Maluku Media Centre, Senin, 17/11/2003 22:19:20 WIB
TNI AL Bangun Pos di Batas Maluku-Timor Leste Pangarmatim
Pastikan Lantamal VIII Diresmikan Desember
Reporter: Febby Kaihatu, Gerry Mahakena
Ambon, MMC --- Rencana peningkatan status Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal)
Ambon, menjadi Pangkalan Utama AL (Lantamal) dipastikan terwujud, Desember
mendatang dengan nama Lantamal VIII. Panglima Armada Timur (Pangarmatim),
Laksamana Muda TNI Slamet Soebijanto mengungkapkan hal itu di Ambon, Minggu
(16/11).
"Direncanakan, bulan Desember Lantamal VIII sudah terbentuk. Ini kebijaksanaan
Kepala Staf Angkatan Laut (AL)," tandasnya.
Soebijanto menyebut kebijakan peningkatan status Lanal menjadi Lantamal
merupakan konsep lama, jadi tidak ada masalah dalam pelaksanaannya. Lebih-lebih,
katanya, Lanal Ambon dulu berstatus Lantamal sehingga peningkatan status nanti,
sebenarnya hanya kembali ke status semula. Sebab itu, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan Lantamal juga tidak ada masalah.
Pangarmatim juga menjelaskan, dasar pembentukan Lantamal di Ambon, selain
adanya Keputusan KASAL No Kep/12/X/2003 tentang pembentukan Lantamal VIII,
juga karena potensi kewilayahan Ambon yang 90 persen adalah lautan. Dia
ungkapkan, di Ambon memang sangat dibutuhkan satu pangkalan utama yang
konsepnya adalah mendukung operasi kapal-kapal supaya agak lebih lama di laut.
"Konsep pembentukan itu adalah mendukung kepanjangan operasi kapal-kapal.
Ambon adalah daerah yang sangat ideal untuk itu," tandasnya.
Lantamal VIII nantinya membawahi Lanal Tual dan Lanal Aru. Sedangkan Lanal
Ternate, yang juga diusulkan masuk dalam wilayah Lantamal VIII, untuk sementara
akan dikaji.
Soebijanto mengakui, jumlah personil di Lanal saat ini masih terbatas untuk sebuah
Lantamal. Tapi dia menjamin hal itu dapat diatasi dengan penetapan skala prioritas,
personil mana saja yang akan segera dipenuhi, sambil memanfaatkan personil yang
ada untuk sementara.
Terkait dengan armada operasi atau kapal perang yang juga harus dilengkapi untuk
kebutuhan Lantamal, Pangarmatim menyatakan, masalah kapal juga tak terlalu berat,
karena di Armada Timur punya satu pola operasi yang mengatur tentang kapal-kapal
tersebut.
"Tiap tahun Kepala Staf AL menganggarkan kapal yang panjangnya 36 meter,
sebanyak tiga sampai lima buah. Selain itu, ada juga permintaan bantuan ke
Pemerintah Provinsi, karena hal itu untuk kepentingan daerah. Makanya daerah
diharapkan bisa memberikan bantuan. Nilai per kapal yang dibuat mencapai Rp 12
miliar," terangnya.
Mengenai Gugus Keamanan Laut Timur (Guskamlatim) setelah pembentukan
Lantamal nanti, Soebijanto, akan digeser. "Jadi, Guskamlatim akan sementara kita
geser atau tempatkan di Biak, karena Biak juga sangat strategis. Sambil menunggu
pergeseran, Guskamlatim akan kita tempatkan di kapal, karena pada dasarnya gugus
keamanan laut sifatnya mobile, siap berkantor di kapal-kapal," tuturnya.
Batas Timor Leste
Soebijanto juga menjelaskan, saat ini TNI AL telah menempatkan pos pengamanan di
perbatasan Maluku dan Timor Leste untuk mengantisipasi gangguan keamanan di
sana. Penempatan pos tersebut dipandang perlu, mengingat dekatnya posisi kedua
wilayah sehingga setiap saat bisa saja timbul masalah yang tak diduga sebelumnya.
