Radio Vox Populi [Ambon], 14-Feb-2006
Penyerang Pos Brimob Divonis Hukuman Mati
Azis Tunny – Ambon
Setelah didakwa melakukan dua kasus terorisme di Maluku hingga menyebabkan
sembilan orang tewas, Asep Djaja alias Aji alias Dahlan alias Yahya, akhirnya divonis
hukuman mati oleh hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Ambon, Senin
(13/2).
Asep salah satu terdakwa kasus terorisme yang dijerat dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Teroris tersebut akibat perbuatannya
melakukan serangkaian aksi terror, menerima vonis hakim yang sama dengan
tuntutan jaksa yakni hukuman mati.
Majelis hakim yang diketuai Kharlison Hariantja SH menyebutkan, Asep terbukti
bersalah karena terlibat dalam dua kasus terorisme masing-masing penyerangan
bersenjata di Desa Wamkana Kecamatan Namrole Kabupaten Buru pada 5 Mei 2004,
serta penyerangan bersenjata ke pos brimob di Desa Loki Kecamatan Piru Kabupaten
Seram Barat pada 16 Mei 2005.
Dalam amar putusan yang dibacakan Kharlison, disebutkan, Asep terlibat melakukan
penyerangan bersenjata ke Wamkana hingga menyebabkan tiga warga tewas yakni
Avi Nurlatu, Arlon Latbual dan Robert Lesnussa. Dalam aksi itu, kelompok Asep
dipersenjatai dua pucuk senjata SKS, dua pucuk M-16 dan satu pucuk senjata jenis
jungle. Mereka yang terlibat sebagai eksekutor lapangan adalah Asep, Abdullah
Umamity, Ismail Fahmi Yamsehu (anggota polisi yang telah dipecat), Nurdin, dan
Bahtar.
Hakim mengatakan, akibat penyerangan di Wamkana, selain menyebabkan tiga
warga tewas tertembak juga menimbulkan rasa takut bagi masyarakat Wamkana
sehingga mereka berlarian menyelamatkan diri ke belakang kampung.
Dalam penyerangan itu, kelompok Asep menggunakan angkutan laut speedboat.
Saat beraksi, sebelumnya mereka merapat dipinggir pantai Wamkana sekitar pukul
06.00 Wit, kemudian turun ke darat dan langsung menembak secara sporadis yang
diarahkan ke pemukiman penduduk sambil berlari masuk ke desa.
"Saat penyerangan di Wamkana Asep berjaga-jaga di speedboat sementara
rekan-rekannya yang lain turun ke darat dan melepaskan tembakan. Seusai
melakukan penyerangan, dalam perjalanan pulang Bahtar sempat juga menembak
mati seorang nelayan yang tengah melaut," kata Kharlison.
Keterlibatan Asep dalam kasus penyerangan ke Desa Wamkana, lanjut Kharlison,
sesuai keterangan saksi Nazarudin Mochtar bahwa yang bersangkutan juga
membuka rapat untuk perencanaan penyerangan dalam pertemuan yang dilakukan
kelompok Mujahidin itu.
Sementarara pada kasus penyerangan bersenjata di Pos Brimob BKO Kalimantan
Timur di Loki pada 16 Mei 2005, menyebabkan lima personil Brimob dan seorang
warga sipil tewas. Dalam aksi ini, salah seorang tersangka juga tewas tertembak
bernama Iklas. Asep sempat terkena tembakan ditangan kirinya saat mencoba
menolong Iklas.
Dalam insiden itu, lima personil Brimob Polda Kalimantan Timur tewas
masing-masing Brigadir Roni Sukanto, Brigadir Hasan Nudin, Brigadir Teguh
Budihaprianto, Briptu Slamet Riyanto dan Bharada Aswan Manik. Sedangkan warga
yang meninggal akibat terkena tembakan adalah Simon Petrus Sairpaly, warga
setempat yang bekerja sebagai juru masak di pos brimob.
