The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Vox Populi


Radio Vox Populi [Ambon], 23-Mar-2006

Akhir Bulan Maret Ruko di Kawasan A.Y. Patty Bebas Pengungsi

Azis Tunny - Ambon

Lebih dari 250 warga yang selama ini tidak memiliki ijin menetap maupun pengungsi yang telah mendapatkan hak-haknya berupa bahan bangun rumah (BBR), dan selama ini menetap pada ruko-ruko di kawasan jalan AY Patty Ambon, diberikan waktu meninggalkan lokasi tersebut paling lambat 30 Maret 2006 mendatang.

Pengosongan ruko-ruko di salah satu kawasan perbatasan dua komunitas yang pernah bertikai di Ambon itu, menyusul akan ditempati lagi oleh para pemilik ruko yang sebagian besar adalah warga keturunan Tionghoa. Bukan saja di kawasan AY Patty, sejumlah ruko lainnya seperti di jalan AM Sangadji, Sam Ratulangi, dan pertokoan Mardika akan dilakukan penertiban warga yang menempatinya.

Anggota Tim Hukum Penanganan Pengungsi serta Tim Mediasi L. Soplanit kepada wartawan di Ambon, mengaku batas waktu 30 Maret ditetapkan karena para pemilik ruko akan segera menempati bangunan mereka setelah sekitar 5 tahun mengungsi akibat kerusuhan di Ambon.

Saat pendataan sekaligus sosialisasi dilakukan, beberapa ruko sudah difungsikan kembali oleh pemiliknya. Sebagian lagi dikontrakan kepada pihak lain. Sementara 11 bangunan ruko dihuni oleh warga pengungsi maupun non pengungsi, tanpa ijin dari pemiliknya.

"Bagi warga yang memiliki ijin menetap oleh pemilik ruko harus dibuktikan dengan surat kuasa maupun bukti ikatan kontrak. Namun bagi mereka yang tidak memilikinya harus mengosongkan ruko sebelum 30 Maret 2006," katanya.

Tim Hukum Penanganan Pengungsi serta Tim Mediasi ini terdiri dari personil TNI, Polri, Satuang Pamong Praja, Dinas Sosial, serta Koalisi Pengungsi Maluku. Saat turun lapangan itu, mereka melakukan sweeping mendadak di sejumlah ruko di kawasan ruko di Jalan AY Patty dan ternyata hampir seluruh penghuni ruko-ruko tersebut bukanlah pengungsi korban konflik.

Warga non pengungsi yang menempati bangunan ruko kebanyakan adalah kaum urbanisasi maupun mereka yanag datang dari luar Maluku yakni Sulawesi Tenggara ke Ambon untuk mencari nafkah, namun tidak memiliki tempat tinggal.

Dari 11 unit ruko yang di sweping dihuni oleh sekitar 127 kepala keluarga itu mayoritas tidak memiliki surat ijin menetap dari pemilik ruko. Meskipun begitu, beberapa warga yang berstatus pengungsi mengaku tidak bisa meninggalkan ruko karena belum memperoleh hak-haknya dari pemerintah.

"Kalau kami keluar dari sini (ruko, red), kami mau tinggal dimana. Nama saya sebagai pengungsi sudah terdaftar di dinas sosial namun hingga kini belum memperoleh bantuan pemerintah seperti pengungsi lainnya," kata Ani Sulistiwaty kepada Radio Vox Populi.

Ani adalah pengungsi asal OSM RT.01/06, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, mengungsi sejak tahun 1999. Dia mengaku bingung dengan batas waktu yang diberikan pemerintah untuk segera mengosongkan bangunan ruko. "Menurut petugas dinas sosial, katanya saya akan diberikan bantuan pengungsi pada tahap kedua nanti. Tapi itupun saya belum tahu pastinya kapan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Koalisi Pengungsi Maluku (KPM) Pieter Patiwaelapia yang juga bergabung dari Tim Mediasi Penanganan Pengungsi, kepada Radio Vox Populi menyatakan, upaya penyelesaian pengungsi Maluku sekaligus mengaktifkan kembali basis-basis pekonomian Ambon dengan mengembalikan para pengusaha asal Tionghoa sangat didukung pihaknya. Hanya saja, menurut dia, pelaksaan di lapangan harus pula didukung dengan kebijakan yang tepat untuk memproses warga pengungsi khususnya mereka yang belum memperoleh hak-haknya.

"Kami temukan di lapangan sebagian pengungsi sudah memperoleh BBR, namun belum mendapat uang pemulangan yang mana untuk satu jiwa diberikan Rp.500 ribu. Padahal, kalau mau diselesaikan secara cepat, tepat, dan benar, saat pendataan itu petugas dinas sosial bisa langsung memberikan biaya pemulangan kepada pengungsi sehingga proses ini bisa secepatnya selesai. Dengan mengulur-ulur waktu seperti ini maka jangan heran penyelesaian pengungsi di Maluku hingga sekarang belum selesai," tandasnya.

Sebelumnya, Asisten II Setda Maluku Rahman Soumena menyatakan, pihaknya tidak akan segan-segan mengeluarkan secara paksa warga maupun pengungsi yang masih tinggal di fasilitas umum termasuk ruko-ruko.

Khusus untuk pengungsi, bagi yang sudah menerima BBR diberikan waktu satu minggu untuk segera keluar dan depan pintu rumahnya di beri cat silang berwarna biru. Sedangkan bagi yang belum menerima BBR diberikan waktu enam minggu untuk tetap tinggal sambil menyelesaikan pembangunan rumahnya. Pada kelompok pengungsi ini, rumahnya dicat silang merah.

"Setelah itu kami ada surat pernyataan, yang jika pada waktunya belum juga mengosongkan bangunan milik orang lain, akan dikeluarkan secara paksa," tandasnya Rahman yang juga Ketua Posko Penanganan Pengungsi Maluku. (VP)

Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044