Atraksi saling cambuk ini mengakibatkan luka di sekujur tubuh. Usai atraksi,
selanjutnya dioleskan minyak kelapa yang telah dibacakan doa-doa ayat suci Alquran
di sekujur tubuh yang luka. Minyak kelapa yang digunakan tersebut berkhasiat
menyembuhkan luka tanpa meninggalkan bekas.
Menurut tuturan warga setempat, minyak tersebut semula dipakai menyambung kayu
masjid yang patah. Kisahnya, pada masa kolonialisme Belanda, warga Ambon
sempat melakukan perlawanan yang dikenal dengan nama Perang Kapahaha. Usai
perang yang mendahului Perang Pattimura (1817) tersebut, Belanda mengeluarkan
intruksi kepada warga di pegunungan untuk turun membangun kampung di pesisir
pantai. Penduduk yang sudah menganut ajaran Islam kemudian turun gunung dan
membangun perkampungan di pesisir.
Karena membuka perkampungan, maka masjid juga dibangun. Namun saat warga
mengerjakan masjid, salah satu tiang penopang masjid patah. Pemuka adat dan
agama yang terdiri dari imam masjid yakni Imam Tuni, pimpinan pemerintahan adat
Mamala Latulehu dan Tukang Besar Patikiambessy melakukan musyawarah dan
meminta Imam Tuni bermunajab kepada Allah SWT, memohon petunjuk untuk
penyelesaian pembangunan masjid.
Saat tidur pada malam hari, menurut cerita penduduk setempat, Imam Tuni didatangi
kakek tua yang berkata tidak perlu bersusah hati. Kakek itu memberi petuah agar
kayu patah tersebut dioleskan minyak kelapa yang telah dibacakan doa-doa ayat suci
Alquran dan dibalut kain putih. Petunjuk mimpi itu disampaikan kepada Latulehu, dan
selanjutnya Imam Tuni diminta melaksanakan petunjuk mimpinya.
Pada malam harinya, kayu patah itu dioleskan minyak kelapa dan ditutup kain putih.
Besoknya ketika kain dibuka, kayu patah secara ajaib telah menyatu kembali.
Minyak kelapa dengan bacaan doa-doa itu kemudian dikenal dengan nama Minyak
Tasala atau Minyak Mamala. Keturunan Imam Tuni hingga sekarang masih membuat
minyak tersebut dan bermanfaat sebagai penyembuh luka. Minyak itu akan
berkhasiat jika proses pembuatannya di malam 7 Syawal Hijiriah.
Setelah kayu masjid yang patah secara ajaib tersambung, Minyak Mamala kemudian
diuji khasiatnya pada manusia dengan cara memukul sapu lidi di sekujur tubuh
hingga luka. Kulit yang pecah akibat kena hantaman lidi, kemudian dioleskan minyak
dan lukanya pun sembuh seperti semula.
"Peristiwa itu kemudian menjadi tradisi tahunan dalam perayaan 7 Syawal," kata
tokoh masyarakat Mamala Abdul Karim Hatuwala.
Dia katakan, ritual pukul manyapu yang menjadi khas dua desa di Maluku ini saat
perayaannya menjadi tontonan menarik warga karena setiap diadakan banyak
pengunjung yang datang dari daerah lain. Selain pengunjung lokal, atraksi ini juga
sangat diminati para wisatawan mancanegara. Bahkan, oleh Dinas Pariwisata
Maluku, telah didaftarkan dalam calender of event pariwisata Maluku. Namun sejak
konflik terjadi, ritual ini hanya disaksikan warga lokal.
Peringatan 7 Syawal tahun ini, ungkap Abdul, lebih meriah dibandingkan tahun-tahun
saat konflik. Ribuan warga Muslim-Kristen kali ini saling berbaur, menyaksikan ritual
pukul manyapu tanpa saling curiga.
