SUARA PEMBARUAN DAILY, 9 Februari 2006
Soetardjo: Jangan Tergesa-gesa Eksekusi Tibo dan
Kawan-kawan
[PHOTO: Pembaruan/Charles Ulag - KEJANGGALAN HUKUM - Wakil Ketua DPR
dari Fraksi PDI-P Soetardjo Soerjogoeritno (kanan) menyalami Robert Tibo, salah
satu keluarga terpidana mati pelaku kerusuhan Poso, dalam pertemuan di Gedung
MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu (8/2). Kedatangan mereka bersama kuasa
hukumnya menyampaikan kejanggalan dalam proses hukum terhadap para pelaku
kerusuhan Poso.]
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjoguritno meminta Kejaksaan Agung
menunda eksekusi mati terhadap Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da
Silva yang disebut sebagai pelaku kerusuhan Poso. Kalau tergesa-gesa, eksekusi
mati itu bisa dianggap sebagai penghilangan jejak pihak lain.
"Aparat penegak hukum harus melakukan penyidikan lagi agar jangan terjadi salah
eksekusi, apalagi kalau ada bukti baru terhadap kasus ini," ujar Soetardjo yang juga
Ketua Tim Pencari Fakta Kerusuhan Poso DPR, ketika menerima keluarga terpidana
mati kasus Poso, Tibo dan kawan-kawan didampingi Tim Pelayanan Advokasi untuk
Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia di Gedung DPR/MPR Senayan,
Jakarta, Rabu (8/2.
Dia mengajak semua pihak termasuk PADMA bekerja keras demi kemanusiaan.
"Kita jangan berpikir lain-lain, cukup dengan kemanusiaan," ujarnya.
Roy Rening, Koordinator Tim penasehat hukum dari PADMA bersama keluarga Tibo,
Marinus dan Dominggus dalam kesempatan tersebut mengatakan, ketiga orang yang
divonis mati sebagai otak kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) yakni
Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva, hanyalah korban konspirasi
politik dari oknum tertentu yang ingin menghilangkan jejak kasusnya. Bukti baru
menunjukkan, ketiga orang terpidana mati itu bukanlah otak kerusuhan seperti
didakwakan, telah ditemukan.
Berkaitan dengan itu, Mahkamah Agung (MA) seharusnya segera meninjau kembali
vonis mati tersebut dan membebaskan Tibo dan kawan-kawan.
Setelah beberapa elemen masyarakat Sulteng meminta agar vonis mati Tibo dan
kawan-kawan itu dibatalkan, DPR harus memberikan dukungan politik agar MA
segera melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasus Poso 2000.
Mereka melaporkan 16 nama baru yang diduga kuat menjadi otak kerusuhan Poso
jilid III. Ada sekitar 30 saksi yang akan menjadi bukti baru terhadap 16 nama baru
tersebut, dan juga kesaksian yang mengatakan ketiga tersangka tidak berada di
tempat saat kejadian.
"Novum itu sangat penting dan akan kita bagi dalam upaya hukum lain agar eksekusi
mati tidak dilakukan secepatnya," ungkapnya.
Ayah angkat Dominggus, Adam Ata mengatakan, pada saat kejadian, ketiga
terpidana mati Poso tidak berada di tempat kejadian. "Kejadian di Poso jauh dari
rumah kami. Itu sekitar 250 kilometer dari rumah kami," jelasnya.
Keluarga dan tim pembela Tibo meminta agar eksekusi mati terhadap tiga terpidana
tersebut dapat ditunda.
Mereka berharap polisi atau kejaksaan segera menindaklanjuti bukti baru dengan
memeriksa 16 orang yang diduga sebagai dalang sebenarnya kasus kerusuhan Poso
tahun 2000.
Menurut Nobert, dari Tim PADMA, upaya hukum yang ditempuh ini bukan semata
ingin menyelamatkan jiwa ketiga terpidana mati dari jeritan hukum yang penuh mafia
atau mengalihkan hukuman mati ke pihak lain, tetapi terutama untuk mendorong
pengungkapan fakta dan kebenaran sejati sebagai dasar dari penyelesaian masalah
Poso. (M-15)
Last modified: 9/2/06
|