Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 18 November 2003 08:30 WIB
Ada Kesengajaan Untuk Membuat Poso Rusuh Lagi
Intro: Setelah sempat tenang beberapa minggu, kota Poso dan sekitarnya kembali
dilanda kerusuhan dan pembunuhan. Kemarin siang ribuan masa mengepung Markas
Kepolisian Resort Poso di Jalan Pulau Sumatra. Massa menuntut agar polisi
membebaskan Irwan bin Rais, yang ditangkap polisi sehari sebelumnya. Irwan
dituduh terlibat kerusuhan 12 Oktober lalu. Peristiwa lain terjadi di Kampung
Ratolene, Kelurahan Kasiguncu, Poso Pesisir. Oranye Tajoja, 60 tahun, bendahara
Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah dan supirnya tertembak mati. Menurut Anto
Sangaji, koordinator Yayasan Tanah Merdeka di Palu, untuk menyelesaikan konflik di
Poso harus dilakukan dua langkah pada dua aras. Di aras bawah, harus ada usaha
sungguh-sungguh untuk menyita senjata dari tangan masyarakat. Di tingkat atas
sumber pemasok senjata harus ditutup. Menurut Sangaji, sumbernya adalah dari
Filipina dan PT Pindad. Tapi sayang tampaknya tidak ada niat untuk menyelesaikan
konflik ini secara tuntas. Malahan ada kesengajaan untuk membiarkan konflik ini.
Anto Sangaji [AS]: Misalnya kalau kita mengikuti peristiwa itu sejak kemarin sampai
hari ini. Ini kan orang sudah mulai balas membalas. Misalnya kemarin ketika polisi
mulai dengan melakukan penembakan terhadap beberapa orang yang diduga sebagai
pelaku dalam peristiwa penyerangan di Poso pesisir, bulan Oktober yang lalu. Itu kan
kemudian diikuti dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh massa setempat ke
kantor Polres. Kemudian berikutnya terjadi pembunuhan terhadap dua orang, salah
satu diantaranya adalah bendahara dari Sinode GKST, Gereja Kristen Sulawesi
Tengah, yang pusatnya di Tentena.
Terus hari ini itu kan ada peristiwa terbaru lagi. Bus yang melayani penumpang dari
Palu menuju ke Bungku, Kabupaten Morowali itu kan ditahan di salah satu kampung
pemukiman Kristen. Sampai hari ini satu orang masih hilang. Jadi kesimpulan saya,
ketika kekerasan ini mulai didorong kembali, itu memang secara mudah menimbulkan
reaksi dimasyarakat. Menurut aku ibaratnya ini berbalas pantun. Pertama pihak
muslim yang korban kemudian diikuti pihak Kristen, nah sekarang muslim lagi.
Biasanya kita melihat pada bulan Ramadhan atau pada peristiwa-peristiwa menjelang
Desember, itu sering kali terjadi seperti ini.
Radio Nederland [RN]: Ya. Tapi anda dalam wawancara dengan kami lebih dahulu
pernah mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat awam itu sudah jenuh dengan
kekerasan?
AS: Benar. Di masyarakat di lapisan bawah terutama itu sudah jenuh. Orang ingin
hidup lebih aman. Tetapi ketika terjadi kembali peristiwa semacam begini, orang mati
dengan KTP agama tertentu, ini secara cepat mengundang reaksi kembali.
Masyarakat awam terutama di bawah, begitu dengan mudah melihat ini sebagai
peristiwa antar agama. Menurut aku ini yang harus diselesaikan. Tadi aku sudah
bilang bahwa pendekatan penyelesaian semacam ini memang harus dilakukan di dua
level. Pada level yang paling bawah, level di masyarakat terutama, itu harus ada
usaha untuk secara sungguh-sungguh, menyita terutama senjata-sejata api yang
hingga kini masih beredar di masyarakat. Nah kalu itu tidak diselesaikan, kekerasan
ini akan tetap terjadi. Terus di level berikutnya itu yang paling penting adalah sumber
hulu dari penyebaran senjata itu. Nah ini yang sampai hari ini tidak pernah
diselesaikan. Tidak pernah dilakukan oleh aparat keamanan, baik tentara maupun
kepolisian.
RN: Tolong anda jelaskan apa yang anda maksud dengan sumber hulu?
AS: Sumber hulu ini kan kita tahu persis. Senjata yang beredar di Poso, itu dari dua
sumber. Yang pertama itu dari penyelundupan lewat Filipina Selatan. Yang kedua itu
kan senjata-senjata yang di lapangan ditemukan indikasinya milik TNI dan Polri. Atau
taruhlah bersumber dari PT Pindad. Pabrik senjata milik TNI AD di Bandung. Nah
sejauh inikan tidak pernah ada usaha untuk mengungkap itu. Yang terjadi kan aparat
keamanan minta masyarakat untuk menyerahkan senjata yang beredar di tangan
mereka. Tapi tidak pernah ada usaha untuk memutuskan yang dihulunya itu. Baik
yang dari Pindad maupun yang dari Filipina Selatan.
Padahal menurutku kalau mau lebih strategis, itu kan aparat keamanan harus
meningkatkan operasi keamanan. Misalnya menjaga keamanan di Filipina Selatan
yang menjadi sumber penyebaran senjata di sini. Dan memutus mata rantai yang
bersumber dari Pindad atau bersumber dari oknum-oknum di TNI dan Polri yang
menyebarkan senjata itu sampai ke tangan masyarakat. Tanpa itu diselesaikan, ini
kan ibarat kita mengawetkan kekerasan.
Demikian Anto Sangaji, koordinator Yayasan Tanah Merdeka di Palu.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|