Meski demikian, dia akui sampai saat ini belum pernah terjadi hal-hal menonjol yang
mengganggu ketentraman kedua daerah terkait dengan wilayah perbatasan.
Dijelaskan, langkah antisipasi di perbatasan Timor Leste dilakukan berdasarkan
instruksi Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Benhard Sondakh. "Kepala Staf AL
memberi instruksi agar mengantisipasi kemungkinan yang tidak kita inginkan secara
lebih dini," ungkapnya. Untuk maksud itu, TNI AL telah menarik pasukan dari Roma
untuk digeser ke Pulau Kisar dan Wetar.
Ditanya wartawan mengenai maraknya kasus pencurian ikan di wilayah perairan timur
yang menjadi tanggung jawab Armatin, dia akui pencurian ikan merupakan sebagian
dari ancaman di lautan. Wilayah Laut kawasan timur diketahui sangat kaya dan
menarik perhatian para pencari ikan, bukan saja dari dalam negeri namun banyak
juga yang datang dari luar negeri.
Dia menegaskan, kapal-kapal ikan yang tidak memiliki dokumen atau izin operasi,
tentu saja ditindak tegas. Contohnya, beberapa waktu lalu TNI AL menenggelamkan
dua buah kapal asing berbendera Thailand, karena tidak memiliki surat-surat resmi
yang dibutuhkan untuk izin operasi. Khusus untuk hal ini, lanjutnya, Pangarmatim
sudah punya komitmen melakukan pengawasan dan segera mengambil tindakan
tegas terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi.
Sepanjang tahun 2003 ini, jelasnya, telah terjadi sedikitnya 700 kasus pelanggaran di
wilayah perairan Armada Timur, mulai dari kasus penyelundupan kayu, masalah kapal
ikan, serta banyak kasus lainnya. Kebanyakan, kapal-kapal itu ditahan dan diperiksa.
Kodamar
Sementara itu, tentang rencana pembentukan Komando Daerah Maritim (Kodamar) di
wilayah Lantamal IV dan Lanal Ambon, Soebijanto mengatakan masih dalam proses
kajian ulang, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil maksimal.
"Rencana pembentukan Kodamar sangat baik untuk membangun konsolidasi yang
mantap dengan siapapun dalam membuat suatu sistem pertahanan yang lebih baik,"
ungkapnya.
Sebelumnya di Wilayah Armada Timur terdapat Komando Daerah Angkatan Laut,
maka hal ini dapat dimungkinkan untuk dibentuk Kodamar sebagai langkah strategi
ke depan. Lantaran itu, dia mengharapkan dalam tahun 2004 nanti hal ini bisa
terwujud sesuai kondisi yang ada.
Bantuan Pemprov
Sementara itu, untuk merehabilitasi berbagai sarana dan prasarana di Lanal Ambon,
setelah sekian lama ditempati pengungsi, Pemerintah Provinsi Maluku akan
memberikan bantuan dana sebesar Rp 12 miliar. Hal itu diungkapkan Komadan Lanal
Ambon, Kolonel Marinir Ibrahim Sadong dalam pemaparannya di hadapan
Pangarmatim Laksamana Muda TNI Slamet Soebijanto.
Menurut Danlanal, jumlah dana tersebut sudah disetujui oleh Pemerintah Provinsi
Maluku, dan telah diusulkan pula ke Jakarta, untuk merehabilitasi sarana dan
prasarana di Lanal yang selama ini dipakai oleh para pengungsi.
Dalam paparan itu, Ibrahim Sadong juga jelaskan bahwa sampai saat ini, masih ada
pengungsi di Lanal yang perlu ditangani dan dipulangkan ke tempat asal mereka.
Para pengungsi tersebut masih ada di Kompleks Lanal, jumlahnya mencapai 4.000
jiwa, dan sampai kini masih di Lanal karena sistem pemulangan belum dilakukan
secara serempak. (MMC)
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|