KOMPAS, Minggu, 15 Januari 2006, 19:40 WIB
Pembentukan TGPF Poso Perlu Dukungan Internasional
Palu, Minggu
Mantan Sekjen Komnas Komnas HAM, Asmara Nababan, mengatakan pembentukan
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Poso hanya bisa terealisir jika ada
dukungan dunia internasional, selain diperlukan tekanan lokal yang kuat. "Tanpa dua
faktor ini sulit terbentuk," katanya ketika berbicara dalam workshop bertemakan
"Ungkap Kasus Kekerasan Poso dengan TGPF" di Palu, Minggu (15/1).
Ia menjelaskan, tanpa adanya dukungan yang kuat dari dunia internasional dan
masyarakat lokal terhadap pemerintah, akan sulit mendorong terbentuknya TGPF
guna mengusut aksi-aksi kekerasan yang terjadi di Provinsi Sulteng khusus di bekas
daerah konflik Poso.
Asmara Nababan mencontohkan terbentuknya TPF Munir karena begitu kuatnya
tekanan di tingkat internasional dan lokal, sehingga upaya membentuk institusi
independen untuk mengusut kasus pembunuhan tokoh HAM Munir berhasil disertujui
pemerintah. "Saya mau mengatakan tanpa adanya tekanan itu akan sangat sulit
sekali dibentuk," ujarnya.
Menurutnya, pembentukan TGPF untuk mengusut aksi-aksi kekerasan di wilayah
Sulteng sangat penting, sebab menyangkut pemulihan kepercayaan masyarakat yang
hilang atau merosot terhadap aparatur negara. "Saya kira kehadiran institusi ini justru
untuk membantu pemerintah dalam mempercepat pengungkapan dan penangkapan
para pelaku tindak kekerasan selama ini," ungkapnya.
Asmara memaparkan, dalam pembentukkan TGPF perlu diperjelas siapa atau dari
elemen mana saja yang terlibat, apakah dari unsur pemerintah, wakil masyarakat
Kristen dan Muslim, atau elemen non-pemerintah. "Elemen yang tergabung dalam tim
pencari fakta harus jelas dan diupayakan elemen dari non-pemerintah jauh lebih
banyak karena terkait proses pengambilan keputusan dalam komisi penyelidik," tutur
mantan anggota TPF kasus Munir ini.
Ia melanjutkan, soal pentingnya mandat komisi penyelidik yang akan dibentuk, yaitu
harus diberikan tugas dan kewenangan yang luas, selain perlu menentukan locus
delicti apakah hanya di Poso atau mencakup seluruh wilayah Sulteng, termasuk
waktu bekerjanya. "Locus dan waktunya harus jelas, sebab jika tidak justru bisa
digunakan oleh oknum tertentu untuk tidak memenuhi panggilan komisi penyelidik,"
katanya.
Puluhan LSM di Provinsi Sulteng dan tokoh agama asal Kabupaten Poso yang
tergabung dalam ’Poso Center’ dalam sebulan terakhir gencar mendesak Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono membentuk TPGF guna mengusut para pelaku aksi
kekerasan yang terjadi di daerahnya selama tujuh tahun terakhir.
Tapi, menurut salah seorang perwira tinggi Mabes Polri yang ditugaskan di Koopskam
Sulteng, pembentukan TPGF Poso sulit dilakukan karena bisa berjalan tidak efektif
seperti pembentukan TPGF lainnya. "Sebaiknya yang perlu dilakukan adalah
mendorong peningkatkan kinerja aparat penegak hukum di semua tingkatan, agar
bisa bekerja lebih optimal," ujarnya.
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|