SINAR HARAPAN, Kamis, 06 April 2006
Bintang Kejora Berkibar di Kampus Uncen
Jayapura – Bendera bintang kejora dikibarkan di tiang bendera Gedung Rektorat
Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen), Waena, Papua, Kamis (6/4) sekitar pukul
08.00 WIT.
Di pintu samping gedung rektorat, tampak asap mengepul dan ditemukan abu bekas
pembakaran.
Polisi telah mengamankan dua anggota satpam bernama Abdullah dan Surono, serta
seorang petugas cleaning service bernama Amos.
Menurut beberapa sumber SH yang ditemui di Gedung Uncen, Kamis, pengibaran
bendera dan percobaan pembakaran gedung rektorat itu sebenarnya terjadi pukul
04.00 WIT.
Pada saat itu Amos berteriak minta tolong kepada satpam karena melihat kobaran
api di pintu samping gedung rektorat, sehingga mereka sibuk memadamkan api.
Namun sekitar pukul 06.00 WIT satpam melihat di tiang bendera gedung rektorat
sudah berkibar bendera bintang kejora.
Kemudian satpam melaporkan kejadian itu ke Polsekta Abepura, dan pukul 07.30
WIT bendera bintang kejora diturunkan oleh aparat, diganti dengan bendera Merah
Putih.
Selain itu, di setiap tembok gedung rektorat dan sebuah bus milik Uncen yang
biasanya digunakan untuk antarjemput mahasiswa, dipilox dengan tulisan
"TPN/OPM", sedangkan di gudang bawah rektorat yang dipakai untuk menyimpan
ATK tertulis "TPN /OPM Pasukan Kilat".
Pembantu Dekan III FKM, A. Watofa mengatakan, akibat aksi ini semua pegawai
langsung pulang karena masih trauma dengan kasus 16 Maret lalu.
Sementara itu khusus untuk fakultas FKM, baru 35 persen mahasiswa yang masuk
kuliah sejak satu minggu terakhir ini.
Salah seorang staf Uncen, F. Matdoan, menjelaskan sampai saat ini belum banyak
mahasiswa yang mengurus KRS. Kampus Uncen Waena sendiri ada lima fakultas
yakni Fakultas Teknik, FISIP, FKM, MIPA, Ekonomi, dan Hukum. Namun hari ini
hanya Fakultas MIPA yang melakukan perkuliahan sedangkan mahasiswa di empat
fakultas lainnya pulang.
Sampai berita ini diturunkan, berbagai rumor berkembang. Di antaranya Rektor Uncen
dan dosen FISIP bernama Kapisa tertembak. Namun setelah dicek, informasi itu tidak
benar. Sebelumnya, juga beredar kabar ditemukan 16 mayat di belakang kampus
Uncen terkait peristiwa 16 Maret.
Kapolresta Jayapura, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Taufik Pribadi,
mengatakan saat ini tempat kejadian perkara (TKP) sudah diamankan, berikut barang
bukti seperti bensin 10 liter dalam jerigen, penutup pilox, satu helai bendera bintang
kejora, dan kaus kaki yang habis terbakar. Menurutnya, kasus ini ada kaitan dengan
kasus 16 Maret yang disusupi Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebuah sumber menyebutkan, aksi pengibaran bendera itu bermula dari pengibaran
bendera bintang kejora ukuran kecil pada pukul 04.00 WIT, dan pada pukul 06.10 WIT
diganti dengan yang lebih besar ukuran 40x60 cm2. Pada aksi kedua ini disertai
pembakaran pintu masuk gedung Rektorat Uncen.
Pengibaran bendera itu baru diketahui tiga orang saksi yakni Surono (petugas
keamanan), Abdullah dan Amos Matdoan (petugas kebersihan) sekitar pukul 06.30
WIT.
Menurut Surono, usai salat subuh dia mendapati keset di pintu masuk rektorat
terbakar dan ketika dia memadamkannya, ia melihat keluar bendera bintang kejora
sudah berkibar. Kemudian terdapat tulisan dengan cat semprot OPM. Dia langsung
melaporkan kejadian ini kepada rektor, yang kemudian mengontak ke Polsek
Abepura. Bendera itu kemudian diturunkan oleh Ajun Komisaris Polisi (AKP) Basman
pada pukul 07.00 WIT. Tim Reserse Kriminal Polda Papua mendatangi lokasi pada
pukul 08.20 WIT dan lalu menyita bendera tersebut.
Howard Lega
Sementara itu, PM Australia John Howard lega ketika mengetahui satu keluarga
terdiri enam orang pencari suaka asal Papua gagal berlayar mencapai Australia
akibat kehabisan bahan bakar. Bila berhasil, keenam orang itu akan menjadi
rombongan kedua menyusul kelompok 42 orang yang sudah mendapat visa menetap
sementara.
John Howard membenarkan berbagai laporan media bahwa perahu motor yang
ditumpangi keluarga ini kehabisan bahan bakar sehingga mereka mengalihkan
pelayaran ke Papua Niugini (PNG).
"Berbagai laporan mengindikasikan bahwa mereka menuju ke Papua Niugini," kata
Howard kepada radio Australian Broadcasting Corp., Kamis (6/4), seperti dilaporkan
Associated Press (AP).
"Laporan awal menyebutkan mereka telah mendarat di sebuah pulau di lepas pantai
Australia ternyata salah. Ini hal yang baik dalam konteks hubungan Australia dan
Indonesia," tambahnya.
Guna mengecek informasi yang beredar itu, Australia sempat melancarkan pencarian
lewat udara, karena dikabarkan keluarga ini mendarat di sebuah pulau tak
berpenghuni di lepas pantai Australia pada hari Minggu (2/4). Juru bicara Dinas Bea
Cukai Australia, Amanda Palmer, mengatakan pencarian dihentikan hari Rabu setelah
terbukti laporan itu tidak akurat.
Howard menggunakan kesempatan wawancara di radio itu untuk memberitahukan
kepada masyarakat di Papua bahwa sebagian besar rakyat Australia tidak
menghendaki kedatangan mereka. "Hubungan menjadi tegang gara-gara masalah ini,"
kata Howard, mengacu ke Jakarta.
"Saya ingin katakan kepada masyarakat di Papua Barat dan saya katakan kepada
siapapun orang Australia… yang mungkin mendorong mereka untuk datang ke
Australia bahwa ini bukanlah sesuatu yang dikehendaki oleh pemerintah Australia
atau mayoritas publik Australia," tambahnya.
Menteri Imigrasi dan Naturalisasi Amanda Vanstone memperingatkan meski terhadap
42 pencari suaka yang dengan kapal dayung berhasil mencapai Australia, bukan
berarti orang-orang Papua yang lainnya akan diberi visa sementara seperti mereka.
Vanstone mengatakan permohonan pengungsi diputuskan oleh departemennya atas
dasar kasus per kasus dan bukan karena penilaian terhadap pemerintah Indonesia.
"Ini bukan keputusan yang berdasarkan ukuran wilayah, kawasan atau negara, dan
bukan keputusan yang terkait dengan pemerintah Indonesia atau siapa pun,"
tambahnya. (odeodata h julia/ soehendarto)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|