Radio Nederland Wereldomroep, 25 Januari 2006
Timor Timur Persoalan Internasional
Pertemuan Presiden Timor Leste Xanana Gusmão dengan Presiden Indonesia SBY
yang dijadwalkan Jum'at mendatang ternyata dibatalkan. Alasan resminya SBY
kesulitan agenda. Tetapi orang segera ingat peristiwa minggu lalu ketika Xanana
bertandang ke New York untuk menyerahkan laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran
dan Rekonsiliasi Nasional Timor Leste, CAVR kepada Sekjen Kofi Annan. Pers
Indonesia memberitakan bahwa Xanana melaporkan tentara Indonesia kepada PBB.
Tetapi menurut pengacara Johnson Panjaitan dari PBHI, pemberitaan macam itu
tidaklah tepat.
Persoalan internasional
Johnson Panjaitan [JP]: "Problemnya tidak sesederhana itu. Saya kira kita sebagai
bangsa harus memahami bahwa mandat yang diberikan oleh internasional untuk
menyelesaikan kasus Timor Timur harus dipertanggungjawabkan secara internasional
juga. Karena kalau kita tidak memahami itu, kita akhirnya hanya jadi bangsa yang
kerdil, yang hanya melindungi orang-orang tertentu yang menyebabkan bangsa ini
terpuruk, sementara internasionalnya ngerti tentang apa yang terjadi."
Maksud saya begini. Persoalan Timor Timur itu bukan hanya persoalan Indonesia
atau persoalan Timor Timur. Ini sudah menjadi persoalan internasional, di mana
penyelesaiannya itu diputuskan oleh internasional. Kebetulan di masa lalu diberikan
mandat kepada Indonesia maupun Timor Timur dengan bantuan PBB untuk
menyelesaikan kasus-kasus itu secara adil. Akan tetapi kan yang terjadi tidak
sebagaimana yang diharapkan."
"Dan sekarang, sesuai dengan mekanisme internasional, proses-proses itu tidak
menerapkan standar yang baik. Akibatnya kasus itu, begitu dipertanggungjawabkan
secara internasional, dilihat bahwa itu hanya memojokkan militer kita. Padahal ini kan
dari segi Timur Timur bagian dari proses transitional justice yang harus dilakukan,
karena ini merupakan mandat Dewan Keamanan PBB, resolusi nomor 1272, kalau
tidak salah."
Xanana menjalankan kewajiban
Radio Nederland [RN]: "Jadi tidak benar ya, pemberitaan di Indonesia bahwa Xanana
melaporkan Indonesia, dalam hal ini tentara kepada PBB, itu enggak benar ya?"
JP: "Tidak benar. Sebenarnya kalau mau dikatakan adalah, Xanana sebagai
pemimpin Timor Timur yang sekarang ini harus menjalankan kewajibannya untuk
memberikan apa yang sudah dilakukan itu ke bossnya. Itu yang bener. Indonesia juga
kan, sebenarnya harusnya melakukan itu."
RN: "Tetapi di lain pihak, ini tampaknya Indonesia menaruh harapan besar kepada
komisi yang dibentuknya bersama Timor Leste yang tidak mengikutkan masyarakat
internasional. Bagaimana ini?"
JP: "Ya, itu dia. Apa yang dibentuk oleh Indonesia dan Timor Timur kan bukan
merupakan bagian dari apa yang disepakati oleh masyarakat internasional. Itu kan
hanya problem kedua belah pihak saja. Sekali lagi saya mau tegaskan soal Timor
Timur itu bukan persoalan Indonesia atau Timor Leste, tapi itu persoalan internasional
yang sudah diberikan mandatnya dan harus dipertanggungjawabkan, gitu lho."
"Jadi melihatnya jangan seperti kelakuan melindungi jaringan impunity. Kalau itu yang
terjadi, taruhannya bangsa ini jadinya."
Manuver politik jaringan impunity
RN: "Kalau begitu, apa yang menurut anda akan terjadi dengan Xanana sekarang
menyerahkan laporan itu kepada PBB?"
JP: "Menurut saya ini manuver politik jaringan impunity, terutama militer, untuk
melepaskan pertanggungjawabannya di kancah internasional, gitu lho. Dan akibatnya
yang menanggung bukan hanya para penjahat ini. Yang menanggung adalah seluruh
bangsa, termasuk juga rakyat Timor Timur sudah jadi korban, tentunya."
Internasional tak boleh lepas tangan
RN: "Tapi rakyat Timor Timur sendiri juga lebih banyak mengeluh tentang perilakunya
PBB, gitu. Karena mereka menganggap PBB tidak bersikap cepat, misalnya waktu
referendum itu, PBB tidak cepat-cepat kirim pasukan, sehingga jatuh banyak korban.
