KOMPAS, Kamis, 09 Maret 2006
Aturan Pelibatan Tidak Jelas Ciptakan Konflik
Jakarta, Kompas - Bentrok antar-aparat, TNI dengan polisi, yang kembali terjadi di
Ambon, masih akan berulang pada masa mendatang sepanjang pemerintah tidak juga
menyusun aturan soal pelibatan (rules of engagement) dan Undang-Undang
Perbantuan terkait dengan pengerahan kedua kekuatan itu di satu daerah.
Hal tersebut disampaikan pengamat militer dari CSIS, Edy Prasetyono, Selasa (7/3)
di Jakarta. Ketidakjelasan aturan itu berdampak besar pada operasional prajurit
TNI-Polri di lapangan. Mereka tak terkoordinasi dengan baik. Ketidakjelasan itu salah
satunya terkait dengan siapa membawahi siapa dan juga soal anggaran, ujarnya.
Edy menilai aturan pelibatan juga menjamin keselamatan, baik aparat saat
mengambil tindakan maupun keselamatan masyarakat sipil. Dengan begitu, semua
pihak sama-sama tahu apa yang diperbolehkan maupun apa yang dianggap
melanggar.
Aturan rinci dimaksud misalnya tentang pembagian wilayah dan siapa yang
bertanggung jawab di wilayah itu. Selain itu, aturan tentang bagaimana tata cara yang
harus ditempuh jika, misalnya, salah satu pihak, baik TNI maupun Polri, akan masuk
ke daerah yang dikuasai pihak lain. Untuk itu, semua kemungkinan skenario di
lapangan harus dibahas secara rinci.
Apalagi aturan pelibatan kekuatan TNI dan Polri masih harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya suatu daerah. Rules of engagement TNI-Polri di Ambon,
Maluku, dan di Poso, misalnya, berbeda, katanya.
Di tempat terpisah, mantan Kepala Staf Teritorial TNI Letjen (Purn) Agus Widjojo
mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan bentrok antar-aparat terus terjadi.
Hal itu, antara lain, akibat ketidakjelasan aturan, proses pemisahan TNI-Polri yang
belum tuntas, rendahnya kesejahteraan prajurit seperti dilansir Menteri Pertahanan
Juwono Sudarsono, hingga masalah ketegasan otoritas sipil.
Memang belum ada ketegasan tentang pemisahan fungsi dan peran TNI sebagai
kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan keamanan terkait dengan
penegakan hukum papar Agus.
Jika pemimpin Polri dan TNI tak sanggup memberi penegasan, Agus menyarankan
otoritas politik sipil yang dipilih dan mendapat mandat bisa mengambil alih untuk
memberi ketegasan sebab TNI dan Polri adalah instrumen saja. Baik Polri maupun
TNI sama-sama tidak punya kewenangan untuk saling meminta bantuan satu sama
lain. Kewenangan itu tetap ada di otoritas sipil, ujarnya.
Dengan begitu, tambah Agus, dalam satu daerah konflik hanya pemerintah atau
otoritas sipil yang berwenang meminta tambahan bantuan TNI, misalnya, jika polisi
telah dikerahkan dinilai tidak sanggup mengatasi keadaan. Aturan itu ada acuannya
dalam Undang-Undang Nomor 23/ Prp/1959 tentang
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|