Media Indonesia, Sabtu, 15 April 2006 18:59 WIB
Pengakuan Tibo Cs, Orang-Orang Sinode GKST Terlibat Kasus
Poso
Penulis: Hafid
PALU--MIOL: Salah satu terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, 60,
kembali memberikan kesaksian yang mengejutkan, Sabtu.
Setelah membeberkan kesaksian mengejutkan terkait keterlibatan 16 orang yang
merupakan tokoh-tokoh utama di balik kerusuhan Poso, Tibo, lagi-lagi membeberkan
fakta yang mengejutkan.
Ditemui di lembaga permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palu di Jalan Dewi Sartika
Palu, Sabtu, pria kelahiran Flores yang akrab dipanggil Opa ini, mengatakan
orang-orang Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di Tentena, ibukota
Pamona Utara, terlibat dalam kasus Poso.
"Semua yang mengatur fasilitasnya adalah orang-orang Sinode. Bukan pemimpin
agamanya atau GKST Sinode sebagai lembaga yang terlibat, tapi orang-orang di
dalamnya," kata Tibo.
Menurut Tibo, dirinya bukanlah panglima perang saat kerusuhan Poso berkecamuk
seperti yang selama ini disandangkan orang kepadanya.
"Yang panglima perang itu Paulus Tongkanan (purnawirawan TNI) dan wakilnya
adalah Rampadeli," katanya.
Tibo mengaku sebenarnya pemerintah sudah mengetahui keterlibatan mereka, namun
berkompromi dalam kejahatan. Karena itu, pemerintah tidak boleh tinggal diam dan
mengusutnya hingga tuntas.
"Jangan cuma kami yang dikorbankan," pinta Tibo.
Senada dengan pengakuan Tibo, dua terpidana mati lainnya, Dominggus Da Silva
alias Domi juga mengungkapkan pengakuannya.
Menurut Dominggus, sebenarnya sejumlah oknum gereja terlibat dalam kerusuhan
tersebut.
"Bagaimana mereka tidak terlibat kalau mereka yang mendanai dan memimpin doa
saat suruh kita pergi baku bunuh," aku Domi.
"Saya akan tunjukkkan tempatnya kalau mereka menyangkal. Saya tidak mau
karang-karang ini," katanya.
Menurut Dominggus, tidak mungkin mereka bertiga bisa menyebabkan kerusuhan
besar yang berakibat banyaknya jatuh korban jiwa.
"Kami ini hanya orang kecil yang menjadi pendatang di Kabupaten Poso yang harus
bertanggung jawab atas kerusuhan itu," kata Dominggus.
Menurut Dominggus, salah satu penyebab kerusuhan Poso adalah terkait masalah
perebutan jabatan bupati Poso saat itu, yang dilakukan Yahya Patiro, yang menjadi
sekretaris daerah Poso saat itu.
"Justru dia itu (Yahya Patiro red) yang mau cari jabatan hingga Poso jadi bagini,"
timpal Marinus Riwu, satu terpidana mati lainnya.
Keterlibatan Yahya Patiro, lanjutnya, sangatlah jelas. Ketika kerusuhan berkecamuk,
Dominggus mengaku pernah menerima telepon dari mantan Sekretaris Kabupaten
Poso tersebut. Saat itu jelas Domi, Yahya hendak berbicara dengan Paulus
Tungkanan.
"Saya bilang Tungkanan keluar. Dia bilang, kalau Tungkanan sudah pulang, suruh dia
suruh masyarakat palang jalan di dekat Pendolo (Ibukota Kecamatan Pamona
Selatan). Dia suruh palang jalan untuk hadang perjalanan TNI yang mau lewat,"
paparnya.
"Jelas itu Yahya Patiro karena dia sebut nama. Mana ada orang lain yang namanya
Yahya Patiro di Tentena," katanya.
Sementara itu, pelaksanaan eksekusi mati terhadap ketiga terpidana mati kasus
kerusuhan poso itu hingga kini belum juga dilaksanakan. Hal ini terkait upaya Polda
Sulteng yang sementara menindaklanjuti kesaksian Tibo cs seputar keberadaan 16
orang yang menurutnya merupakan tokoh utama di balik kerusuhan Poso pada 2000
lalu.
Sementara, polemik soal rencana dan penundaan eksekusi terhadap ketiga terpidana
mati kasus Poso, Tibo Cs, pemerintah kabupaten (Pemkab) Poso mengimbau
warganya untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi pihak ketiga. Imbauan itu
disebarluaskan melalui rumah-rumah ibadah dan media cetak dan elektronik
setempat.
Bupati Poso Piet Inkiriwang meminta warga Poso agar tetap tenang dan tidak
terpancing provokasi pihak-pihak tertentu yang menginginkan Poso rusuh kembali
dengan memanfaatkan polemik menjelang maupun penundaan eksekusi Tibo
Cs.(HF/OL-03)
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|