GATRA, 20 Maret 2006 15:22
Tak Adil, Pajak Rp 2 Triliun Freeport untuk Jakarta
Timika, 20 Maret 2006 15:22
Bupati Timika Klemen Tinal menilai, pajak dari PT Freeport sebesar Rp 2 triliun setiap
tahun bagi DKI Jakarta tidak adil, karena seharusnya jadi hak Papua.
"Ini tidak adil, karena Freeport itu menambang di Timika, tapi yang menikmati DKI
Jakarta, karena kantor pusat Freeport Indonesia ada di Jakarta, plus 60 lebih
perusahaan kontraktor yang menjadi mitra kerja Freeport. Seharusnya kantor Freeport
itu pindah ke Timika," katanya kepada wartawan di Timika, Senin.
Ia mengemukakan, selama ini Timika hanya menikmati Rp 70 miliar hingga Rp 100
miliar setiap tahun dari royalti dan pajak sekitar Rp 7 miliar setiap tahun yang
dibayarkan Freeport kepada pemerintah daerah.
"Itu bukan karena kebaikan hati Freeport, tapi karena memang kewajiban. Kalau yang
namanya community development untuk masyarakat di sini, Pemkab Timika tidak
tahu dan tidak dapat apa-apa karena ditangani sendiri. Freeport tidak pernah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk community development itu," ujar
Klemen Tinal.
Ia mengemukakan, jika kantor pusat Freeport Indonesia dan 60 lebih perusahaan
kontraktor yang menjadi mitra Freeport itu dipindah ke Timika, dampaknya bisa
dinikmati oleh masyarakat Papua.
"Kalau kantor itu pindah ke sini, pajaknya akan dinikmati masyarakat di sini. Selain
itu, untuk pekerjaan yang non-skill, bisa dikerjakan oleh masyarakat sini, seperti
sopir, cleaning service dan lainnya. Itu dampaknya luar biasa. Bukan seperti
sekarang," katanya.
Ia mengemukakan, ide untuk meminta pemindahan kantor Freeport itu sudah ia
sampaikan ke anggota DPRD I Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang sudah
mengadakan pertemuan dengan pejabat dan tokoh masyarakat di Timika beberapa
hari lalu yang juga dihadiri pimpinan PT Freeport.
"Untuk kelanjutan dari permintaan kami ini, di tingkat Menkopolhukam Jakarta akan
segera dibahas. Kalau tidak salah, Rabu (22/3) akan dibahas masalah ini. Permintaan
itu juga sesuai dengan keinginan masyarakat dan tokoh-tokohnya serta pemerintah
daerah di sini," katanya.
Mengenai adanya isu unjuk rasa rakyat berkaitan dengan masalah Freeport yang
akan digelar Rabu (22/3), ia mengemukakan, pemerintah sudah mengantisipasi
masalah itu dan sampai saat ini situasi di kabupaten itu termasuk di sekitar jalan
masuk lokasi Freeport aman.
Menurut dia, adanya pemblokiran jalan masuk ke lokasi PT Freeport beberapa waktu
lalu oleh warga sebetulnya tidak menimbulkan banyak masalah karena kegiatan
masyarakat dan Freeport sendiri berjalan sebagaimana biasa.
"Paling yang terganggu hanya pengiriman avtur ke bandara sehingga banyak pesawat
yang mau masuk ke Timika terpaksa transit dulu di Biak untuk mengisi BBM. Itu
saja," katanya.
Ia tidak banyak berkomentar mengenai keinginan sebagian masyarakat agar
menghentikan operasi Freeport. Ia hanya bercerita tentang tuntutan masyarakat
penambang tradisional di bekas atau limbah Freeport.
"Tuntutan masyarakat penambang itu sebagian besar sudah kami penuhi, termasuk
oleh Freeport sendiri. Tuntutan itu antara lain agar tidak ada lagi Satgas keamanan
yang dari luar melainkan dari satuan yang ada di Timika ini. Kemudian putera daerah
harus diperhatikan di Freeport, itu sudah dijawab oleh Freeport sendiri dan lainnya,"
ujarnya.
Ia mengemukakan, saat ini jumlah penambang emas di limbah Freeport itu sekitar
1.000 orang, namun umumnya mereka bukan penduduk asli Timika, melainkan
pendatang dari Kabupaten Puncak Jaya, Wamena, Paniai dan Yahokimo. [TMA, Ant]
Copyright © 2002-04 Gatra.com.
|