Radio Nederland Wereldomroep, Kamis 11 Desember 2003 07:30 WIB
Universitas Yale Terbitkan Laporan Genosida di Papua
Pada hari hak-hak asasi sedunia HAM sedunia, penguasa Indonesia diberi kado oleh
Universitas Yale, Connecticut, Amerika Serikat. Pusat studi genosida perguruan
tinggi kelas dunia itu menghadiahi Jakarta dengan laporan upaya genosida di Papua
oleh penguasa Indonesia. Octavianus Mote, peneliti tamu pada studi genosida dan
fakultas hukum Universitas Yale menyebut laporan tersebut memiliki kekuatan
akademis. Ia berharap laporan yang belum diumumkan tersebut dapat menggugah
dunia.
Octavianus Mote [OM]: Mencari apakah di Papua ini ada genosida atau tidak. Dan
hasilnya, kami menyimpulkan bahwa indikasi ke arah itu amat sangat kuat. Genosida
itu begitu banyak definisinya. Dan salah satu definisi dari genosida itu kan
pembantaian terhadap satu keluarga misalkan saja. Secara sistematis terencana.
Karena misalnya keyakinan politik keluarga itu dibantai habis. Itu kami temukan di
beberapa kasus. Di daerah dilakukan operasi militer secara besar-besaran.
Pada jaman Soeharto, walau pun totaliter pemerintahannya, sekarang ini lebih tidak
beradab. Kalau lihat dari pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, jumlah orang yang
mati, itu di dalam waktu kurang dari lima tahun itu, sudah luar biasa besarnya. Jauh
lebih tidak beradab daripada jaman Soeharto. Ini kami meneliti dari sejak Indonesia
mengambil Papua sebagai bagian dari negaranya.
Radio Nederland [RN]: Dan tentunya akan ada follow-up dari laporan ini. Ke mana itu
follow-upnya?
OM: Yang kami harapkan sebetulnya, kami dengan menerbitkan ini, menggugah
dunia.
RN: Seberapa jauh Anda yakin laporan ini bisa menggugah dunia?
OM: Saya yakin sekali karena kasus-kasus yang kami pakai di sini, yang kami pakai
secara akademis bisa mengujinya. Dan lembaga Yale sendiri adalah sangat
menjunjung tinggi dia punya kredibilitas akademisnya. Di Amerika adalah salah satu
yang terbaik. Saya tidak terlibat guna menjaga obyektivitas tulisan ini. Kalau dibuat
oleh orang Papua sendiri, yang saya khawatirkan adalah bias.
RN: Tapi kan Anda tahu ya genosida itu sangat sulit dibuktikan, seperti kasus
Slobodan Milosevic di peradilan Mahkamah Internasional di Den Haag, ini genosida
sulit sekali dibuktikan dan pelakunya sangat sulit dihukum. Jadi saya kok ragu kaum
pelaku kejahatan genosida di Jakarta bisa diadili.
OM: Ada dua hal. Satu pengadilan sebagai konsekuensi dari laporan kebenaran itu.
Kami bisa secara akademis membuktikan akan hal itu. Itu tidak terlalu sulit. Tetapi
persoalan besar, itu adalah memang menyeret pelaku pembantaian, untuk saat ini
tidak mungkin. Kita ambil saja contoh pengadilan HAM di Jakarta. Sejumlah jenderal
yang dipanggil, tidak mau datang dalam pengadilan Timor Timur, pembantaian di
depan internasional. Itu pun sama nasibnya. Tidak maju ke mana-mana.
RN: Di hari HAM sedunia, ini Anda tentunya bisa memberi penilaian tentang
penegakan HAM di Indonesia, khususnya Papua. Apa penilaian Anda?
OM: Papua adalah bangsa yang menderita dari jaman ke jaman. Lebih dari 40 tahun
di bawah pemerintahan Indonesia. Semakin buruk daerah itu. Semakin perlu
perhatian. Sekarang kita tahu bahwa Timbul Silaen (terdakwa kasus pelanggaran
HAM Timor Timur) itu menjadi Kapolda di Papua. Padahal Polda adalah salah
satunya lembaga yang tadinya bekerja bersama dengan rakyat menegakkan hak
asasi manusia. Pada saat yang sama Eurico Guteres yang membantai
saudara-saudaranya sendiri sekarang sudah membentuk milisia di Papua. Dan pada
bulan Maret tahun ini bekas Kapolda Papua Budi mengumpulkan sejumlah tokoh
gereja. Dan dalam kesempatan itu dia mengatakan bahwa tentara sudah melatih
seribu milisia. Jadi apa yang baik dari Megawati yang katanya demokratis itu. Itu
semakin buruk dan semakin jahat.
Demikian Octavianus Mote.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|