Radio Vox Populi [Ambon], 20-Feb-2006
Ongen Dihukum Seumur Hidup, Sidang Berakhir Ricuh
Azis Tunny - Ambon
Sidang kasus terorisme yang memutuskan menghukum Idi Amin Tabrani Pattimura
alias Ongen Pattimura dengan hukuman penjara seumur hidup berakhir ricuh di
Pengadilan Negeri Ambon, Senin (20/2). Belasan orang pengunjung sidang yang tidak
puas dengan putusan hakim yang menjatuhkan vonis tersebut, ribut dan mencela
hakim dan jaksa. Bahkan sebagian diantaranya kerasukan karena tidak mampu
menahan emosinya.
Usai mendengar vonis hakim, Ny. Ayu Pattimura, istri Ongen pun berteriak
mengajukan protes. Ayu yang duduk di kursi paling depan pengunjung sidang
berusaha melewati sekat pembatas untuk menuju jaksa yang tidak berada tidak jauh
darinya. Aparat kepolisian pun menghadang Ayu dan beberapa pengunjung sidang
yang histeris. Bahkan, karena dihadang, Ayu memegang dahu seorang anggota polisi
dengan geram meminta dirinya bisa menerobos masuk.
Kericuhan berlangsung lebih dari 20 menit di dalam ruang sidang hingga polisi dan
brimob yang bersiaga mengamankan jalannya persidangan, meminta agar warga
segera keluar dari ruang sidang. Para hakim dan jaksa pun dikawal ketat oleh polisi
dan brimob untuk keluar dari Ruang Chandra PN Ambon yang dipakai untuk proses
persidangan.
"Lebih baik kalian hukum mati dia (Ongen, red). Tembak saja dia, kami pihak
keluarga sudah siap ambil jenasahnya. Kalian para hakim dan jaksa sudah dibayar
sampai anak kami dibilang teroris," teriak Aima Pattimura, bibi Ongen yang histeris di
dalam ruangan sidang.
Meski sudah digiring keluar, warga tetap saja mengajukan protes dengan
berteriak-teriak. "Kami bukan teroris, kenapa RMS (Republik Maluku Selatan) yang
berontak dari Indonesia ingin merdeka tidak dihukum seberat saudara kami," teriak
saudara sepupu perempuan Ongen, Yanti Samalo.
Beberapa orang diantaranya bahkan menuduh ada pihak-pihak tertentu yang berada
dibalik tuntutan jaksa dan vonis hakim yang mendakwa Ongen bersama
rekan-rekannya dengan tuduhan melakukan tindak pidana teroris. "Dimana keadilan.
Hukuman kepada Ongen sudah bermuatan politik yang ingin mendongkrak jabatan
dan popularitas orang-orang tertentu. Pak Kapolda, karena ulah anak buah kamu
yang menembak mati saudara kami Ismail Pelu hingga terjadi penyerangan ke Villa
Karaoke. Mereka ini bukan teroris, hanya menuntut balas atas kematian Ismail Pelu,"
kata Ayu Pattimura, istri Ongen sambil menunjuk dada seorang anggota polisi.
Pantauan Radio Vox Populi, hingga keluar dari pekarangan PN Ambon, warga tetap
saja mengamuk. Ruas jalan Sultan Hairun yang dilalui kendaraan macet hingga
beberapa menit sampai puluhan polisi turun mengamankan ruas jalan tersebut
dengan meminta agar warga membubarkan diri.
Akibat peristiwa ini, terjadi kosentrasi massa di sekitar PN Ambon khususnya di
sekitar perempatan jalan AY Patty dan jalan Sultan Hairun. Warga yang mengamuk
saat itu kebanyakan adalah keluarga Ongen dan pengunjung sidang. "Jangan pikir
dengan menghukum Ongen, Ambon akan aman. Pengadilan sudah memperlakukan
kami dengan tidak adil," ujar seorang pemuda yang tengah menenangkan Yanti
Samalo.
Meski sempat membuat macet lajur lalu-lintas dan menjadi tontonan warga, aksi
protes ini tidak sampai meluas. Puluhan polisi dengan bersenjata tampak
berjaga-jaga, beberapa diantaranya meminta agar keluarga Ongen yang mengamuk
karena putusan hakim bisa mengajukan banding jika tidak puas. Sedangkan para
pemuda yang tidak lain adalah keluarganya Ongen ikut menenangkan kaum
perempuan yang histeris dan protes di jalan-jalan.
Ongen Pattimura disidang atas tuduhan menjadi otak dibalik penyerangan bersenjata
hingga menyebabkan dua warga sipil tewas dan seorang lainnya terluka.
Sebelumnya, jaksa menutut agar dirinya dihukum mati atas perbuatannya itu.
Ongen adalah penduduk kota Ambon yang berdomisili di Desa Batumerah. Aslinya
dia dari Desa Latu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Saat pemilihan anggota legislatif
pada pemilihan umum tahun 2004, bapak dari empak anak ini ikut maju dalam
pemilihan anggota DPRD Kota Ambon dari Partai Keadilan Sejahtera.