Dalam penyerangan di pos brimob Loki, mereka yang terlibat berjumlah delapan orang
yakni Asep Djaja, Abu Harun, Iklas, Muklis, Abdullah Umamity, Abu Zar, Jodi, dan
Andi. Mereka berdelapan dipersanjatai delapan pucuk senjata api yakni tiga pucuk
SKS, satu M-16, satu MK-3 dan tiga jungle. Dari kedelapan pelaku penyerangan, baru
Asep Djaja dan Abdullah Ummamity yang ditangkap, selain Iklas yang tewas dalam
baku tembak dengan brimob.
Selain melakukan penyerangan hingga jatuh korban jiwa, Asep juga disebutkan
terbukti membawa, menyimpan, dan menguasai senjata api serta amunisi secara
melanggar hukum. Menurut Kharlison, Asep saat melakukan aksinya bersama
rekan-rekannya dalam kondisi sadar. Juga terbukti secara sah dan meyakinkan
merencanakan serta menggerakan orang lain.
"Perbuatan terdakwa menimbulkan suasana terror sehingga mengakibatkan rasa
takut secara meluas terhadap masyarakat di Wamkana dan Lokki, maupun Maluku
secara umum," tandas Kharlison.
Kepada wartawan usai persidangan, Asep mengaku tidak puas dengan putusan
hakim dan akan mengajukan banding. Menurutnya, putusan hakim sangat berbau
konspirasi. "Ada konspirasi idiologi dalam putusan hakim, dan saya merasa menjadi
korban dari hukum," katanya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang ganjal dalam putusan tersebut yakni penggunaan
Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme terhadap dirinya. "Saya heran, kenapa saya
dikenai Pasal 14 junto Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2005, tentang kepemilikan
senjata api, padahal saya ini tidak punya senjata. Dalam setiap aksi, saya juga tidak
pernah menembak orang. Bukan seperti yang dikatakan hakim," tandasnya.
Selain itu, dirinya mengaku kecewa dengan amar putusan hakim yang menyebutkan
dia membuka rapat untuk merencanakan penyerangan ke Wamkana. "Saksi
Nazarudin Mochtar tidak pernah mengatakan itu dipersidangan, begitupun saksi-saksi
yang lain. Ada banyak fakta yang tidak sesuai dengan perkataan hakim," ujarnya.
Lebih lanjut Asep mengatakan, dia bersama kelompoknya bukanlah teroris. "Kami
bukan teroris, tapi kami mujahidin. Teroris dan mujahidin itu beda, kami punya norma
dan aturan-aturan. Apa yang kami lakukan ini semata-mata dampak dari kerusuhan
yang terjadi di Maluku," tandasnya.
Selain Asep, pada hari yang sama Nazarudin Mochtar alias Harun alias Syaiful alias
Fathurrobi alias Abu Gar, divonis sembilan tahun penjara oleh hakim. Putusan
hukuman ini setahun lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta agar dirinya
dihukum 10 tahun penjara.
Nazarudin didakwa dengan pasal 13 huruf c junto pasal 6 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003 karena, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap
pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan informasi tentang tindak
pidana terorisme.
Keterlibatan Nazaruddin terkait kasus penyerangan bersenjata ke pos brimob Loki.
Meski tidak terlibat langsung sebegai eksekutor lapangan, namun dirinya mengetahui
rencana dan siapa saja yang terlibat dalam penyerangan tersebut, namun tidak
melaporkannya ke polisi.
Dia bahkan bersama salah seorang pelaku penyerangan pos brimob Lokki yakni
Abdullah Ummamity sempat melarikan diri ke Desa Wamsisi Pulau Buru, dengan
maksud bersembunyi dari kejaran pihak kepolisian. Keduanya ditangkap di tempat
pelariannya oleh Detasemen 88 Anti Teror Polda Maluku dan kedua kaki mereka di
tembak.
"Terdakwa tidak terlibat langsung dalam penembakan di pos brimob Loki, akan tetapi
mengetahui rencana dan para pelakunya," kata Jhon Teleuw, ketua Majelis Hakim
yang menyidangkan Nazarudin. Arsyad Marssy saat membaca tuntutan di depan
majelis hakim yang diketuai Jhon Teleuw. (VP)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|