Banjarmasin Post, Senin, 06 Februari 2006 01:53:34
Ahmadiyah NTB Minta Suaka Politik
Jakarta, BPost
Belum usai masalah kepergian 43 warga Papua yang meminta suaka politik ke
Australia, kini kasus serupa kembali muncul. Sejumlah warga penganut Ahmadiyah di
Mataram, NTB mengancam akan meminta suaka politik ke Australia dan Kanada.
Bahkan kabar yang santer beredar propinsi tersebut menyebutkan kedua negara telah
itu merespons positif dari permintaan suaka politik penganut Ahmadiyah Mataram ini.
Permintaan ini, menyusul aksi pengrusakan terhadap kantor Ahmadiyah, Sabtu (4/2)
sore oleh warga yang tidak setuju dengan keberadaan aliran ini. Saat itu massa
mengancam akan mengusir mereka jika tetap menganut aliran Ahmadiyah.
"Kita dengar mereka memang minta suaka. Tapi kita belum tahu detilnya mengenai
ancaman permintaan suaka ini," ujar juru bicara departemen luar negeri, Defra
Percaya kepada wartawan seusai lokakarya media massa yang diadakan
Departemen Luar Negri di kawasan Puncak, Bogor, Minggu (5/2).
Defra menambahkan kasus penyerangan ini telah ditangani oleh kepolisian setempat.
Mengenai permintaan suaka itu, tidak dapat dibenarkan. Sebab, menurutnya, syarat
dikabulkan permintaan suaka merujuk kasus negara dengan kelompok.
"Kalau konteks ini kan bukan negara dengan kelompok, tapi masyarakat dengan
masyarakat. Ini tidak sesuai dengan konvensi Wina tentang pengungsi tahun 1951,"
imbuhnya.
Ditegaskan Defra, untuk sementara ini tidak ada landasan memberikan suaka
ataupun meminta suaka politik bagi warga Ahmadiyah ini. "Berarti untuk sekarang ini
masih berada di domain kepolisian kita," tandasnya
Secara terpisah, Ketua Dewan Syuro DPP PKB, KH Abdurrahman Wahid mengecam
keras tindakan anarki itu. "Rakyat kita itu nurut-nurut kok! Coba saja ambil 2 orang,
tangkap dan dipenjara, pasti yang lainnya tidak berani," tegas Gus Dur.
Menurut mantan ketua PBNU itu, tindakan massa di Mataram itu merupakan
pelanggaran UUD 45 yang menegaskan perlunya perlindungan dan membebaskan
warga negara memeluk kepercayaan apapun. "Ini salah. Mereka harus segera
ditangkap," tukasnya.
Hal senada dilontarkan Ketua Presidium ICMI, Marwah Daud Ibrahim. Dia meminta
semua pihak termasuk pemerintah dan aparat bisa menahan diri. Menurutnya,
fenomena pengrusakan tersebut, adalah bentuk dari proses belajar demokrasi di
Indonesia. "Ini terjadi, karena komunitas tertentu, mengklaim kebenaran sebagai
miliknya," katanya.
Dia mengharapkan, pemerintah bisa menjadi mediator untuk mencari titik temu dalam
memahami perbedaan itu. "Di manapun tindakan kekerasan tidak dibenarkan," tegas
Marwah. dtc/JBP/zil
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
|