The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, Kamis 27 November 2003 22:30 WIB

Pembagian kekuasaan dan aset ekonomi adalah kunci ketenangan Poso

Ledakan bom dan penembakan hari ini di Poso, Sulawesi Tengah, cukup mengejutkan, karena keadaan di sana sudah tampak tenang di awal hari raya Idul Fitri. Mengapa konperensi Malino yang diselenggarakan untuk menyelesaikan konflik Poso. Mengapa tidak menyelesaikan masalah seperti diharapkan? Radio Nederland mengajukan pertanyaan itu pada Thamrin Tomagola, pakar sosiologi pada Universitas Indonesia di Jakarta

Resource sharing & power sharing

Thamrin Tomagola [TT]: "Konferensi Malino itu hanya berhasil menghentikan kekerasan dan menyelesaikan sebagian dari persoalan-persoalan yang teknis kongkrit seperti pengungsi, begitu. Tapi konferensi Malino tidak menangani langsung akar permasalahan. Kalau selama akar permasalahan itu tidak disentuh dan ditangani ya itu dia akan bolak-balik terjadi lagi, terjadi lagi."

"Menurut saya akar permasalahannya itu sebenarnya dua kutub, yaitu posisi-posisi strategis politis di Pemda dan aset-aset ekonomi yang ada di sana. Kalau ingin menangani secara langsung akar permasalahan maka isu tentang power sharing (pembagian kekuasaan, red) dan resource sharing (pembagian sumberdaya, red) itu harus dicarikan jalan keluarnya."

Di Maluku lebih baik

"Sekarang yang sudah terjadi di Maluku sebenarnya sudah jauh lebih baik daripada di Poso. Power sharing terjadi dan memang hak dari kelompok Kristen untuk menjadi gubernur setelah dua kali berturut-turut itu di Maluku gubernurnya orang Islam. Nah di Poso itu tidak terjadi. Malah sesudah konflik itu bupati dan sekwilda kabupaten Poso tetap dimonopoli oleh kelompok Islam. Nah saya kira ini membuat kelompok Kristen itu mendapatkan porsi yang adil dalam power sharing itu. Unek-uneknya orang kristen itu tidak terpecahkan."

Economic sharing

Yang kedua itu economic sharing (pembagian ekonomi, red). Masalah menjadi lebih berat karena ada dua sub kutub permasalahan. Sub kutub yang pertama itu adalah perkebunan-perkebunan coklat dan kemudian juga ada kayu dan juga ada sedikit tambang. Tapi yang terutama yang berhubungan dengan rakyat adalah perkebunan coklat dan kayu itu.

"Dan terkait dengan itu masalah aset tanah. Dalam proses Orde Baru itu banyak sekali aset tanah maupun aset perkebunan itu diambil alih oleh pendatang dan juga oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari luar, sehingga ada kehilangan aset produksi dari penduduk lokal. Nah penduduk lokal itu kan kebanyakan di pedalaman dan beragama Kristen sedangkan pendatang itu beragama Islam ditambah dengan perusahaan dari luar, begitu."

"Jadi beralihnya aset-aset ekonomi strategis itu ke tangan orang yang bukan asli. Dan itu jatuh sama dengan agama, kelompok agama. Nah kemudian yang mempunyai kaitan dengan tingkat nasional, aset-aset pertambangan di mana ada pengusaha nasional yang masuk ke situ. Dan menurut berita yang sementara yang belum dikonfirmasi, pengusaha itu mendapat dukungan dari aparat keamanan. Nah itu keadaan menjadi lebih buruk karena kekuatan ekonomi berkolusi dengan kekuatan keamanan. Sehingga penegakan keamanan yang penuh dan total itu sukar untuk diusahakan."

"Nah di atas dua permasalahan akar pokok itu sebenarnya ada juga masalah konferensi Malino. Itu lebih merupakan inisiatif dan dominasi dari pemerintah pusat. Itu kuat sekali, sehingga fasilitator itu juga dari pemerintah pusat. Tapi begitu konferensi Malino selesai pemerintah pusat lebih sibuk dengan masalah Aceh dan Papua dan kemudian masalah Maluku dan Poso dilupakan."

Desentralisasi

Radio Nederland [RN]: "Kalau demikian siapa yang bisa menjembatani, siapa yang bisa berdiri di atas kedua kutub itu?"

TT: "Saya kira kita punya dua pilihan yang sama-sama tidak enak saya kira. Pertama adalah sesuai dengan konsep negara itu sendiri. Negara itu kan sesuatu lembaga yang diharapkan berdiri over and above all groups (berdiri di atas semua golongan, red) kan, all interests (semua kepentingan, red) begitu. Nah itu negara. Dan negara itu adalah pemerintah pusat."

"Sebenarnya yang kita harapkan, tapi dalam proses desentralisasi, maka pemerintah pusat itu tidak menjadi pemain utama. Tapi pemerintah daerah menjadi pemain utama. Nah kita tinggal pilih, kita ingin penyelesaian yang cepat dengan kekuatan pemerintah pusat yang kuat dan dominan tapi untuk sementara aman. Tapi kalau tidak menyentuh akar permasalahannya tadi akan timbul lagi, timbul lagi."

"Ataukah kita menyerahkan kepada proses desentralisasi dan proses demokratisasi yang nanti akan terjadi juga dalam pemilu 2004, di mana wakil-wakil rakyat dan kekuatan tokoh-tokoh rakyat yang di tingkat akar rumput itu yang menyelesaikan masalah mereka sendiri lewat forum yang demokratis di sana dan kemudian lewat proses-proses yang demokratis. Nah cara yang pertama itu quick fix (pembenahan cepat, red) dengan cara yang cepat gitu dan bisa ada hasil. Tapi hasil yang tidak bisa dijamin keterlangsungannya. Sedangkan cara yang kedua adalah cara jangka panjang, proses jangka panjang dengan korban yang cukup banyak, tapi dia memastikan arah dan kestabilan yang lebih mantap." Demikian Thamrin Tomagola, pakar sosiologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Untuk mendengar wawancara dengan "RealPlayer" klik:
http://cgi.omroep.nl/cgi-bin/streams?/rnw/bahasa/politik/TomagolasoalPoso.rm

© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/latoehalat
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044