The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Vox Populi


Radio Vox Populi [Ambon], 11-Apr-2006

Andreas Sol, Obsesi di Perpustakaan Rumphius

Rudi Fofid - Ambon

BEBERAPA mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon dan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, berkunjung ke Perpustakaan Rumphius di Pastoran Paroki Santo Fransiskus Xaverius, Katedral Ambon. Mereka mencari literature sejarah, agama, antropologi dan bahasa di Maluku.

Seorang pria tua berkulit putih menerima tamu-tamu belia itu dengan senyum ramah. Dia mendengar secara saksama, apa yang dicari para tamunya. "Maaf, bicaramu lebih keras, karena pendengaran saya sudah kurang tajam," ujarnya.

Tanpa menengok catalog, pria itu mengambil sebuah buku dari rak, membuka halaman tertentu lalu memperlihatkan kepada tamunya. "Inikah yang anda cari?" katanya.

Seorang mahasiswa mengamati sebentar. Wajahnya sumringah. "Benar, pastor. Terima kasih, pastor," cetus mahasiswa tersebut. Dia mengaku kesulitan mendapat referensi langka itu. Makanya dia amat bergirang begitu tahu buruannya ada di Perpustakaan Rumphius.

Tapi si mahasiswa nampaknya tidak tahu persis jatidiri orang yang sedang melayaninya. Buktinya pria itu disapa sebagai pastor. Padahal, tokoh di hadapannya adalah Andreas Sol MSC (91 tahun), sosok yang selama 30 tahun menjadi Uskup Diosis Amboina (1964 - 1994).

Begitulah Uskup Sol yang selalu bersahaja. Hari-harinya sebagai uskup emeritus, tercurah untuk Perpustakaan Rumphius yang sudah dirintisnya tahun 1990-an. Tadinya perpustakaan mini itu terletak di kompleks kediaman uskup. Namun belakangan karena makin banyak tamu yang mencari informasi di sana, perpustakaan pun pindah ke kompleks katedral.

Sehari-hari, Sol meladeni para tamu dari jam 09.00 sampai jam 12.00. Seorang biarawati, Suster Magdalena, selalu membantu mengurus pengunjung Perpustakaan Rumphius. Namun hari itu suster sedang ada kesibukan lain, sehingga Mgr Sol sendirilah yang meladeni tamu-tamunya.

Meskipun sudah tergolong uzur dan pendengaran mulai menurun. Sol masih tetap gesit. Ingatannya pun masih kuat. Hal itu bisa dilihat dari caranya menemukan data dan informasi yang tersebar di antara sekitar 3.000 judul buku koleksinya. Dengan hanya menyebut kata kunci, secara cepat sebuah literature dapat ditunjukkan.

Dia pun dengan senang hati melayani siapa saja yang datang ke perpustakaanya. Pad buku daftar pengunjung, terlihat para tamunya datang dari berbagai kalangan. Ada mahasiswa, guru, dosen, peneliti dan wartawan dari dalam negeri dan manca Negara, seperti Belanda, Australia, Amerika, Italia dan sebagainya.

Kendati lahir di Amsterdam (1915), Sol mengabdikan lebih dari separuh hidupnya di Maluku. Mulanya dia menjadi pastor muda yang bertugas di Kei Besar tahun 1946. Lantas setelah berpindah-pindah ke beberapa tempat di Maluku, Paus Johanes XXIII menunjuknya menjadi Uksup Diosis Amboina. Dia menggantikan Mgr Jacobus Grent MSC yang memasuki masa pension tahun 1946.

Dalam tiga decade, Sol menjadi icon Gereja Katolik Keusukupan Amboina. Di masa kepemimpinannya, karya pendidikan dan kesehatan menjadi primadona, selain karya sosial karitatif lainnya. Tapi diapun akhirnya pensiun dalam usia 79 tahun. Paus Johanes Paulus II menunjuk Mgr P. C. Mandagi MSC sebagai penggantinya.

Selama 58 tahun di Maluku, Sol punya banyak kisah, suka dan duka. Sebagian pengalamannya sering dikisahkan kepada orang-orang yang membutuhkan, termasuk kepada wartawan dan peneliti. Namun Sol belum mau menulis pengalamannya dalam bentuk buku. "Sebab kalau saya menulis pengalaman saya, tentu akan menulis juga keburukan orang lain," ujarnya.

Sol mengungkapkan dirinya kini punya obsesi menerjemahkan literatur tentang Maluku dari bahasa asong ke Bahasa Indonesia. Untuk maksud ini, sudah ada orang Maluku yang bersedia menjadi penterjemah. Namun Sol akui, penterjemah tersebut harus mendapat honorarium yang pantas. Makanya dia berkeinginan bisa bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Maluku untuk membiayai proyek terjemahan itu.

Sol menganggap proyek terjemahan ini penting sebab kebanyakan pengunjung Perpustakaan Rumphius adalah orang muda yang buta berbahasa Belanda. Padahal justru masih dalam bahasa aslinya Belanda dan Inggris.

Ihwal idenya membangun Perpustakaan Rumphius, menurut Sol, semata-mata didorong keprihatinan atas minimnya buku tentang Maluku. "Buku tentang Jawa dan Bali sangat banyak. Tapi Maluku sangat kurang. Lebih-lebih Maluku Tenggara," terangnya.

Sol mengaku beruntung sebab pada tahun 1970-an, dia mendapat hibah buku dari perpustakaan pribadi milik seorang ahli biologi asal Jerman bernama Wegner tinggal di Desa Waai dan ketika hendak kembali ke negerinya, dia meninggalkan buku bahkan perabot perpustakaan pribadinya kepada pihak keuskupan.

Buku-buku peninggalan Wegner itu kemudian diseleksi. Hasilnya, semua buku biologi dikirim ke perpustakaan Jesuit di Yogyakarta. Sedangkan buku-buku tentang Maluku dijadikan koleksi Perpustakaan Rumphius.

Ternyata Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, juga menaruh minat kepada buku-buku Wgner. Mereka menyurati uskup dan memohon aga buku-buku tersebut disimpan di Leiden. "Tapi saya tidak mau. Saya ingin buku tentang Maluku, tetap disimpan di Maluku," ungkapnya.

Selain ingin menterjemahkan berbagai literature untuk diterbitkan ke Bahasa Indonesia, Sol mengaku masih perlu melengkapi perpustakaannya dengan beberapa fasilitas untuk melayani pengunjung. Misalnya computer, mesin fotokopi, lemari dan meja kursi. Selain itu, buku-buku tua di perpustakaan perlu dilindungi dengan tindakan fumigasi supaya tidak terserang cendawan yang bisa merusak kertas.

Uskup Sol ternyata seorang pengagum George Everardus Rumphius. Bila menyebut nama Rumphius, Soal akan bercerita dengan penuh semangat tentang kiprah naturalis besar kelahiran Hanau, Jerman (1672) dan meninggal di Ambon (1702) itu. Literatur tentang karya Rumphius selam di Ambon, cukup lengkap dikumpulkan di perpustakannya. Kekagumannya pada Rumphius, membuat Sol mengabadikan nama itu untuk perpustakaanya.

Meskipun perpustakaanya tergolong mini, Sol mengaku semua semata-mata untuk Maluku, negeri yang sangat dicintainya.(**)

Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044