The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Jumat, 07 April 2006

Tibo: Hanya Doa yang Menguatkan Kami...

REINHARD NAINGGOLAN

Ajal sepertinya sudah menanti Fabianus Tibo (60), Dominggus Da Silva (39), dan Marinus Riwu (48), terpidana mati kasus kerusuhan Poso, setelah berbagai upaya hukum yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil.

Peninjauan kembali dan permohonan grasi kedua yang mereka ajukan dinilai kejaksaan tidak memiliki dasar hukum. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati Tibo Cs sudah final dan tinggal menunggu waktu.

Namun, di tengah jarak antara kematian dan kehidupan tinggal menghitung hari, tiga terpidana mati yang oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai "tumbal" kerusuhan Poso itu tetap mengisi hari-harinya dengan penuh semangat. Tak ada tanda-tanda mereka mengalami depresi.

Di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (29/3), pukul 05.00 Wita, Tibo dan Dominggus sudah bangun dari pembaringan. Seperti biasanya, mereka langsung melipat tangan dan menundukkan kepala.

Marinus bahkan sudah bangun satu jam sebelumnya. Ia juga mengaku tidak pernah lupa memanjatkan doa. Setelah berdoa, Marinus selalu mendengarkan radio untuk mengikuti perkembangan dunia di luar penjara, termasuk perkembangan kasus yang mereka hadapi.

"Hanya doalah yang menguatkan kami. Semua upaya hukum yang kami lakukan dengan bantuan pengacara dan orang-orang yang bersimpati hanyalah usaha manusia, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Jika akhirnya kami dieksekusi, itu bukan karena kesalahan kami, juga bukan karena hukum telah dilaksanakan dengan adil, tetapi karena itu sudah menjadi kehendak Tuhan," kata Tibo.

Kepungan massa

Tibo, Dominggus, dan Marinus sejak awal persidangan di Pengadilan Negeri Palu awal tahun 2001 memang selalu membantah terlibat kerusuhan Poso III. Kedatangan mereka ke Poso pada 22 April 2000 dari kampung mereka di Beteleme, Kabupaten Morowali, sekitar 250 km dari Poso, hanya untuk menolong puluhan anak-anak sekolah St Theresia Poso beserta para guru, suster, dan pastor yang tengah berada dalam kepungan massa. Aksi penyelamatan anak-anak itu mereka lakukan tanpa berkonfrontasi dengan massa.

Tuduhan jaksa yang mengatakan mereka telah memimpin pembunuhan terhadap warga Kelurahan Moengko Baru, Kelurahan Kayamanya, dan Desa Sintuwulemba, Poso, tidak pernah terbukti di persidangan. Namun, hukuman mati tetap dijatuhkan.

"Semua orang tahu bahwa sidang yang kami jalani berada di bawah tekanan massa. Setiap sidang ada ribuan orang yang berteriak-teriak meminta agar kami dihukum mati. Melihat massa yang begitu banyak, jaksa dan hakim mungkin tidak mau mati konyol," kata Tibo.

Bila mengingat-ingat kejadian itu, Tibo Cs mengaku tidak enak hati, emosi, dan tertekan. Namun, perasaan itu selalu mereka bawa dalam doa. "Kalau sudah berdoa, kami merasa tenang dan pasrah," ujar Tibo.

Kebiasaan Tibo berdoa juga disampaikan sejumlah narapidana lainnya, di antaranya Harun Daniel (25), teman sekamar Tibo. Menurut dia, selain secara pribadi, Tibo selalu mengajak narapidana lainnya berdoa bersama-sama.

Tibo yang kerap dipanggil Opa itu juga selalu membujuk narapidana yang malas mengikuti ibadah di LP. Bahkan, bagi narapidana yang memiliki keyakinan berbeda, Tibo Cs juga menjadi panutan.

