DEWA, 18 Feb 2006
Lagi, Pengungsi Serbu DPRD Maluku
Ambon, Dewa
Masalah yang dihadapi oleh pemerintah daerah ini yakni masalah pengungsi
seolah-olah tidak ada habis-habisnya. Bukan saja masalah penyaluran BBR, uang
kerja dan uang pemulangan yang menjadi masalah tapi juga batas waktu untuk
penyaluran bantuan itupun menjadi kerikil tajam bagi penyelesaian masalah
pengeungsi tersebut.
Berdasarkan batas waktu penyaluran bantuan tersebut itulah maka sejumlah
pengungsi asal daerah Buru mendatangi kantor DPRD Maluku dengan niat
mengadukan nasib mereka kepada para wakil rakyat tersebut. Para pengungsi ini
berasal dari Desa Lamahang, Kota Namlea, Kabupaten Buru yang sebagian besarnya
merupakan para transmigran yang juga purnawirawan TNI AD yang menempati Desa
Rata Gelombang.
Adapun maksud kedatangan mereka ingin meminta bantuan terhadap penanganan
masalah mereka seperti sebagai pengungsi pecahan yang tidak diberikan bantuan
BBR, uang tukang serta uang pemulangan, juga sisa 78 KK yang belum tertangani
oleh pemerintah kabupaten Buru. Dan masih ada lagi, sebagaian besar para
pengungsi ini sudah mendirikan rumah dengan dana sendiri karena belum
mendapatkan jatah pembagian BBR sampai sekarang.
Dalam surat Bupati buru bernomor 465/95 tertanggal 13 Februari 2006 kepada
Gubernur Maluku tentang penanganan pengungsi trans AD Rata Gelombang,
disebutkan bahwa pemkab telah menyalurkan BBR kepada 87 KK yang terbagi atas
60 KK asal Desa Rata Gelombang, 9 KK asal Namlea dan 18 KK asal Desa
Lamahang. Padahal menurut para pengungsi ini sejumlah 78 KK lain belum
tertangani.
Lebih jauh dalam surat itu Bupti telah meminta Gubernur Maluku agar para pengungsi
yang termasuk klasifikasi pengungsi pecahan agar mendapat jatah yang sama
dengan pengungsi lainnya, mengingat rumah-rumah rumah-rumah milik trans AD yang
rusak sudah direnovasi oleh pecahan pengungsi dan sudah ditempati sebelum
kerusuhan tahun 1999.
Surat ini ditandatangani oleh Bupati Buru dengan tembusan kepada Ketua DPRD
Maluku, Pangdam XVI Pattimura, Ketua Satkorlak PBP Promal, Kadis Kesos maluku
serta Ketua DPRD Kabupaten Buru.
Rombongan pengungsi ini diterima salah satu anggota DPRD Maluku, Liberandus
Ivakdalam, di luar gedung DPRD Maluku, karena Ketua Komisi D DPRD Maluku
sementara tidak berada di tempat. Ivakdalam menganjurkan agar para pengungsi ini
menunjuk beberapa orang sebagai perwakilan guna menemui ketua komisi dimaksud.
Butuh Penanganan Serius
Ketua Komisi D DPRD Maluku yang juga merupakan Ketua Pansus A yang
menangani masalah pengungsi, M.Saleh Wattiheluw,SE,MM, yang ditemui secara
terpisah mengatakan bahwa penanganan pengungsi oleh pemda membutuhkan
penanganan secara serius. Dikatakannya, penanganan masalah pengungsi ini
sebaiknya jangan menggunakan batas waktu seperti yang sudah dilakukan beberapa
waktu yang lalu. Menurutnya penanganan masalah pengungsi pasti selesai entah
kapan waktunya, karena penanganan pengungsi ini bukan diserahkan pada orang lain
tapi dikelola dan dikerjakan oleh kita sendiri.
Dikatakannya, jika bantuan terakhir yang diberikan kepada pengungsi adalah pada
tahun 2005 kemarin, maka masalah pengungsi ini harus dibiayai oleh APBD di tingkat
provinsi maupun APBD di tingkat Kabupaten/Kota. Sehingga masalah pengungsi
kembali diserahkan kepada masing-masing pemerintah di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota tersebut.
Dengan adanya masalah pengungsi Buru yang baru saja mencuat ke permukaan ini
maka Posko penanganan pengungsi diminta agar harus intens terhadap brbagai
masalah yang timbul dan bukan saja yang disampaikan oleh pengungsi tapi juga
berdasarkan kodisi riil di lapangan.
Menurutnya, Pansus sendiri dalam waktu dekat ini akan melakukan pleno internal
yang kemudian akan ditindaklanjuti ke tahap rapat paripurna. Dalam rapat ini semua
hasil baik itu berupa laporan masyarakat maupun temuan-temuan pansus di
lapangan, akan dibahas dalam paripurna. Di dalam paripurna inilah DPRD sebagai
wakil rakyat akan memberikan sikap politik terhadap penanganan pengungsi oleh
pemerintah daerah baik di tingkat kebupaten maupun provinsi.
Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini Gubernur dianggapnya memiliki good will
dengan dibentuknya tim hukum! untuk menangani masalah pengungsi, baik
pelanggaran yang dilakukan oleh pengungsi itu sendiri maupun yang dilakukan oleh
pemegang kendali penanganan pengungsi serta kontraktor sebagai kepanjangan
tangan pemerintah daerah.
Terkait masalah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan, dia
mengatakan bahwa instansi-instansi terkait harus jeli dalam melihat permasalahan,
bukan saja yang terjadi di instansi-instansi pemerintahan (kasus korupsi) yang
diangkat ke permuakaan tapi juga kasus-kasus yang melibatkan pengungsi di
dalamnya.[M7D]
|