KOMPAS, Minggu, 16 April 2006
Dua Kelompok Bertikai, 66 Orang Ditahan
Satu Orang Tewas, Tiga Luka Berat
Jakarta, Kompas - Sebanyak 66 orang ditahan di Markas Kepolisian Resor
Metropolitan Jakarta Selatan menyusul peristiwa pertikaian antara massa dari
kelompok Forum Komunikasi Anak Betawi dan kelompok Ambon, Sabtu (15/4) di
Jalan Kapten Tendean, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Taufik Hidayat (40-an), dari Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi),
mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Tebet.
Jenazah Taufik selanjutnya dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi.
Tiga orang lainnya—juga dari Forkabi—yang mengalami luka berat di bagian tangan,
kaki, dan tubuh adalah Encek (45), Abubakar (40-an), serta Fatahillah (40-an).
Fatahillah dirawat di RS Tebet. Sementara Encek dirawat di RS Polri Kramatjati dan
Abubakar dirawat di RS Fatmawati.
Dalam peristiwa itu, polisi juga menyita barang bukti berupa puluhan bambu runcing
dan besi tajam, di antaranya empat celurit, badik, serta tiga tombak.
"Semua korban, baik yang meninggal ataupun luka-luka berat, berasal dari kelompok
Forkabi. Korban dengan luka ringan jumlahnya banyak," kata Kepala Polres
Metropolitan Jakarta Selatan Komisaris Besar Wilyardi Wizard, Sabtu sore, seusai
bertemu perwakilan Forkabi.
Perwakilan Forkabi yang bertemu Kepala Polres itu antara lain Ketua LBH Forkabi
Zamakh Sari dan Koordinator Lapangan Forkabi Pasti Iwan Setiawan alias Cecep
serta DPD Forkabi Jakarta Selatan Abdul Goni (yang juga anggota DPRD DKI).
Menurut Kepala Polres, massa yang ditahan berasal dari Forkabi 43 orang dan dari
kelompok Ambon 23 orang. "Proses hukum para tersangka tetap akan jalankan," ujar
Wilyardi.
Salah paham
Setelah peristiwa itu, massa dari kelompok Forkabi pada Sabtu siang mendatangi
Markas Polres Metropolitan Jakarta Selatan. Massa yang berjumlah sekitar 500 orang
itu meminta kejelasan hukum dari pihak kepolisian. Selain itu, massa juga meminta
anggota Forkabi yang ditahan segera dilepaskan.
"Kami memberikan kesempatan 1 x 24 jam kepada pihak kepolisian untuk
menyelidiki kasus ini. Kalau tidak, kami bisa bertindak sendiri," kata Zamakh.
Secara terpisah, Kepala Pembekalan DPP Forkabi Fendi Jambon mengatakan,
pihaknya meminta polisi segera membawa kasus itu ke jalur hukum.
"Penyerangan dari kelompok yang sama sudah yang kedua kali, sekitar enam
sampai tujuh bulan lalu dan menewaskan satu anggota kami. Jadi, kami tidak mau
membiarkan itu terus terjadi," kata Fendi.
Kepala Polres Jakarta Selatan mengatakan, kedatangan massa itu karena ada
kesalahpahaman. Massa mengira kelompok Ambon menyerang Sekretariat DPD
Forkabi di Jalan Kapten Tendean.
"Itu bukan penyerangan kepada Sekretariat Forkabi. Tetapi, itu kesalahpahaman yang
tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kami akan cari jalan keluarnya. Kami akan proses
hingga ke pengadilan," kata Wilyardi.
Dua versi
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, peristiwa pertikaian di antara dua
kelompok massa terjadi sekitar pukul 10.30. Versi dari kelompok Ambon, seperti
yang dikatakan Panglima Hasan Basri di Polres Jaksel, Forkabi "dikontrak" untuk
menjaga sebidang tanah milik Pertamina di Jalan Kapten Tendean. Di satu sisi,
kelompok Ambon juga diberikan kepercayaan menjaga lahan itu tanpa batas.
Kedua kelompok kemudian bersepakat membagi bagian "daerah kekuasaan" dari
lahan itu.
Namun, kelompok Ambon memberikan kesempatan kepada Forkabi mematok
lahannya asalkan memberikan uang Rp 100 juta dan sebuah mobil Kijang.
Basri mengatakan, hari Sabtu seharusnya kelompok Forkabi memberikan Rp 25 juta.
Namun, uang tidak ada, sementara anggota Forkabi mulai mematok lahan itu.
Kelompok Hasan Basri menegur anggota Forkabi dan dijawab dengan lemparan batu.
Sementara versi dari kelompok Forkabi, seperti yang dituturkan Fendi kepada
Kompas di Markas Forkabi di Duren Sawit III, ketika di Kantor DPD Forkabi Mampang
sedang berlangsung rapat persiapan pelantikan pengurus DPD Forkabi, massa
kelompok Ambon datang menyerang.
Korban luka berat, Fatahillah, yang terkapar di Rumah Sakit Tebet tidak banyak
berkomentar. "Saya lelah," kata Fatahilla kepada Kompas dan selanjutnya tertidur.
Tangan kirinya yang kena bacokan dibalut perban (digips). Dua anggota Forkabi yang
menjaga Fatahillah mengaku tidak mengetahui peristiwa itu.
Hal yang sama diakui Madong, anggota Forkabi yang membopong korban Taufik
Hidayat. "Saya cuma melihat korban sudah terkapar di jalanan. Saya kemudian
membopongnya," kata Madong. (PIN)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|