The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 11/11/03

Wiranto dan Jusuf Kalla Membantah Dapat Aliran Dana BNI

JAKARTA - Dua peserta Konvensi Calon Presiden Partai Golkar, Jusuf Kalla dan Wiranto, membantah memperoleh aliran dana dari pembobolan Letter of Credit (L/C) fiktif BNI.

Jusuf Kalla mengakui adanya aliran dana ke PT Bukaka Marga Utama (BMU), perusahaan pemegang hak pembangunan jalan tol Ciawi-Sukabumi milik Fadel Muhammad dan PT Jasa Marga. Tetapi perusahaan itu tidak ada sangkut paut dengannya.

"Bukaka bukan milik saya. Saya telah menjual saham saya pada tahun 1997," kata Jusuf Kalla yang juga Menko Kesra ini kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/11).

Dia menjelaskan, aliran dana itu berasal dari sebuah perusahaan yang membeli hak pembangunan jalan tol dari BMU. Transaksi itu sendiri terjadi tiga bulan lalu. "Itu transaksi biasa, dan kita tidak tahu dari mana sumber dananya. Sama dengan orang beli barang di toko, yang punya toko tidak pernah bertanya dari mana asal uangnya," ujarnya.

Kalla yakin, merebaknya kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun yang disinyalir masuk ke kantung peserta Konvensi Pemilihan Calon Presiden dari PG, tidak akan berdampak negatif terhadap proses konvensi. "Karena pada kenyataannya tidak betul," tegasnya.

Tidak Ada Kaitan

Sementara itu, Wiranto membantah dana hasil penjualan rumah stafnya, Tito Sulistio disumbangkan untuk dana kampanyenya. Apalagi kalau itu semua terus dikaitkan dengan pembobolan L/C Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun, tidak ada kaitannya sama sekali.

"Uang dari penjualan rumah Tito sama sekali tidak saya pergunakan dan tidak masuk ke saya. Sama sekali tidak ada uang Pak Tito yang disumbangkan untuk kampanye saya, bahkan Pak Tito sendiri saya beri honor karena dia staf saya," kata Wiranto di sela-sela acara Buka Puasa di Jakarta, Senin (10/11).

Beberapa kali Wiranto membantah masalah tersebut. Setelah banyak informasi yang beredar, yang mengkaitkan masalah tersebut dengan dana kampanye, Wiranto mendapat informasi dari Tito bahwa beberapa waktu sebelumnya Tito menjual rumah yang berada di atas tanah seluas 11.000 M2 di daerah Kemang. "Yang pasti uang penjualan rumah itu bukan untuk saya dan sayapun tidak meminta sepeser pun dari Pak Tito," katanya.

Wiranto mengaku menjadi lebih dikenal masyarakat, terutama dalam dua bulan terakhir karena keikutsertaannya dalam Konvensi Partai Golkar diberitakan oleh media massa. "Saking gencarnya, staf saya Tito sekarang menjadi lebih terkenal daripada saya karena menjual rumahnya. Beritanya menjadi head line di beberapa media. Sayangnya, itu semua dikaitkan dengan saya, padahal saya sama sekali tidak terlibat," katanya.

Ketika ditanya apakah ini terkait dengan upaya menyudutkannya, Wiranto, mengakui bahwa di negeri ini masih banyak hal yang semacam itu. "Yang harus kita bangun sebenarnya bagaimana kita bisa membangun suatu rivalitas yang sehat dengan mengedepankan kualitas. Kedepan nanti kita membutuhkan pemimpin yang berkualitas. Oleh karena itu, kalaupun itu benar dalam rangka memberikan opini buruk kepada siapapun yang akan menjadi calon presiden nantinya, tentu itu harus kita hindari," katanya.

Staf Tim Sukses Wiranto, Tito Sulistio di tempat yang sama mengatakan, uang hasil penjualan rumah itu ditransfer. Penjualan rumah ini tidak ada hubungannya dengan dana kampanye Wiranto. "Dari mana uang yang digunakan untuk membeli rumah saya, saya tidak tahu. Masak saya jual rumah harus tanya dulu kepada pembelinya uangnya dari mana. Saya tidak mau menjelaskan siapa yang membeli rumah saya, kan nggak etis," katanya.

Pada bagian lain Wiranto menjelaskan, bahwa saat transisi dari Presiden Soeharto kepada Habibie, bisa saja dia mengambil alih kepemimpinan bangsa menjadi presiden. Namun hal itu tidak dilakukannya sebab hal itu akan identik dengan peristiwa Tiananmen yang terjadi di Cina yang akan mengakibatkan terjadinya banyak korban..

"Berdasarkan Tap MPR No 05 dan Inpres No 16, bisa saja digunakan untuk pengalihan kepemimpinan dari Pak Harto , namun hal itu tidak dilakukan. Kalau diambilalih kepemimpinan akan terjadi peristiwa Tiananmen yang mengakibatkan ada korban manusia," demikian Wiranto.

Seorang wartawan mengatakan bahwa kesempatan Wiranto jadi presiden RI sudah terlambat. Dan peluang untuk menjadi presiden sudah berlalu. Namun menurut Wiranto, sebagai seorang warganegara RI dan seorang sipil, justru peluangnya menjadi presiden saat ini lebih tepat. Sebab dari hasil kunjungannya ke daerah, banyak masyarakat yang mengharapkannya menjadi presiden agar penegakan hukum di Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik.

Dikatakannya, dia tidak mau menjadi presiden hanya seratus hari. Oleh sebab itu dia mengambil keputusan, pelaksanaan transisi jabatan Soeharto ke Habibie dapat berjalan secara damai

Menurutnya, Panglima Amerika untuk kawasan Pasifik pada waktu itu, Laksamana Joseph Prueher sudah memperhitungkan akan terjadi kerusuhan besar pada saat transisi itu. Namun Panglima Amerika Kawasan Pasifik itu memuji Wiranto yang menjabat sebagai Menhankam/Panglima TNI karena situasi keamanan di Indonesia dapat diantar secara damai. (A-17/M-11/A-4)


Last modified: 11/11/03
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/latoehalat
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044