Majelis hakim yang diketuai H. Maenong menyebutkan, Ongen terbukti bersalah
dalam kasus penyerangan Villa Karaoke di Desa Hative Besar Kecamatan Teluk
Ambon Baguala pada 14 Februari 2005, hingga menyebabkan dua orang tewas yakni
Siti Ratnawaty dan Yondry Patiruhu. Dalam kasus ini, dirinya bertindak sebagai otak
dan penggerak penyerangan tersebut serta menyiapkan persenjataan yang digunakan
dalam penyerangan.
Dalam amar putusan hakim yang dibacakan Maenong, Ongen ditetapkan bersalah
melanggar Pasal 14 junto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Terorisme, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, junto Pasal 9 UU Nomor 15 Tahun 2003.
Dirinya dituduh merencanakan atau menggerakan orang lain untuk melakukan tindak
pidana terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan sehingga menimbulkan
suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat massal.
"Karena masih trauma akibat kerusuhan, saat mendengar tembakan masyarakat
Hative Besar pada malam kejadian lari ke hutan karena ketakutan dan besoknya baru
kembali ke kampung. Sementara transportasi laut yang sering digunakan warga
menjadi terganggu hingga satu minggu baru berjalan normal," kata Maenong.
Disebutkannya, rencana penyerangan berawal saat Ongen dan beberapa rekannya
selesai melakukan tahlilan hari ke-11 atas meninggalnya Ismail Pelu, kerabat dekat
Ongen Pattimura yang ditembak mati oleh seorang oknum polisi.
Usai acara tahlilan, Ongen menceritakan bahwa Ismail tewas bukan karena
kecelakaan sebagaimana otopsi Rumah Sakit Polri Ambon, tetapi ditembak oleh
seorang oknum polisi bernama Otis Layaba di Kawasan Waitatiri, Kecamatan
Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. "Desa Hative Besar menjadi target penyerangan
karena merupakan pemukiman orang Kristen. Sedangkan Villa Karaoke adalah
fasilitas publik dimana setiap orang bisa datang ke sana untuk mencari hiburan," jelas
Maenong.
Dirinya usai pertemuan itu kemudian mengajak rekan-rekannya untuk melihat
persenjataan yang disimpan di rumah tempat dilakukan tahlilan tersebut.
Senjata-senjata itu terdiri atas 1 pucuk senjata M-16, 2 pucuk senjata SKS, 1 pucuk
senjata MK-3, 2 pucuk senjata M-16 (ukuran mini), serta bom rakitan dan ratusan
amunisi.
"Senjata, amunisi, serta bahan peledak ini disimpan di rumah pengungsi di Desa
Batumerah Ambon, yang mana barang-barang tersebut sudah disimpan sejak tahun
2004 saat kerusuhan 25 April tahun itu," kata hakim.
Mendengar putusan hakim yang disertai ketukan palu sidang, sontak pengunjung
sidang meneriakan takbir "Allahu Akbar". Mereka pun menyela hakim dengan
menyebutkan hakim sudah tidak adil. Suasana pun ricuh. Sejumlah perempuan yang
ada saat itu terlihat menangisi Ongen.
Ridwan Hasan SH, Penasehat hukum Ongen Pattimura menyebutkan,
Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme belum pantas diberlakukan di Maluku.
Alasannya daerah tersebut adalah daerah bekas kerusuhan massa.
"Pembunuhan dan pembantaian, pembakaran rumah ibadah, hingga penghangusan
kampung saat kerusuhan dianggap biasa karena tidak ada orang yang dihukum atas
peristiwa ini, padahal menurut kami ini adalah peristiwa luar biasa," kata Ridwan
kepada Radio Vox Populi usai sidang.
Dikatakannya, tidak adilnya hukuman yang diberikan kepada kliennya karena
Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme itu berlaku surut. "Kami merasa tidak ada
keadilan pada klien kami, dan kami akan mengajukan banding. Klien kami adalah
anak yang baik dan akan tetap baik. Dia melakukan tindak pidana semata-mata
karena ingin membela kehormatan keluarganya," tandas Ridwan.
Menurutnya, kasus Villa Karaoke sudah tidak lagi murni karena sarat dengan
kepentingan politik. "Hakim sudah tidak lagi bersandar pada hukum," ujarnya
Selain itu, Muthalib Patty pada hari yang sama juga divonis hukuman 15 tahun
penjara dari tuntutan jaksa yakni hukuman penjara seumur hidup. Muthalib yang tidak
lain adalah saudara sepupu Ongen disidang karena menjadi pelaku penyerangan Villa
Karaoke.
Sementara itu, isu beredar di masyarakat Ambon bahwa ruas jalan Jenderal Sudirman
di Desa Batumerah sudah diblokir bahkan terjadi pelemparan terhadap kendaraan
yang melintasi jalan tersebut. Akibatnya, warga disekitar kawasan itu seperti
Karangpanjang dan Mardika banyak yang memantau dari jauh apakah jalan tersebut
benar ditutup. Kosentrasi massa terjadi pada beberapa titik dan aparat kepolisian pun
diturunkan mengendalikan situasi. (VP)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|