Radio Nederland Wereldomroep, Jumat 14 November 2003 07:45 WIB
Jejak Azahari dan Yang Hilang dari Perburuan Teroris
Intro: Sementara Azahari tidak juga tercium jejaknya, belakangan terungkap bahwa
polisi pernah mendeteksi sinyal telpon gengamnya di Lembang Jawa Barat. Dari
mana polisi memperoleh sumber tersebut? Lagi pula, kenapa sekarang polisi tidak
pernah lagi bicara soal bahan peledak RDX? Adakah bisu soal RDX ini berkaitan
dengan tidak terlacaknya Azahari? Atau mungkin masih ada gembong teror lain?
Koresponden Jopie Lasut mengirim laporan berikut dari Jakarta:
Perburuan para teroris di Indonesia kini menimbulkan skeptisisme masyarakat.
Soalnya masyarakat melihat ada kalanya perburuan itu terputus atau seolah-olah
dialihkan ke jalan buntu. Ini tampak antara lain dengan dihentikannya perburuan
terhadap Dulmatin salah satu tokoh utama pemboman Bali. Juga tersendatnya
perburuan Zulkarnaen. Padahal Zulkarnaen disebut sebagai panglima tertinggi JI saat
ini yang belum tertangkap. Maka selama masyarakat dalam hal ini polisi R.I belum
diberi akses untuk memeriksa Hambali, selama itu pula masyarakat Indonesia,
khususnya umat Islam tidak akan percaya bahwa perburuan terhadap pelaku-pelaku
terorisme di Indonesia dilakukan sungguh-sungguh.
Beralasanlah jika ada yang mencurigai pihak kepolisian. Sebagaimana dikatakan oleh
DR. Muslim Abdurrahman seorang pemikir populer di Muhamadiyah, "Saya agak
skeptis dengan perburuan teroris di Indonesia." Memang skeptisisme ini jelas
merugikan masyarakat. Karena itu perlu ketegasan pemerintah untuk menahan
orang-orang yang terlibat, meski mereka terkait dengan pihak ketentaraan, termasuk
yang sudah pensiun atau non aktif. Demikian pendapat seorang aktivis Islam.
Sedangkan Hadidjoyo Nitimihardjo, seorang pengamat politik nasionalis, berpendapat
kita harus tetap percaya pada pihak kepolisian.
Hadidjoyo: Kita lihat belakangan ini, kinerja polisi kan cukup bagus. Terbukti sudah
menangkap dua orang pengebom Marriott yang di Cirebon dan hampir saja
menangkap Azahari. Jadi menurut saya juga melihat kesuksesan mengunngkapkan
bom Bali dan lain sebagainya, maka kita lihat kinerja polisi sudah makin membaik.
Dan ini yang harus ditingkatkan terus. Kalaupun ada ketakutan atau keseganan
terhadap angkatan lain, saya kira itu bisa diselesaikan secara politis.
Demikian Hadidjoyo. Sulit memang untuk memberantas terorisme di Indonesia, jika
pemerintah kurang tegas. Umar Abduh, seorang mantan tapol Islam yang pernah
ditahan karena terlibat pembajakan pesawat Garuda, menyatakan, "Polisi harus fair."
Sinyal telpon genggam atau HP tokoh JI, Azahari sudah pernah dideteksi ada di
Lembang, Jawa Barat. Namun itu tidak pernah diberitakan. Darimana polisi
memperoleh sumber tersebut? Ada yang mencurigai sinyal HP itu merupakan
komunikasi seluler dari Azahari dengan seseorang di pihak kepolisian. Yang menjadi
pertanyaan, siapa yang berhubungan dengan Azahari? Kini telpon itu pasti sudah
dibuang oleh Azahari berarti polisi menghadapi jalan buntu.
Namun kini patut diketahui siapa-siapa yang membantu Azahari, tegas Abduh. Ada
pula suara di masyarakat yang menyatakan bahwa orang-orang yang ditahan dalam
kasus bom Bali sudah mengakui bahwa yang mengorganisir semuanya adalah
Zulkarnaen. Tetapi bagaimana follow-upnya? Siapa sesungguhnya Zulkarnaen? Ia
yang yang menyuruh orang-orang dari berbeda Mantiqi untuk bertemu. Dialah
panglima tertingi mereka, setelah Hambali tertangkap. Yang juga menjadi pertanyaan
ialah, mengapa bahan peledak RDX sudah tidak disebut-sebut lagi? Padahal ketika
bom Bali diledakkan polisi sibuk menyebut-nyebut adanya RDX. Tetapi sekarang
tiba-tiba bom yang ada tidak mengandung RDX lagi. Hanya TNT saja. Ke mana
larinya RDX tersebut? Mungkinkah RDX tersebut sudah tidak dipasok lagi oleh
Zulkarnaen?
Memang masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Di antaranya adalah tiga
faksi dalam tubuh Jamaah Islamiyah. Faksi pertama yaitu faksi ideologis dipimpin
Abu Rosdan. Faksi kedua faksi moderat dipimpin Abu Bakar Ba'asyir. Sedangkan
faksi JI yang radikal dipimpin Hambali dan Zulkarnaen. Ketiga faksi ini ternyata sudah
tidak punya hubungan lagi satu sama lain. Sayangnya faksi ideologis dan moderat
tidak berani terang-terangan menjelaskan hubungan kooptasi faksi Hambali dengan
pihak-pihak tertentu. Dua faksi ini justru hingga kini tidak bersuara sehingga
tertutuplah semuanya. Maka kini sulitlah untuk membuka misteri kerjasama JI
dengan orang-orang intel penting yang pernah berkuasa selama Soeharto memimpin
Indonesia.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|