Republika, Senin, 22 Desember 2003
PNS di Maluku Perlu Diselidiki Kesetiaannya
Laporan : kir
AMBON -- Institusi resmi, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, TNI,
Polri, dan lembaga-lembaga intelejen, diminta melaakukan penyelidikan terhadap
pegawai negeri sipil (PNS) di berbagai instansi yang ada di Maluku. Penyelidikan itu
dimaksudkan untuk mengukur kesetiaan mereka terhadap Indonesia.
"Untuk menguji nasionalisme PNS pada seluruh instansi di Provinsi Maluku, perlu
dilakukan penyelidikan terhadap setiap PNS yang ada," kata tokoh pemuda Maluku,
Drs Sam Sialana MM, kepada wartawan, Ahad (21/12).
Penyelidikan terhadap PNS di Maluku, menurut Sam diperlukan karena sudah
terbukti beberapa PNS seperti pimpinan Front Kedaulatan Maluku (FKM), Alex
Manuputty dan Semmy Waileruny, terbukti tak mempunyai kesetiaan terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Demikian juga Panglima Perang RMS,
John Rea, yang saat itu tengah diadili di PN Ambon, adalah juga PNS yang lebih
memilih berpisah dari Indonesia.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan ada PNS asli orang Maluku terlibat
organisasi separatis. Dan untuk mengetahui kebenarannya, maka perlu ada
penyelidikan menyeluruh. ''Semua instansi baik vertikal maupun horizontal harus kena
perlakuan itu, sehingga dapat diketahui PNS mana yang tergolong gerakan separatis
dan mana yang nasionalis," ungkap Sam.
Alex Manuputty sendiri tercatat sebagai dokter pemerintah yang bertugas di
lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Mereka, kata Sam, selama ini selalu
mengajak masyarakat Maluku untuk merdeka. Dan ini fakta yang selalu dirasakan
masyarakat publik di daerah ini. "Jadi, penyelidikan itu perlu agar mencegah adanya
pernyataan pejabat yang tercemari intrik-intrik politik," ujarnya.
Selain PNS yang perlu diselidiki, institusi hukum dan pertahanan seperti TNI/Polri
juga harus ikut diselidiki perihal nasionalisme aparatnya, apalagi kedua institusi
tersebut sebagai garda terdepan bangsa ini. "Personel TNI/Polri yang asli anak
daerah perlu dimutasikan ke daerah lain di luar Maluku, untuk menghindari tidak
jalannya proses penegakan hukum yang sudah termuat dalam 11 butir perjanjian
Maluku di Malino," sarannya.
Proses penegakan hukum di Maluku, menurut Sam, bisa saja tersendat, jika hal-hal
seperti tersebut tidak dilakukan. Sebab bisa saja ada ikatan emosional yang tidak
bisa dilepaspisahkan. Ia juga mengimbau seluruh masyarakat Maluku agar selalu
waspada terhadap isu yang sementara ini dimainkan kelompok-kelompok tertentu,
yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian dan ketidakpuasan terhadap
warga pendatang maupun pemerintah pusat (Pempus). "Ujung-ujungnya menciptakan
instabilitas di daerah ini sebagai skenario intenasional di Kawasan Timur Indonesia
(KTI)," jelas Sam.
© 2002 Hak Cipta oleh Republika Online.
|