Di tengah ribuan warga, terlihat pula Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, Ketua
DPRD Provinsi Maluku Zeth Sahuburua, Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Agustadi
SP, Walikota Ambon Drs MJ Papilaja MS, Bupati Maluku Tengah Ir Abdullah Tuasikal
dan sejumlah pejabat lainnya.
Usai menyaksikan atraksi, Gubernur Ralahalu kepada wartawan menyatakan, pukul
manyapu merupakan kebudayaan Maluku, warisan leluhur yang memperkaya
khazanah kebudayaan daerah dan bangsa. Perayaan ini juga memberikan citra
bahwa Mamala-Morela memiliki adat luar biasa unik dan harus dilestarikan.
Menurutnya, tradisi pukul manyapu bisa dijual karena memiliki nilai adat dan budaya
yang tinggi.
"Tradisi ini harus dipertahankan sepanjang generasi. Dan yang berkesan perayaan ini
juga menjadi momen rekonsiliasi antar warga Muslim-Kristen. Kesempatan ini turut
merajut tali kasih yang putus akibat konflik," tandasnya.
REKONSILIASI
Nuansa rekonsiliasi dalam ritual 7 Syawal Hijriyah di dua desa Muslim itu semakin
dipertegas dengan tema perayaan, "Katong orang basudara (kita orang bersaudara)
dengan adat dan tradisi mari bangun Maluku baru dalam suasana persaudaraan".
Selain penonton dari daerah lain, Mamala-Morela juga banjiri warga dari desa pela
(saudara) yang beragama Kristen. Mamala didatangi warga Kristen Lateri sedangkan
Morela didatangi desa pelanya, Waai yang penduduknya beragama Kristen.
Perwakilan Komunitas Kristen Asal Desa Soya Dang Sohilait juga terlihat hadir di
sana. Acara lebih meriah sebab dihadiri artis ibukota Yopie Latul, Ridwan Hayat dan
Joice Pupella.
Sebelum acara pukul manyapu dimulai, terlebih dahulu dilakukan lelang satu paket
VCD. Lelang dipandu pelawak Ambon Om Koko, Yopie Latul dan Ridwan Hayat. VCD
berisi rekaman peristiwa warga Muslim Morela memprakarsai pemulangan warga
Kristen Waai dari pengungsian ke kampung halamannya. VCD dilelang kepada para
pejabat yang hadir. Lelang ditutup dengan mengumpulkan dana Rp 49 juta. Dana ini
akan disumbangkan untuk pembangunan Masjid Morela dan Gereja Waai.
Kepada MMC, salah seorang warga Morela Usman (30) mengaku, seluruh warga
desa Morela bertekad membantu membangun kembali Desa Waai yang hancur akibat
konflik. "Kami semua warga Morela bersepakat membantu basudara kami di Waai
untuk kembali membangun negeri mereka, teristimewa Gedung Gereja Waai,"
paparnya.
Acara pukul manyapu di Morela tidak hanya melibatkan pemuda setempat, namun
terdapat satu pasangan dari Desa Waai. Hal ini terlihat jelas sebab salah di dada satu
pasangan pemuda yang memainkan atraksi, tergantung kalung dengan Salib Yesus
di dada.
Pemuda Waai Benny B (25) saat ditemui MMC mengatakan, dirinya sangat terharu
dalam suasana rekonsiliasi tersebut. "Terus terang saya sangat terharu dengan
suasana ini, sebab sudah tidak ada lagi sekat yang memisahkan kita sebagai negeri
basudara. Walupun berbeda agama, basudara dari Morela memang sangat menaruh
simpati terhadap pembangunan desa kami, dan kami semua sangat gembira
menyambut ketulusan mereka", paparnya.
Usai perayaan, para pengunjung pun berhamburan memasuki arena ritual, mengambil
sapu lidi sebagai souvenir. Selain itu juga beberapa pengunjung berebutan mengambil
Minyak Mamala, yang dipercaya dapat menyembuhkan luka pada kulit. (MMC).
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|