Radio Nederland Wereldomroep, Senin 20 Oktober 2003 07:15 WIB
TNI/Polri Harus Buktikan Bahwa Mereka Bukan Pelaku Konflik
Poso
Siapa pelaku penyerangan Poso? Badan Intelejen Negara menyebut mereka sebagai
pemain baru. Namun Mabes TNI Cilangkap menyebut mereka cuma orang lama yang
dimanfaatkan pelaku baru setempat. Sebelumnya Menko Kesra Jusuf Kalla menyebut
pelaku adalah orang luar. Maka tak heran konflik di tanah air tak kunjung usai kalau
respon penguasa hanya mengumbar tebakan sana-sini tanpa berupaya nyata
melakukan penangkapan. Darwis Waru, koordinator kelompok kerja resolusi konflik
Poso mengaku sulit berpaling dari kemungkinan pelaku adalah sempalan TNI/Polri.
Darwis Waru [DW]: Yang pasti bahwa bukan dua kelompok ini, karena suasana
kondusif sangat bagus ketika itu di dua komunitas. Kami juga sepakat bahwa ini
adalah pasukan terlatih. Mereka juga beberapa orang bisa berbahasa daerah
setempat. Yang pasti bahwa mereka adalah yang punya kepetingan terhadap konflik
ini. Kami curiga bahwa ini adalah orang dalam yang dimaanfaatkan oleh orang luar.
Radio Nederland [RN]: Tapi saya punya catatan pasca perjanjian damai Malino itu
kan ada peristiwa penembakan-penembakan misterius bis antar kota di Palu, Poso.
Terus ada bom di mana-mana pelakunya tidak jelas. Dan ini dituding juga
kelompok-kelompok yang sama begitu?
DW: Kalau memperhatikan cara penyerangan kemudian senjata yang digunakan pada
tanggal 12 yang lalu. Itu sebetulnya ada beda. Aku curiga ini orang baru. Jadi kalau
Menko Polkam bilang orang lama aku lebih cenderung orang baru.
RN: Tapi ini kan jadi perdebatan ya. Orang baru dengan memakai orang lama. Orang
lama yang beraksi kembali. Tapi yang pasti dua-dua mereka ini adalah terlatih ya?
Inipun sudah diakui oleh Menko Polkam maupun Kepala BIN, Intelijen Indonesia. Tapi
kenapa mereka kok diam saja. Sudah tahu begitu kok diam tidak menangkapi?
DW: Nggak usah yang terlalu jauh sampai penyerangan yang sangat terlatih seperti
itu. Tanggal 1 kemarin kan terjadi pembunuhan di desa Tampe Madoro antara Tentena
dengan Poso. Itu sebenarnya pelakunya sudah jelas. Ada empat orang yang
membuntuti dan dia sempat diburu oleh polisi, tetapi bahkan polisi yang memburu itu
lagi-lagi ditembak ulang oleh dua perampok itu. Tapi sampai sekarang tidak bisa
ditemukan.
RN: Tetapi di satu sisi ada sebuah laporan dari Jakarta soal Jamaah Islamiyah. Dan
di situ menyebut secara tegas bahwa Poso adalah tempat latihan mereka. Artinya
kelompok-kelompok terlatih ini adalah mereka-mereka yang menjadikan Poso
sebagai ajang latihan tempur mereka.
DW: Kemungkinan itu tetap ada, tapi kita tidak bisa pastikan. Tetap kemungkinannya
ada seperti itu bahwa pasti tetap ada jaringan di luar. Ini kan sebenarnya sangat kuat
dugaan bahwa motif pertama, yang target pertama diinginkan adalah kedua kelompok
bersitegang dengan ada dua korban. Selang 12 jam esok harinya ada seorang lagi
yang diculik kebetulan beragama Islam. Sebelumnya yang diserang adalah mayoritas
beragama Kristen.
RN: Dan ini tampaknya anda nggak bisa mencurigai TNI Polri, begitu ya?
DW: Kecurigaan kami besar ke situ, sebenarnya. Karena pertanyaannya adalah siapa
yang punya senjata sekarang. Operasi yang dilakukan selama ini kan sampai di
kamar-kamar penduduk pemeriksaan. Kemudian mobil-mobil yang masuk juga
diperiksa. Kami curiga besar ke situ. Kalau Menko Polkam membantah itu, itu
sah-sah juga. Persoalannya adalah sampai sejauh mana mereka bisa membuktikan
bahwa memang dia yang bukan melakukan itu.
Nah semalam ini kan beberapa kelurahan di pinggir kota juga sudah mulai
diobrak-abrik. Tadi malam jam dua ada beberapa persoalan lokal dengan rencana
pemekaran Sulawesi Timur yang memperebutkan antara Luwuk dengan Poso. Bisa
jadi ini salah satu upaya untuk menggagalkan itu. Sehingga nantinya ibukota bukan di
sini dengan pertimbangan terjadi konflik .
Analisis lainnya adalah bisa jadi dengan hal-hal ini mengkukuhkan rencana
mendirikan batalyon di Poso. Setting (pada tingkat, red.) nasionalnya adalah
memperkuat atau membentuk opini bahwa yang bisa mengamankan negeri ini adalah
tentara. Bisa juga kita melihat dari sisi konflik internal antara polisi dengan tentara.
Persoalan kecemburuan dari TNI dengan polisi yang terlalu banyak mendapat
fasilitas.
RN: Polisi dapat fasilitas lebih dari tentara? Seperti apa maksudnya?
DW: Mulai dari sarana transportasi kemudian dalam soal pengaturan operasional di
lapangan ini juga sangat rawan untuk terjadinya perebutan siapa yang harus mengatur
secara operasional
RN: Mengatur para pengusaha-pengusaha coklat, alur uang dan sebagainya, begitu?
DW: Ya, kalau sekarang ini kan polisi. Wilayah-wilayah konflik seperti ini kan sangat
rawan dengan pungutan liar di jalan. Mulai sampai pengawalan ke kebun sampai
bis-bis yang di jalan. Itu kan terjadi pungutan-pungutan liar di situ.
Demikian Darwis Waru, koordinator kelompok kerja resolusi konflik Poso.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|