SUARA PEMBARUAN DAILY, 11 Januari 2006
Ledakan Kembali Ganggu Poso
PALU - Penyebab kebakaran di lima kantor pemerintah serta dua kasus ledakan di
depan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Sion dan kantor Satgas Poso
sampai Rabu (11/1) siang masih diselidiki polisi.
Begitu pula aksi baku tembak antara anggota TNI dan Polri di Poso, Sulawesi
Tengah, masih diselidiki dan belum seorang pun yang ditahan dalam peristiwa itu.
Kapolda Sulteng melalui Kepala Bidang Humas AKBP Rais Adam yang dikonfirmasi
Rabu pagi mengatakan, penyelidikan keempat kasus ini masih berlangsung.
''Tim gegana masih memeriksa apakah yang meledak itu bom atau hanya petasan.
Begitu juga penyebab kebakaran lima kantor pemerintah belum diketahui serta oknum
TNI dan Polri yang terlibat aksi baku tembak masih diselidiki," tandasnya.
Pada Selasa (10/1) malam sekitar pukul 23.39 Wita satu ledakan keras yang diduga
bom kembali terjadi di Kota Poso, tepatnya di depan kantor Satgas Poso, Jalan
Pulau Timor bersebelahan dengan kantor Bupati Poso. Tidak ada korban jiwa dalam
peristiwa ini, namun ledakan membuat warga panik dan takut.
Abang Samsuri (39), saksi mata di lokasi kejadian menuturkan, ledakan terdengar
hingga radius sekitar 5 km. "Warga yang rumahnya sekitar lima kilometer yang
datang ke lokasi kejadian untuk menyaksikan apa sesungguhnya terjadi mengaku
mendengar bunyi ledakan itu," ujar Abang, yang saat terjadi ledakan tengah berada di
Markas Brimob di Hotel Alamanda Poso, sekitar 1 km dari lokasi kejadian.
Di lokasi ledakan, ditemukan tanah terbongkar dengan kedalaman sekitar 30 cm.
Warga sempat panik, namun tetap menahan diri dan tidak mau terpancing peris- tiwa
itu.
Sebelumnya, ledakan terjadi Senin malam sekitar pukul 23.00 Wita di Jalan Jenderal
Sudirman, depan GKST Jemaat Sion Poso.
Tidak ada kerusakan berarti dalam kejadian itu. Menurut Kapolda Sulteng Brigjen Pol
Oegroseno kepada Pembaruan, Selasa petang, ledakan itu bersumber dari detonator
yang meledak di depan gereja tersebut.
"Kekuatan ledakannya standar dan detonator itu merupakan buatan pabrik. Tidak ada
kerusakan berarti dan kita masih mengusut kasus ini," ujarnya.
Selanjutnya sekitar pukul 01.00 Wita Selasa kebakaran terjadi di Kota Poso. Api
yang diduga bersumber dari kantor Dinas Kesehatan Poso menghanguskan lima
kantor pemerintah setempat, yakni Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan,
Dinas Pertanian, Kantor Koperasi, dan Kearsipan Daerah Poso.
Pangdam VII Wirabuana Mayjen Arief Budi Sampurno menegaskan, pihaknya tidak
akan pernah menarik aparat TNI dari Poso. Sementara Poso Center dalam
pernyataannya di Palu, Selasa, mendesak aparat TNI segera ditarik dari Poso. Kedua
tanggapan itu muncul menyusul aksi baku tembak aparat TNI dan Brimob, Senin (9/1)
sekitar pukul 18.30 Wita di Poso. Dalam kejadian ini tidak ada korban jiwa.
Kapolda Oegroseno mengatakan, aksi baku tembak berihwal dari sweeping yang
dilakukan aparat TNI di Jalan Pulau Kalimantan, Poso. Saat sweeping berlangsung
seseorang berpakaian preman yang diduga anggota Brimob lewat dan dicegat aparat
TNI.
"Mungkin karena pembicaraan antar petugas kasar maka terjadi saling kejar dan
oknum preman itu dikejar aparat TNI sampai ke markas Polres Poso. Sehingga
terjadilah tembak-menembak antarkedua kesatuan," tandasnya.
