KOMPAS, Jumat, 24 Maret 2006
Indonesia Protes Pemerintah Australia
Jakarta, kompas - Pemerintah Indonesia memprotes keputusan Pemerintah Australia
yang memberikan visa tinggal sementara kepada 42 dari 43 warga Papua yang
meminta suaka di negara itu. Keputusan itu dinilai tidak mempertimbangkan perasaan
dan sensitivitas serta tidak membantu upaya Pemerintah RI untuk menyelesaikan
persoalan Papua melalui dialog.
Sikap Pemerintah RI itu disampaikan melalui Departemen Luar Negeri, Kamis (23/3),
menanggapi keputusan Menteri Imigrasi Australia Amanda Vanstone yang
memberikan visa tinggal sementara untuk 42 warga Papua. Pemerintah RI
sebelumnya sudah meminta Pemerintah Australia mengembalikan ke-43 warga
Papua itu karena mereka tidak mendapatkan ancaman apa-apa dan dijamin
keamanannya oleh pemerintah.
Secara resmi Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda juga sudah berbicara dengan
Menlu Australia Alexander Downer mengenai masalah ini. Bahkan, Deplu sudah
memanggil Duta Besar Australia untuk RI Bill Farmer untuk menyampaikan sikap RI
atas keputusan Menteri Imigrasi Australia itu.
Protes terhadap Pemerintah Australia atas pemberian visa itu juga dilontarkan
anggota Komisi I Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar) dan Effendi MS Simbolon
(Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Mereka mengecam pemberian visa
itu dan menilai keputusan Australia itu menunjukkan sikap yang kurang bersahabat
dan tidak menghargai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Moh Ma’ruf yakin pemberian visa itu tak akan
berdampak terhadap kondisi dalam negeri, khususnya Papua. "Saya kira saya
melihatnya di dalam, yang ada di Papua, sampai saat ini situasinya kondusif," kata
Ma’ruf yang ditemui di DPR, Kamis.
Sementara itu, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Djoko Suyanto
mengaku masih belum akan mengomentari kebijakan Pemerintah Australia itu.
Tak miliki dasar hukum
Pemerintah RI pada tingkat tertinggi telah memberikan penegasan bahwa tak satu
pun dari ke-43 warga Papua itu, untuk alasan apa pun, merupakan orang yang tengah
dikejar aparat. Mereka juga bukan orang-orang yang tengah mengalami ancaman atau
tuntutan.
"Pemerintah Indonesia bahkan telah menjamin keselamatan 43 warga Papua itu
apabila mereka kembali ke Indonesia. Keputusan Departemen Imigrasi Australia
(DIMA) oleh karenanya sama sekali tidak memiliki dasar hukum apa pun," papar Juru
Bicara Deplu RI Yuri Thamrin.
Dia menegaskan, keputusan pemberian visa itu merupakan preseden yang
kontraproduktif, yang sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan dan sensitivitas
rakyat Indonesia terhadap isu ini. Keputusan itu juga seolah-olah membenarkan
spekulasi bahwa ada elemen-elemen di Australia yang membantu gerakan
separatisme di Papua dan Pemerintah Australia tidak melakukan tindakan apa pun
terhadap mereka.
Pandangan senada disampaikan dua anggota DPR RI di atas, yang menduga kuat
Australia memiliki agenda politik tertentu di Papua karena momentum pemberian visa
itu dilakukan saat kasus Abepura dan Freeport mencuat, serta rencana kunjungan
seorang senator Australia ke Papua.
"Pemerintah Indonesia menengarai adanya penerapan standar ganda oleh Pemerintah
Australia dalam kasus pemberian visa tinggal sementara kepada warga Papua ini.
Dalam banyak kasus sejenis lainnya akhir-akhir ini, Pemerintah Australia secara
keras dan kaku telah menolak permintaan para pencari suaka. Praktik ini sangat
berbeda dengan perlakuan kepada 42 warga Papua pencari suaka, di mana
permohonan mereka dikabulkan secara tergesa-gesa dan gegabah," ungkap
pernyataan resmi Deplu RI.
Ditambahkan, pemberian visa itu juga bertentangan dengan kerja sama bilateral di
bidang migran gelap. Kebijakan Pemerintah Australia ini hanya akan memperlemah
komitmen negara-negara pihak dalam kerja sama pencegahan migran gelap.
Yuri menambahkan, pemerintah juga memutuskan memanggil pulang Dubes RI di
Australia Hamzah Thayeb untuk berkonsultasi mengenai perkembangan penanganan
43 warga Papua itu.
"Deplu Australia mengatakan pada dasarnya tidak dapat berbuat banyak karena ini
merupakan keputusan DIMA yang diputuskan dari perspektif teknis keimigrasian,
dengan memerhatikan hukum nasional dan hukum internasional di mana Australia
menjadi pihak," ujar Yuri mengutip Dubes Australia untuk RI ketika dipanggil ke Deplu
RI.
Keputusan individual
Vanstone menyatakan, dengan pemberian visa sementara itu, para warga Papua itu
bisa dipindahkan dari tempat penampungan mereka di Pulau Christmas ke
Melbourne.
"Ini bukan keputusan negara ke negara. Ini keputusan individual yang didasarkan oleh
bukti-bukti yang disampaikan masing-masing orang, dan laporan pihak ketiga,"
katanya seperti dikutip BBC. (DIK/SUT/DWA/OKI)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|