Radio Nederland Wereldomroep, Rabu 24 Desember 2003 08:00 WIB
Kalau TNI Tidak Terlibat di Timika, Lalu Siapa?
Komandan Pusat Polisi Militer Mayor Jenderal Sulaiman A.B. menyatakan, dinas
rahasia Amerika FBI telah membersihkan nama TNI dari perkara pembunuhan di
Timika tahun 2002 lalu. Menurut Aloysisus Renwarin dari Lembaga Studi Advokasi
Hak Asasi Manusia atau Elsham di Papua, ini baru pernyataan sepihak TNI dan
bukan pernyataan resmi pihak FBI. Tetapi Renwarin mencium adanya konspirasi yang
lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada kepentingan hukum. Ketua
Elsham in icemas nanti akan dicari kambing hitam atau pihak ketiga lainnya yang
dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Ikuti keterangan Aloysius Renwaren
kepada Radio Nederland:
Aloysius Renwaren [AR] : Ini kan vesrinya Indonesia bukan versinya FBI sendiri. Tes
balistik itu kan sudah lama bahan pelurunya, apakah betul ditemukan di situ. Kalau
komentar kaya begini kan membuat rakyat Papua menjadi ragu lagi tentang hasil
investigasi FBI. Yang mereka percaya itu akan berani mengungkapkan kasus
penembakan di mile 32 di Timika. Sehingga membuat kabur sebenarnya kasus ini
kembali.
Radio Nederland [RN]: Apa itu bukan tujuannya TNI?
AR: Saya kurang tahu apakah ini tujuan TNI atau tidak, tetapi saya masih percaya
sudah saatnya melibatkan barbagai pihak, berbagai negara yang mempunyai tenaga
investigasi yang sangat kredibel untuk bisa membantu mengungkapkan kasus itu
kalau FBI tidak mampu.
RN: Kalau jendral AB Sulaiman berani menyatakan itu, apakah itu bukan berarti dia
mendahului FBI?
AR: Iya yang jelas kan pengumuman dari Pak AB Sulaiman itu kan mendahului
pernyataan FBI, sehingga kami juga belum lihat FBI mengumumkan hasil itu secara
resmi kepada pemerintah Amerika atau juga kepada Indonesia supaya kasus itu bisa
terungkap dengan baik. Ini kelihatannya dibuat satu pihak menyampaikan komentar
tentang hasil temuan di kasus Timika.
RN: Tetapi kan pihak TNI nggak berani begitu saja mengeluarkan pernyataan seperti
itu kalau tidak dikuatkan oleh pihak FBI?
AR: Ya ini kan semua punya kepentingan. Yang jelas Freeport ini kepentingan semua
bangsa yang terlibat menanamkan aksesnya sebagai perusahaan multi nasional di
sana, sehingga bisa saja kepentingan hukum itu dikaburkan demi kepentingan
ekonomi.
RN: Kalau memang nantinya di Amerika kepada Kongres, FBI menyatakan TNI tidak
terlibat dalam pembunuhan ini. Lalu sekarang bagaimana pak?
AR: Saya kurang tahu, siapa yang dituduh lagi untuk melakukan pembunuhan
terhadap dua warga negara, apakah itu batu-batu di sekitar mile 62 yang
menggunakan senjata atau apapun juga. Sehingga kami kurang tahu siapa sekarang
ditudingkan yang melakukan pembunuhan terhadap dua warga Amerika dan satu
warga Indonesia. Saya pikir sudah saatnya ini buka saja nanti kita lihat siapa yang
terlibat.
RN: Jadi menurut bapak akan dicari kambing hitam baru?
AR: Saya mau lihat apa di era transparansi dan negara terkemuka di dunia Amerika
ini apakah dia benar bisa mengungkapkan itu secara jujur di depan publik Papua.
Yang selama ini kan hasil penambangan digerogoti oleh perusahaan Amerika
tersebut. Sehingga saya pikir kembali lagi konspirasi tahun 1967, di mana
kepentingan Amerika itu membuat kontrak karya kerja itu yang penuh dengan cacat
hukum. Pada saat itu secara de facto kan Papua belum masuk ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia secara de juore, secara hukum.
RN: Nah konspirasi ini selain tujuannya ekonomi tujuan politiknya apa lagi?
AR: Saya lebih lihat pada tujuan kepentingan ekonomi.
RN: Ada kemungkinan untuk dipetieskan?
AR: Kami belum melihat ini akan dipetieskan kasus tersebut. Kami belum melihat
pengumuman resmi, baik dari FBI maupun TNI kepada publik ini. Belum menunjukkan
bukti-bukti yang lengkap termasuk siapa sih yang terlibat dalam pembunuhan itu.
Kalau dibilang orang, orang ke tiga siapa?. Saya pikir tidak maksimal dalam
penegakan hukum itu. Kita bisa menghadirkan saksi-saksi dan bukti-bukti siapa,
kalau memang bukan pihak aparat keamanan Indonesia, pihak TNI. Yah siapa-siapa
ntar dihadirkan jadi tidak melontar-lontar kepada siapapun juga.
RN: Apa senjatanya bagi rakyat biasa untuk menuntut kepastian hukum itu?
AR: Lewat masyarakat adat Timika. Dewan Adat atau Lemasa di Timika itu mereka
bisa mengeluarkan statement juga. Mereka pasti akan mempertanyakan itu kepada
pihak pemerintah.
RN: Tapi kenapa sampai sekarang dewan adat itu tidak mengeluarkan suara?
AR: Saya kira pada awalnya kan pak Tom Beanal sudah membantah itu, bahwa itu
bukan dilakukan oleh kelompok siapapun juga di tanah adat Amongsa. Atau Kelly
(Kelly Kwalik red.) sendiri pernah menyuarakan dia sebagai pimpinan tokoh OPM di
hutan sana pernah menyurati bahwa dia tidak terlibat dalam kasus tersebut.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|