Menurut Kapolda, masih diselidiki siapa oknum yang diduga anggota Brimob dan TNI
yang terlibat dalam kasus itu. "Penyelidikan kasus ini ditangani langsung Komandan
Satgas Poso Brigjen Pol Bambang Suedi. Jika ada anggota TNI dan Brimob yang
terlibat maka penindakannya akan diserahkan ke kesatuan masing-masing,"
jelasnya.
Semuanya Baik
Secara terpisah, Pangdam Arief Budi Sampurno menegaskan, TNI tidak akan pernah
ditarik ataupun keluar dari Poso karena rumah dan asramanya berada di Poso.
"Poso Center aja yang disuruh keluar. Kalau rumahnya tak ada di Poso, mestinya
Poso Center keluar dari Poso," ujar Arief yang dihubungi melalui telepon genggam
dari Palu, Selasa.
Menurutnya, tidak ada aksi baku tembak antara aparat TNI dan Polri di Poso. "Wong
nggak ada masalah kok. Kalau ada tembak-menembak berarti akan ada korban. Jadi
nggak ada tembak-menembak di Poso. Semuanya baik kok," katanya saat dihubungi
Selasa petang.
Koordinator Poso Center Yusuf Lakaseng menilai pernyataan Pangdam tersebut
sebagai sikap pandang remeh terhadap fakta yang sesungguhnya terjadi di Poso.
"Kita sangat menyesalkan pernyataan Pangdam VII yang mau menyembunyikan
fakta yang sesungguhnya terjadi. Padahal, masyarakat umum menyaksikan dengan
jelas aksi baku tembak antaraparat keamanan itu,'' katanya ketika dihubungi.
Poso Center dalam konperensi pers, Selasa, juga mendesak aparat TNI segera ditarik
dari Poso. Poso Center menilai, keberadaan pasukan TNI di Poso sangat tidak tepat
karena Poso tidak dalam situasi ancaman kerusuhan apalagi terjadi perang.
Bersifat Individu
Aksi baku tembak antara anggota TNI dan Polri di Poso hanya bersifat individu dan
tidak ada sangkut paut dengan intitusi. Persoalan itu sudah diselesaikan oleh
masing-masing komandan satuan.
"Ini hanya masalah individu dan sudah didamaikan oleh masing-masing komandan
satuan," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir
Jenderal Hotmangaradja Pandjaitan ketika dihubungi Pembaruan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kasus itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan belum adanya
undang-undang pelibatan TNI dalam membantu polisi. Persoalan ini hanya masalah
pembina prajurit TNI di lapangan.
Meski sudah didamaikan, menurut Hotma, komandan masing-masing pasukan tetap
harus bertanggung jawab, terutama dalam membina anak buahnya. Ke depan, setiap
komandan pasukan diminta untuk mengantisipasi agar kasus seperti itu tidak
terulang.
"Berbagai upaya sudah dilakukan. Misalnya, dengan melakukan pertemuan antara
anggota TNI dan polisi yang bertugas di daerah konflik. Kejadian seperti ini mungkin
saja terjadi karena kondisi emosional individu prajurit," katanya.
Dikatakan, tugas utama prajurit TNI di daerah konflik seperti di Poso adalah ikut
menjaga keamanan dalam arti luas. TNI membantu Kepolisian karena di Poso ada
orang yang membawa senjata dan mengganggu keamanan masyarakat.
Oleh karena itu, prajurit TNI bisa saja melakukan sweeping untuk mengantisipasi
gangguan keamanan terhadap masyarakat di sana. Tindakan seperti itu tetap dalam
koridor membantu tugas Kepolisian.
"TNI juga bisa menjaga keamanan dalam arti luas. Kalau hanya kasus kriminal biasa,
bukan tugas TNI. Kami tetap membantu polisi. Tapi, bergantung pada masyarakat,
kalau tidak mau melibatkan TNI, ya tidak apa-apa," katanya. (O-1/128)
Last modified: 11/1/06
|