SINAR HARAPAN, Jum'at, 21 November 2003
Relokasi Nelayan Pantura ke Maluku Lamban
Ambon, Sinar Harapan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tidak akan memaksakan nelayan di
kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa untuk direlokasikan ke Provinsi Maluku.
Karenanya, upaya untuk merelokasi nelayan ditanggapi secara lamban.
Kepada SH di Ambon, Kamis (20/11), Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Dr Ir
Rohmin Dahuri menyebutkan jumlah nelayan yang beroperasi di sepanjang perairan
pantura Pulau Jawa sudah melebihi batas toleransi yang menyebabkan kehidupan
nelayan di wilayah tersebut selalu kekurangan karena hasil tangkapan yang terlalu
kecil. DKP bernisiatif untuk memindahkan mereka ke zona ekonomi eksklusif (ZEE)
di Sulawesi, Natuna, Arafura, Papua, sebelah selatan Jawa, dan barat Sumatera.
Diakui, penyebaran nelayan di Indonesia saat ini sangat tidak merata bahkan sekitar
empat juta nelayan yang ada, sebagian besar yakni sekitar dua juta orang berada di
pantura Jawa. "Sementara masih banyak tempat yang kosong sehingga daripada
nelayan di pantura berdesak-desakan dan menjadi nelayan miskin, lebih baik mereka
direlokasi ke tempat lain," katanya.
Relokasi tersebut, menurut Rohmin membawa dua keuntungan sekaligus yaitu
dengan pengurangan jumlah nelayan di Pantura Jawa maka persediaan ikan di
wilayah ini bisa pulih kembali. Sedangkan di lokasi baru yang biasanya ikannya dicuri
nelayan asing, kini sumber daya perikanannya bisa dimanfaatkan oleh nelayan yang
direlokasikan tersebut.
Rohmin mengaku walaupun berencana merelokasi, namun DKP tidak akan memaksa
para nelayan untuk segera pindah. Karena itu diakui bahwa upaya ini berjalan lamban
karena ini baru terdaftar sekitar 100 keluarga atau sekitar 400 jiwa yang menginginkan
direlokasikan ke Provinsi Maluku.
Bantuan Kapal
Dalam kunjungannya ke Kota Ambon, Rohmin juga melakukan penandatanganan
Kesepakatan Kerja Sama Operasional pengoperasian empat unit kapal ikan bantuan
pemerintah Korea Selatan dengan PT Gold Net Internusa dan PT Dome Metrix.
"Bantuan hibah empat unit kapal ikan dari pemerintah Korea Selatan itu memiliki
aspek positif dan aspek negatifnya. Bantuan ini bermakna positif karena Indonesia
memiliki sumber daya kelautan yang sangat besar padahal pemanfataannya belum
optimal sedangkan aspek negatifnya akan timbul kebiasaan menunggu bantuan dari
orang lain," katanya.
Diakuinya, hingga saat ini para nelayan di Indonesia masih menggunakan teknologi
yang sangat sederhana dengan jumlah armada kapal nasional sebesar 450 ribu
namun sekitar 250 ribu kapal ikan di Indonesia tidak dilengkapi dengan mesin.
"Harus diakui kebanyakan nelayan di Indonesia hingga saat ini masih berada di
bawah garis kemiskinan padahal banyak kapal asing yang beroperasi di Indonesia,"
ungkapnya.
Diungkapkan kedatangan empat kapal dari delapan kapal yang dihibahkan pemerintah
Korea Selatan diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan nelayan. "Sehingga
hendaknya bantuan ini tidak membuat nelayan Indonesia seperti hanya menunggu
bantuan tanpa ada upaya untuk mengembangkan diri," katanya.
Rohmin menambahkan empat unit kapal ikan tersebut dihibahkan oleh pemerintah
Korea Selatan menyusul semakin mengecilnya areal penangkapan ikan di negara
tersebut. (izc)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|