The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Vox Populi


Radio Vox Populi [Ambon], 11-Feb-2006

Karena Adat Penggal Kepala, Tiga Warga Suku Naulu Divonis Mati

Azis Tunny - Ambon

Adat penggal kepala untuk ritual ada di pedalaman Pulau Seram, oleh tiga warga suku Naulu, mengantar mereka divonis hukuman mati oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Masohi, Kabupaten Maluku Tengah. Ketiga terdakwa yang bahasa indonesianya tidak fasih itu, dinyatakan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan secara berencana, sebagaimana diatur dalam pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Para pelaku yakni Patti Sounawe, Nusy Sounawe, dan Sekeranane Soumorry, disalahkan karena bersama-sama membunuh Bonefer Nuniary dan Brusly Lekrane pada Juli 2005 di Sungai Ruata Desa Holoa Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.

Vonis mati bagi ketiga warga Dusun Nuane, yang merupakan salah satu komunitas suku terasing di Pulau Seram itu, dijatuhkan majelis hakim yang diketuai D. Zega SH dalam persidangan di PN Masohi, Kamis (9/2). Putusan yang diberikan majelis hakim sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum M. Arifin SH dan M. Julia Latuconsina SH.

Janes Balubun SH, Aktivis Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Humanum, yang kerap melakukan pendampingan kepada komunitas adat tertinggal di Maluku termasuk suku Naulu di Pulau Seram mengaku tidak puas dengan putusan hakim tersebut. Meski diakuinya perbuatan para terdakwa sudah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

"Mereka ini hidup terasing dan terbelakang dibandingkan penduduk lainnya. Selama ini pemerintah tidak pernah memberi penjelasan mengenai hukum kepada mereka, sehingga kami berharap keputusan hukum yang diberikan harus ada pertimbangan-pertimbangan yang adil pula," kata Janes ketika dihubungi Radio Vox Populi di kantornya, Sabtu (11/2).

Dikatakannya, akibat tidak tersentuh perhatian dan ada penjelasan hukum dari pemerintah itu, pihaknya ketika berdialog dengan pemuka dan masyarakat Naulu, terungkap bahwa mereka tidak tahu dampak jika melakukan pembunuhan. "Kesadaran hukum mereka sangat minim karena memang mereka tidak tau apa-apa," ujar Koordinator Program Informasi & Dokumentasi Humanum ini.

Dikatakannya, pihaknya pada Senin (13/2) besok akan melakukan pertemuan bersama Kepala Suku Naulu Sahule Matoke dan penasehat hukum para terdakwa di Kantor Hunamum. Pertemuan tersebut untuk membicarakan upaya hukum terhadap putusan hakim kepada mereka.

Atas putusan tersebut, penasehat hukum para terdakwa menyatakan akan melakukan upaya banding guna meringankan hukuman bagi ketiga terdakwa. "Kalau perlu saya akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau langsung mengajukan grasi ke presiden," terang Stenley Mailissa, penasehat hukum para terdakwa.

Sementara putusan hakim didasari karena ketiga terdakwa dituduh dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dimana sebelum pergi ke sungai Ruata, para terdakwa bersama Saniayu Sounawe, Tohonu Somory, dan Sumon Sounawe (ketiganya sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus yang sama), di rumah adat Sounawe dalam satu pertemuan disuruh Sumon Sounawe untuk mencari dua kepala manusia buat pelaksanaan upacara adat marga sounawe di komunitas suku Noalu. Seuai pertemuan malam itu sekitar pukul 22.00 Wit, mereka berenam kemudian berjalan kaki dari Dusun Nuanea, tempat tinggal mereka menuju sungai Ruata.

Dalam jarak sekitar 500 meter, mereka melihat Bonefer Nuniary dan Brusly Lekranse sedang mencari ikan di sungai. Sesuai kesepakatan di rumah adat, jika ketemu manusia maka Patti Sounawe lebih dulu melakukan pembunuhan. Sehingga ketika mereka melihat sasaran korbannya, Patti Sounawe langsung memarangi leher Bonefer Nuniary sebanyak satu kali dan korban langsung roboh. Dia lalu berbalik ke Brusly Lekrane dan memaranginya lagi hingga roboh.

Setelah kedua korban roboh ke tanah, Nusy Sounawe dengan menggunakan parang mendekati tubuh Bonefer lalu memotong bagian rusuk kiri, membelah dada korban lalu mengambil jantung. Sedangkan Sekeranane dengan tombak menusuk belakang Brusly, membelah dada dan mengambil jantung. Disusul Tohonu Somory memotong perut korban, dan diikuti yang lainnya.

Tubuh kedua korban selanjutnya dibuang ke sungai Ruata. Mereka berenam pun pulang dengan membawa kepala, lidah, jantung, dan jari-jari para korbannya yang dimasukan dalam sebuah tas, yang sebelumnya potongan tubuh manusia itu dibungkus dengan kain hitam putih bergaris hitam.

Sesampai dibelakang Dusun Nuanea, ketiga terdakwa yang divonis mati mengupas kulit kepala kedua korban. Kulit kepala bersama jantung, lidah, dan jari-jari korban kemudian dipanggang di atas api hingga kering.

Pencarian kepala manusia ini memang sudah menjadi tradisi suku ini sejak dahulu. Setiap kali ada pergantian kepala suku atau kepala marga, biasanya warga Naulu akan pergi mencari kepala manusia untuk proses adat. Tahun 1994, dua warga Masohi saat berburu ke hutan juga dipotong kepalanya oleh warga dari suku Naulu untuk tujuan yang sama.

Bukan saja dalam pergantian kepala suku atau kepala marga, pada jaman dulu, untuk mas kawin saja seorang pria diharuskan mencari kepala manusia dari suku lain (komunitas Naulu yang lain) jika ingin meminang sang gadisnya. Suku Naulu yang prianya bercirikan ikat kepala merah dan selalu dipakai dimana saja berada itu, sebenarnya hidup dalam komunitas yang terpisah-pisah. Sebagian dari mereka sudah menggantikan ritual adat dengan memakai kepala manusia digantikan dengan kepala kusu (kus-kus) atau kepala babi. (VP)

Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044