Radio Nederland Wereldomroep, 06-02-2006
Suaka Ahmadiyah Indonesia
Banyak penganut Jemaah Ahmadiyah Indonesia minta suaka politik di Australia,
Kanada dan sejumlah negara Eropa. Mereka merasa pemerintah Indonesia tidak bisa
lagi menjamin keamanan dan melindungi semua warganya.
Karena gerakan preman
Kecemasan itu bisa dimengerti oleh Prof. Martin van Bruinessen, pakar Islam
Indonesia di Universitas Utrecht, Belanda. Menurutnya kebebasan beragama dan
menjalankan ibadah di Indonesia makin sering dipertanyakan karena pemerintah
seakan takut menghadapi garis Islam keras. Selain itu banyak gerakan preman yang
mencoba mendapatkan pengaruh politik yang lebih kuat dengan memobilisasi massa
Martin van Bruinessen [MvB]: Saya kira ini satu sinyal yang sangat penting. Kalau di
Indonesia pemerintah tidak mampu lagi, tidak sanggup, atau mungkin tidak
berkeinginan untuk melindungi hak minoritas untuk hidup aman. Sesuatu yang sangat
buruk untuk Indonesia. Dan memang kami lihat bahwa mayoritas besar orang
Indonesia itu, merasa sangat tidak senang dengan kejadian ini. Tetapi ternyata
mereka juga tidak bisa dimobilisasi untuk melindungi saudara-saudara mereka yang
punya paham yang berbeda.
Hampir semua tokoh yang terkenal menyatakan bahwa mereka menghukum
kekerasan terhadap Ahmadiyah dan kelompok-kelompok minoritas lainnya. Tetapi
ternyata mereka tidak sanggup juga untuk melindungi mereka. Kalau kita lihat
perilaku polisi di Bogor tahun lalu, waktu ada serangan massal terhadap pusat
Ahmadiyah di sana. Polisi malah menangkap beberapa orang Ahmadiyah. Dan orang
yang jelas dari foto bisa dibuktikan merusak, yang melempar batu dan sebagainya;
mereka tidak ditangkap. Jadi perilaku polisi itu tidak melaksanakan tugas untuk
melindungi warga negara.
Radio Nederland [RN]: Jadi memang tuduhan itu ada alasannya, bahwa mereka tidak
merasa dijamin keamanannya?
MvB: Betul.
Untuk agama yang diakui
RN: Tetapi kebebasan beragama dan menjalankan ibadah, bagaimana ini menurut
bapak?
MvB: Menurut undang-undang ada kebebasan beragama di Indonesia. Terutama untuk
agama-agama yang diakui. Saya lihat ada dua faktor. Yang pertama faktor MUI yang
sekarang lebih dari dulu punya kecenderungan untuk menghakimi aliran yang tidak
sesuai dengan paham mereka sendiri. Semua yang di luar garis besar Muhmmadiyah
dan NU dianggap sesat. Tetapi ada juga kelompok keras yang tidak hanya
mengeluarkan fatwa, tetapi mereka yang menyerang.
MUI mungkin tidak bisa dituduh kekerasan. Karena MUI hanya mengeluarkan fatwa.
Kita bisa berdebat apakah fatwa itu mewakili pendapat mayoritas ulama. Tetapi ada
kelompok seperti Front Pembela Islam, lembaga pengkajian Islam LPII di Jakarta
yang mengumpulkan massa untuk menyerang secara fisik. Nah preman-preman
seperti itu harus dihentikan oleh pemerintah. Pemerintah tidak bisa membiarkan
bahwa ada faktor non-negara, faktor pribadi yang seenaknya saja menyerang warga
negara lain.
Pemerintah takut
RN: Mantan presiden Abdurrahman Wahid menuduh pemerintah Indonesia itu takut?
MvB: Saya kira memang takut. Saya kira pemerintah sekarang, mungkin presiden
sendiri juga merasa dia tidak punya kredibilitas sebagai muslim yang cukup. Mereka
lebih takut kepada Islam garis keras, daripada Gus Dur sendiri yang memang tidak
bisa dituduh tidak tahu Islam.
RN: Tetapi Islam garis keras ini sebenarnya pendukungnya hanya sedikit?
MvB: Pendukungnya sedikit sekali sebetulnya. Memang. Dan kalau kita lihat
organisasi terbesar NU dan Muhammadiyah sudah mengeluarkan pendapat bahwa itu
salah, bahwa itu tidak boleh.
RN: Kenapa pemerintah tidak berani memberikan suatu kebijakan yang tegas bahwa
ini yang boleh dalam soal Islam ini?
MvB: Saya terlalu jauh dari pemerintah untuk mengetahui kenapa tidak mereka
laksanakan itu. Tetapi saya takut, mereka mungkin ingin membiarkan kemungkinan
untuk orang untuk mengeluarkan frsutrasi ke arah yang tidak terlalu mengancam
kestabilan pemerintah. Dan di Indonesia sekarang banyak frustrasi, banyak
ketidakpuasan dengan perkembangan ekonomi dan sosial.
Garis keras gaya preman
RN: Belakangan ini banyak sekali aliran Islam yang dianggap menyesatkan di
Indonesia. Apakah ini menurut bapak suatu trend karena situasi ekonomi yang
memburuk atau memang karena aliran-aliran itu bertambah jumlahnya?
MvB: Saya kira tidak, dari dulu memang selalu ada banyak paham agama. Mungkin
lebih banyak sekarang karena arus pindah dari desa atau kota kecil ke kota besar, di
mana orang di kota besar mencari satu jemaah yang bisa menggantikan keluarga
yang ditinggalkan di desa. Jadi banyak tarekat, dan banyak kelompok agama baru
yang memang punya peranan. Tetapi kalau kita MUI misalnya, MUI dari dulu sering
mengeluarkan fatwa yang bilang aliran A atau gerakan B itu sesat.
Tetapi sekarang MUi mungkin karena ingin membuktikan bahwa MUI bukan alat
pemerintah lagi, bukan alat perantara antara pemerintah dan ummat. MUI seperti jadi
lebih independen daripada pemerintah. Nah mereka ingin menunjukkan
keindependenan dengan mengeluarkan pendapat yang lebih jeas tentang, garis yang
mereka anggap masih ortodoks, masih benar. Ini satu faktor.
Faktor kedua bahwa memang kita sekarang lihat ada lebih banyak gerakan agama
keras yang pakai gaya preman. Gerakan ini mendapatkan pengaruh politik yang lebih
kuat, bobot politik yang lebih kuat dengan memobilisasi massa.
Demikian Prof. Martin van Bruinessen, pakar Islam Indonesia di Universitas Utrecht,
Belanda.
© Radio Nederland Wereldomroep, all rights reserved
|