Sebelum mendekam di LP Palu, Tibo dan Dominggus Da Silva yang tidak tamat sekolah dasar (SD) itu tidak bisa membaca dan menulis. Dengan tekun mereka mengikuti Program Kejar Paket A di LP Palu dan setelah enam bulan sudah bisa membaca dan sedikit menulis. Adapun Marinus yang tamat SD ikut Program Kejar Paket B.

Walau tidak tamat SD, Tibo dan Dominggus memiliki keterampilan yang tidak dimiliki penghuni LP lainnya. Tibo terampil membuat berbagai barang kerajinan dari rotan, sementara Dominggus ahli membuat berbagai jenis patung dari serbuk kayu yang dicampur lem.

Keahlian Tibo dan Dominggus ini sudah diwariskan kepada puluhan penghuni LP lainnya. Ribuan barang kerajinan sudah dihasilkan dan dijual kepada pengunjung LP, ke pasar-pasar, atau pedagang kerajinan keliling dengan harga bervariasi. Sekitar 30 persen hasil penjualan diberikan kepada narapidana, sisanya untuk membeli bahan baku dan disetor ke kas LP Palu.

Sampai akhir Maret lalu, Tibo masih membimbing enam narapidana, termasuk Marinus, dalam membuat anyaman. Sedangkan kegiatan mematung yang dikomandani Dominggus sudah dua bulan terakhir tak berjalan karena kehabisan bahan baku.

"Kalau mau, sediakan saja bahan bakunya. Nanti, terserah mau minta dibuatin patung apa, guci, asbak, harimau, atau ular. Gajah pun bisa," kata Dominggus sambil tersenyum.

Di LP Palu, selain sebagai seorang opa yang bijaksana, Tibo juga dikenal memiliki kemampuan mengobati berbagai macam penyakit. Sejak tahun 2000 tercatat sekitar 800 orang datang ke LP Palu untuk berobat pada Tibo. Sebagian besar di antaranya tidak lagi tertolong secara medis.

Tibo pantang menerima apa pun dari orang-orang yang berobat kepadanya. Tibo hanya meminta mereka yang berobat untuk selalu berdoa dan meninggalkan sifat-sifat yang tidak baik. "Sifat-sifat tidak baik dari orang yang berobat itu saya ketahui setelah saya berdoa," katanya.

Olah raga

Hari-hari Tibo Cs bersama 297 narapidana lainnya di LP Palu juga diisi dengan berolahraga. Dalam bidang ini, Tibo "kalah" dari kedua rekannya karena ia tidak mahir bermain olahraga apa pun. Sedangkan Dominggus mengaku pintar bermain catur, dan Marinus bermain sepak bola.

Namun, dalam beberapa kali pertandingan terakhir antara narapidana dan petugas LP, Marinus tidak diikutsertakan. Pria bertubuh kekar itu pernah melakukan pelanggaran keras sehingga dikenakan kartu merah.

"Om Marinus ini sebenarnya jago kalau jadi bek. Tetapi dia suka sekali menjagal kaki lawan," kata Kepala Kesatuan Pengamanan LP Palu J Tangkudung yang disambut Marinus dengan tertawa.

Selain semua aktivitas di atas, hari-hari Tibo Cs belakangan ini juga disibukkan dengan menerima kunjungan keluarga, wartawan, rohaniawan, penasihat hukum, dan kalangan lainnya.

Dari semuanya itu, yang paling berkesan bagi Tibo Cs adalah kunjungan Uskup Manado Mgr Josef Suwatan yang membawa pesan khusus dari Pemimpin Tertinggi Umat Katolik Sedunia Paus Benediktus XVI.

Paus Benediktus berpesan agar Tibo Cs teguh dalam iman, pengharapan, dan doa. Dari Vatikan langsung, Paus Benediktus juga mengirimkan tiga buah rosario dan salib untuk Tibo Cs.

Tibo Cs mengaku akan tetap memegang pesan Paus sampai mereka menemui ajal. Karena itu juga, mereka berharap agar permohonan grasi kedua yang diajukan keluarga mereka dapat diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044