Radio Vox Populi [Ambon], 08-Mar-2006
Dubes Belanda ke Ambon, akan Dukung Program Trauma
Konseling di Maluku
Azis Tunny- Ambon
Konflik kekerasan yang melanda Maluku sejak tahun 1999 dan berlangsung hingga
tiga tahun lebih, pastinya meninggalkan trauma pasca konflik. Peristiwa kekerasan
yang terekam bakal menjadikan masyarakat Maluku khususnya pemuda dan
anak-anak tidak terlepas dari trauma masa lalu.
Duta Besar Belanda untuk Indonesia Nikolas Van Dam saat melakukan kunjungan ke
Kantor Lembaga Antar Iman (LAI) Maluku di Ambon, Selasa (7/3), menyatakan
dukungannya kepada program-program trauma konseling yang dilakukan
lembaga-lembaga non pemerintah dalam rangka mengembalikan kepercayaan antara
sesama masyarakat, terutama mengobati trauma masa lalu.
Dalam kedatangannya ke lembaga lintas agama tersebut, Nikolas mendengarkan
langsung paparan tentang program yang dilakukan LAI Maluku. Pemaparan dilakukan
oleh Direktur LAIM Pdt. Jacky Manuputty dibantu salah satu stafnya Helena Rijoli.
Jacky Manuputty mengemukakan, konflik di Maluku yang dibungkus aroma agama
oleh pihak tertentu memunculkan inisiatif dari tiga pimpinan lembaga agama di
Maluku masing-masing Sinode Gereja Protestan Maluku, Keuskupan Amboina, dan
Majelis Ulama Idonesia Maluku, untuk membentuk satu lembaga yang bisa
mengakomodir kepentingan agama-agama di Maluku, sekaligus meredam gejolak
konflik yang mengatasnamakan agama. Meskipun saat awal pembentukannya itu,
diakuinya, pihaknya banyak melewati tantangan karena situasi Maluku khususnya
Ambon masih dalam keadaan rusuh.
Dalam perjalanannya, kata Jacky, LAI Maluku telah melaksanakan berbagai kegiatan
seperti trauma hilling dan trauma konseling di beberapa tempat di Pulau Ambon. Juga
turut serta dalam proses rekonsiliasi dan proses reintegrasi masyarakat Maluku, juga
sejumlah program lainnya seperti diskusi tematik yang mengangkat berbagai isu
kontemporer dengan melibatkan berbagai unsur di masyarakat.
"Kampanye damai digalakan lewat media yang ada. Juga dengan stiker, brosur,
hingga t-shirt yang menyerukan masyarakat untuk saling menghargai pluralisme dan
himbauan menghentikan kekerasan," katanya.
Dalam percakapan tersebut, Dubes Belanda menyampaikan pengalamannya ketika
berada di Ambon. Dalam perjalanan, dia mengamati di beberapa lokasi masih terlihat
banyak puing-puing bangunan dan rumah warga yang hancur akibat kerusuhan lalu,
yang menurutnya bisa saja menimbulkan trauma pada masa akan datang jika tidak
diperhatikan.
Ia mencontohkan, saat Perang Dunia II, orang menjadi trauma sekitar 15 tahun
setelah perang. "Mungkin saat ini tidak, tapi 15 tahun nanti bisa saja terjadi," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Oliva Lasol, perempuan aktifis LSM yang juga bergabung di LAI
Maluku mengatakan, persepsi seperti itu sudah tidak tampak karena saat pasca
konflik banyak lembaga melakukan trauma hilling dan trauma konseling ditambah
dengan berbagai kegiatan sinergis lewat social support group, yang menekankan
pentingnya agama dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat.
"Bukan saja proses rekonsiliasi, tetapi juga dilakukan pendampingan dengan melihat
psiklologi anak secara langsung karena anak-anak inilah sebagai generasi penerus,"
jelasnya.
Program dilakukan dengan cara pendekatan dengan pemuda dan anak-anak yang
semasa konflik ikut terlibat mengambil peran. Seperti di kalangan Kristen, anak-anak
yang ikut berperang disebut "Pasukan Agas" sedangkan di komunitas Islam dikenal
"Laskar (Jihad) Cilik". Anak-anak ini dirangkul dan kemudian dipertemukan dalam
beberapa kegiatan.
Konseling ditekankan kepada bagaimana cara menghilangkan trauma yang diderita
mereka, dan tidak kalah penting lagi adalah bagaimana menghilangkan rasa benci
antar remaja di kedua komunitas.
Dalam kesempatan tersebut, Dubes Nikolas menyatakan sangat mendukung upaya
yang dilakukan oleh LAI Maluku. Dirinya berharap agar program kerja yang telah
dicanangkan dan direncanakan oleh lembaga itu dapat berjalan dengan baik bahkan
lebih ditingkatkan lagi. Pada bagian akhir kunjungannya, Dubes Belanda menerima
souvenir dari lembaga ini yakni berupa t-shirt bertuliskan seruan untuk menghargai
pluralisme dan menghentikan kekerasan. (VP)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|