Radio Nederland Wereldomroep, 10-02-2006
Soal Nabi dan Allah
Menurut Gus Dur: Nabi dan Allah Tidak Perlu Dibela. Pemimpin redaksi tabloid
mingguan Peta, Imam Tri Karso Hadi, didakwa menyiarkan gambar yang isinya
menyataka! n permusuhan dan kebencian. Sebelumnya tabloid Peta diprotes FPI
karena memuat ilustrasi Nabi Muhammad SAW karya Kurt Westergaard. Tabloid
Peta menarik 3000 eksemplar, berisi karikatur Nabi Muhammad berserta artikel
mengenai kontroversi global seputarnya. Radio Nederland mewawancarai mantan
presiden RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, bagaimana ia menanggapi
kehebohan yang timbul akibat karikatur Nabi ini?
Tidah usah reaksi
Abdurrahman Wahid [AW]: "Ya itu saya udah bilang, di sini, nggak usah reaksilah.
Masak semua mau reaksi? Reaksi spontan saja semua-semua itu. Segala hal itu
reaksi. Nah, terutama juga bahwa yang melakukan hal itu kan hanya sedikit sekali."
Radio Nederland [RN]: "Yang menerbitkan karikatur itu ya?"
AW: "Lha iya. Rakyat Denmark sih enggak. Pemerintah Denmark nggak. Pemerintah
Amerika Serikat menyesalkan. Sri Paus menyesalkan. Semuanya nggak ada
apa-apa kok. Uni Eropa."
RN: "Maksudnya, kok repot-repot amat gitu ya?"
AW: "Lha iya."
RN: "Tapi ini merepotkan wartawan ini? Andaikata Gus Dur wartawan, bagaimana?
Akankah Gus Dur menerbitkan?"
AW: "Sudah, saya sudah ngomong kan. Saya sud! ah ngomong. Saya kalau mau
tambahin, ya itu tadi."
RN: Artinya, tidak usah dikomentari begitu?
AW: Nggak usah. Cukup begitu aja.
Tidak semua tersinggung
RN: Tapi ini kan ada korbannya, ada hati ummat yang tersayat, ada jutaan ummat
yang tersinggung.
AW: Ah, itu sih omong kosong. Itu bikin-bikin aja. Dari 900 juta kaum muslimin di
seluruh dunia, nggak ada tiga juta yang tersinggung kok. Yang lain nggak.
RN: C! uma tiga juta yang tersinggung gitu ya?
AW: Iya, lainnya nggak ada, nggak apa-apa. Mana kaum Muslimin berkomentar?
Nggak ada.
RN: Jadi menurut Gus Dur, itu wajar-wajar saja reaksi seperti itu?
AW: Ya bukan wajar, kita marah, kita protes. Tapi berhenti di itu, jangan berbuat
tindakan macam-macam.
RN: Marah boleh, tapi tidak usah protes kekerasan?
AW: Iya.
RN: Tapi betul kan, ada jutaan ummat tersayat, tersinggung hatinya?
AW: Ah, itu sih, ummatnya sudah nggak ada, cuma segitu-gitu kok. Yang lainnya itu
hanya ngaku-aku aja.
RN: Yang ramai di jalanan itu, yang bakar kedutaan?
AW: Ah itu cuma beberapa orang kan. Saya bilang, di seluruh dunia itu, hanya paling
tinggi tiga juta orang.
RN: Itu jihad-jihad yang perlu dijahit ya?
AW: Tadi ditanya oleh televisi dari Denmark. Datang ke sini, terus nanya, gimana?
Jawab saya: Denmark itu harus menyadari sebabnya apa. Karena rakyat kita begitu.
Karena rakyat kita ini yang terdidik sedikit sekali. Nah sekarang, kalau Denmark mau
mengadakan cara yang baik. Ya, perbanyak aja pendidikan. Kesempatan bersekolah
di Denmark diperbanyak gitu.
Tidak perlu dibela
RN: Gus Dur, kalau nggak salah, tahun 1992 atau 1993, kasus Arswendo dengan
angket pendapat itu, menempatkan Nabi Mohamad pada peringkat ke-9 itu ya. Ketika
itu Gus Dur berkomentar, ah Tuhan ataupun Nabi Mohamad kan tidak perlu dibela?
AW: Endak perlu dibela. Sekarang juga begitu. Menurut saya nggak perlu dibela.
RN: Nggak perlu dibela ya?
AW: Ya, kalau kita tersinggung, ya, Anda, juga saya sendiri emosional.
RN: Tapi tidakkah perlu satu solidaritas dengan ummat yang tersinggung, tapi
sekaligus...
AW: Ya, protes itu solidaritas. Tapi kalau mau mengrusak karena itu, itu kan nggak
benar.
RN: Sekaligus mengimbau, jangan protes kekerasan. Tapi solidaritasnya bentuk apa?
Goblok
AW: Ya, kirim surat. Memberitahu. Umpama, kalau mau demo di Kedutaan Denmark,
sudah silakan. Tapi harus bisa mengendalikan diri.
RN: Tapi Gus Dur, ini ada pihak fundamentalis, atau pihak Muslim tertentu.
AW: Lha iya, ya udah, biarin aja. Memang begitu itu. Itu yang goblok itu ada.
RN: Itu goblok ya?
AW: Ya, mau diapain. Antara yang mengerti dan yang tahu itu harus dibedakan. Ada
yang lebih fundamental. Tidak adanya demokrasi. Tidak berjalannya hukum. Masih
bodoh-bodoh. Kebutuhan pokok kurang. Banyak sekali yang masih bisa diurusi.
Demikian Gus Dur kepada Radio Nederland.
© Radio Nederland Wereldomroep, all rights reserved
|