KOMPAS, Kamis, 09 Maret 2006
80.000 Pohon Ditebang
Saat Panen Raya, Harga Cengkeh Turun hingga Rp 7.500 per Kilogram
Ambon, Kompas - Sedikitnya 80.000 pohon cengkeh milik masyarakat ditebang
selama konflik sosial di Maluku. Akibatnya, empat tahun terakhir produksi dan ekspor
cengkeh dari Maluku terus menurun.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Maluku Abubakar Marasabessy,
Rabu (8/3) di Ambon, mengatakan, pohon cengkeh ditebang oleh masyarakat yang
saling berhadapan selama konflik. Penebangan umumnya terjadi di sentra
perkebunan cengkeh Maluku, seperti Pulau Haruku dan Taniwel di Seram Bagian
Barat (SBB).
Di Pulau Haruku, 53.144 pohon cengkeh ditebang di Desa Pelauw dan Ory,
sedangkan di Desa Lisabata, Kecamatan Taniwel, SBB, ditebang sekitar 30.000
pohon.
Penebangan pohon cengkeh membuat produksi cengkeh Maluku menurun, kata
Marasabessy. Padahal, Maluku dikenal sebagai sentra produksi cengkeh.
Turunnya produksi cengkeh Maluku diperparah oleh harga yang tidak menentu. Dalam
kondisi normal, satu kilogram cengkeh dihargai Rp 25.000. Di saat panen, harga
menjadi Rp 7.500 per kilogram.
Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan saat cengkeh menjadi produk
perkebunan unggulan. Saat itu, satu kilogram cengkeh dihargai Rp 70.000.
Harga cengkeh tidak dapat dipatok seperti harga beras. Harga cengkeh sepenuhnya
diserahkan kepada mekanisme pasar. Jika pasokan melimpah dan permintaan tetap,
harga cengkeh pasti turun, kata Marasabessy.
Beralih ke pala
Tidak menentunya harga cengkeh membuat petani cengkeh di Kecamatan Leihitu,
Maluku Tengah, beralih ke tanaman pala. Selain harga lebih stabil, pala dapat
dipanen tiga kali setahun.
Pala kualitas nomor satu dihargai Rp 35.000-Rp 40.000, sedangkan pala kualitas
nomor dua Rp 30.000 per kilogram. Harga fuli atau kulit biji pala yang digunakan
sebagai bahan pengharum, Rp 50.000-Rp 60.000 per kilogram.
Untuk meningkatkan kembali produksi cengkeh, Dinas Pertanian dan Perkebunan
Maluku memberi bantuan bibit kepada petani. Di samping itu, khusus pohon cengkeh
di Desa Pelauw dan Ory yang ditebang akibat konflik mendapat penggantian Rp
30.000 per pohon. (mzw)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|