KOMPAS, Kamis, 13 April 2006
Gus Dur: Jangan Ragu Tunda Eksekusi Mati Tibo Dkk
Jakarta, Kompas - Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid meminta semua pihak,
termasuk Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, tidak ragu-ragu menunda pelaksanaan
eksekusi tiga terpidana mati, Fabianus Tibo (60), Dominggus da Silva (39), dan
Marinus Riwu (48).
Ketiganya merupakan terpidana mati terkait kerusuhan Poso III. Penundaan itu,
menurut Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur, setidaknya dilakukan
untuk mengungkap sekaligus memperjelas dalang sebenarnya dari peristiwa itu. Gus
Dur mengemukakan itu seusai acara tasyakuran kesembuhan dirinya di kediamannya
di kawasan Ciganjur, Rabu (12/4).
Gus Dur mengaku menyambut baik langkah Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah
(Polda Sulteng) yang akan mempertemukan 16 orang yang diduga otak kerusuhan
dengan ketiga terpidana mati itu. Menurut dia, jika eksekusi mati dilaksanakan, itu
dapat semakin memunculkan ketidakpercayaan masyarakat.
Politisi Akbar Tandjung yang juga datang ke acara tasyakuran itu menyatakan hal
yang kurang lebih sama dengan Gus Dur. Menurut dia, pemeriksaan 16 orang yang
dianggap otak kerusuhan Poso III penting. "Saya bersyukur pihak Polda Sulteng
mengambil langkah itu," ujarnya.
Dalam acara itu Gus Dur menceritakan dirinya sempat bertemu Jaksa Agung dan
membicarakan masalah itu. Menurut dia, antara dia dan Jaksa Agung terdapat
perbedaan pandangan. Tetapi, itu dinilainya tidak menjadi soal. Katanya, baik dirinya
maupun Jaksa Agung sama-sama berkeras dengan pendapat sendiri.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng Much Jahja Sibe
menyatakan, Kejati Sulteng sama sekali tidak berencana menunda pelaksanaan
eksekusi Tibo dan kawan-kawan (dkk). Meskipun Polda Sulteng meminta penundaan
eksekusi dengan alasan akan memeriksa 16 orang yang disebut-sebut Tibo dkk
sebagai dalang kerusuhan Poso, Kejati Sulteng belum tentu mengabulkannya.
"Sampai saat ini tidak ada rencana penundaan eksekusi Tibo dkk. Persiapan
eksekusi masih terus dilakukan," kata Jahja.
Ditanya persiapan apa saja yang dilakukan Kejati Sulteng sehingga eksekusi Tibo
dkk belum dilaksanakan, Jahja mengatakan hanya persiapan pemenuhan persyaratan
seperti yang diatur dalam undang-undang. "Tinggal masalah teknis saja," katanya.
Kemarin siang, Front Pembela Islam berunjuk rasa di Kejaksaan Agung. Ketua
Umum Front Pembela Islam (FPI) Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab (Habib Rizieq)
kepada wartawan mengatakan, salah satu tuntutan FPI adalah meminta agar
eksekusi mati terhadap Tibo dan dua rekannya segera dilaksanakan.
Sementara itu, salah seorang penandatangan Deklarasi Malino I, Sofyan Lembah,
kemarin petang di Palu, menyatakan, opini yang dibangun sehingga mendudukkan
Tibo dkk seolah-olah tidak bersalah hanya akan meruntuhkan makna Deklarasi
Malino yang mengedepankan penegakan hukum. Opini yang selama dua bulan
terakhir ditiupkan media massa besar tertentu sangat mengusik rasa keadilan
masyarakat Sulteng, terutama korban kerusuhan Poso.
Ia menyatakan, bagaimanapun proses peradilan telah menunjukkan bahwa Tibo dkk
bukanlah orang "suci" yang tangannya bersih dari darah rakyat Poso. Sangat
mengecewakan jika hanya atas nama kemanusiaan dan cinta kasih, keadilan bagi
para korban kerusuhan menjadi terabaikan.
Sofyan juga mengingatkan, 16 nama yang disebut Tibo dkk bukanlah data baru.
Nama-nama itu sudah disebut-sebut sejak proses peradilan berlangsung. Polisi telah
memeriksa sebagian di antaranya dan nyatanya bukti konkret belum ada.
Di Jakarta, mantan penasihat hukum Tibo dkk, Muhammad Arfiandi Fauzan,
mengibaratkan Tibo dkk sebagai "barang bukti" yang masih harus dirawat untuk
mengungkap kebenaran dalam kasus kerusuhan Poso. Arfiandi tidak menampik
kenyataan bahwa permintaan grasi mengindikasikan bahwa Tibo dkk mengakui
bersalah, hanya saja yang mesti diperjuangkan adalah proporsionalitas hukuman
sesuai dengan tindakannya. (REI/DIK/IDR/DWA)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|