Jadi mereka sendiri juga merasa ditinggalkanlah oleh PBB."
JP: "Ya itu juga yang dirasakan oleh Xanana dan kawan-kawan. Seolah-olah seluruh
tanggung jawabnya itu dibebankan kepada kabinetnya Xanana yang sekarang. Kan
begitu jadinya, untuk mau melepaskan tanggung jawab itu. Padahal ini kan
sebenarnya tanggung jawab internasional. CAVR, kemudian serious crime, kemudian
peradilannya itu, itukan semua bentukan PBB, hasil dari resolusi itu."
"Jadi itu semua yang harus dipertanggungjawabkan. Jangan internasionalnya lepas
tangan. Jadi, selain memang dia tidak sungguh-sungguh memberi keyakinan kepada
rakyat Timor Timur dalam waktu yang cepat, tampaknya juga ada tindakan
akal-akalan untuk melepaskan tanggung jawab dan membebankannya itu pada
pemerintahan Timor Timur yang sekarang ini. Menurut saya itu yang tidak fair."
"Itu juga kan perasaan yang sekarang dibangun oleh pemerintah Indonesia,
seolah-olah Xanana dan kabinetnya itu memusuhi Indonesia. Padahal enggak. Posisi
mereka itu adalah posisi korban yang harus memberikan laporan apa yang sudah
dibuat oleh PBB itu ke internasional supaya itu diproses, begitu lho."
Problem seluruh dunia
RN: "Tapi, anda bisa membayangkan gak sih, kalau misalnya mereka yang dulu
terlibat di Timor Timur, dalam hal ini tentara, jadi ingin berbuat apa saja supaya
tindakan mereka tidak diungkit-ungkit lagi."
JP: "Ya itu dia. Itu yang saya bilang ini jaringan kejahatan tanpa hukuman tapi
penginnya berkuasa berkuasa terus. Yang kemungkinan besar akan mengulangi lagi
kejadian-kejadian seperti yang terjadi di Timor Timur itu kan."
"Dan sekali lagi saya mau tegaskan apa yang tejadi di Timor Timur itu bagian dari
problem seluruh dunia. Jadi ini yang kita hadapi adalah keadilan yang universal gitu
lho. Jadi ini bukan semata-mata di Timor Timur itu siapa yang berkuasa, di Indonesia
siapa yang berkuasa, kemudian kedua orang yang berkuasa itu memain-mainkan
kekuasaan untuk saling menjaga hubungan baik."
"Padahal yang dicari oleh internasional kan bukan itu. Yang dicari adalah kebenaran,
fakta-fakta, keadilan, gitu lho."
Tribunal
RN: "Kalau begitu menurut anda bagaimana nih, jadi mereka nanti akan terungkap
semua, mereka akan dibawa ke semacam tribunal internasional gitu?"
JP: "Saya kira pilihannya memang yang ada di internasional itu pertama kan hasil
komisi ekspert sudah jelas, hasilnya. Kemudian apa yang dilaporkan oleh CAVR
bentukan PBB, sudah diberikan oleh Xanana. Tinggal Dewan Keamanan, saya kira
mengambil keputusan, apa yang harus dilakukan setelah mandatnya diberikan dan
tidak dilaksanakan dengan baik."
"Menurut saya itu tinggal dua. Tribunal Internasional seperti Rwanda atau hybrid
tribunal seperti di Sierra Leone."
RN: "Campuran gitu ya?"
JP: "Campuran, gitu lho. Tapi yang paling penting semangatnya adalah truth and
justice, gitu lho."
Taruhannya bangsa
RN: "Jadi yang jelas mereka yang bertanggung jawab pada kerusuhan di Timor Timur
setelah jajak pendapat referendum itu tidak bisa tidur nyenyak nih."
JP: "Ya memang harus tidak bisa tidur nyenyak, karena ini taruhannya bangsa. Inget
lho itu, seperti Jepang coba. Kalau dia tidak selesai dengan Korea, dengan Indonesia,
juga kan, jadi bermasalah terutama dengan korban. Itu kan jadi pembelajaran kita
untuk segera menyelesaikan itu. Kalau tidak itu jadi beban."
"Enak bener, karena kelakuan beberapa orang yang berkuasa, terus kemudian ini
harus ditanggung oleh bangsa ini bertahun-tahun. Menurut saya ini keadilan yang
berulang. Jaringan penjahat seperti ini harus segera diputus, karena itu
pertanggungjawaban secara internasional harus segera didorong menurut saya."
Demikian Johnson Panjaitan dari PBHI.
© Radio Nederland Wereldomroep, all rights reserved
|