SUARA PEMBARUAN DAILY, 11 Januari 2006
Biladama, Korban Bom Palu Meninggal
MAKASSAR - Biladama (60), korban bom Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), yang
dirawat di Rumah Sakit (RS) Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan
(Sulsel), Senin (9/1) malam, meninggal dunia.
Korban dirawat di RS Wahidin setelah dirujuk dari RS Undata, Palu, Sulawesi Tengah
(Sulteng), Selasa (3/1), dan hanya didampingi Jalia, putri keempatnya.
Bapak yang suka humor itu selain menjalani operasiuntuk membersihkan serpihan
bom pada tubuhnya, juga menjalani perawatan penyakit komplikasi yang selama ini
dideritanya, yaitu sesak napas dan kegagalan fungsi ginjal.
Setibanya di RS Wahidin, Biladama dioperasi, dan menurut Kepala Unit Instalasi
Gawat Darurat RS Wahidin, Khalid Saleh, luka di bagian kaki kanan dan tubuhnya
dibersihkan dari serpihan benda. "Dia juga ternyata mengidap penyakit sesak napas
dan gagal ginjal," kata Khalid.
Senin sore hingga malam, Biladama menjalani cuci darah untuk kedua kalinya. Akan
tetapi, saat proses cuci darah berlangsung, tensi darahnya drop dan proses
pencucian dihentikan, lalu dialihkan ke instalasi tindak UGD. Tak lama kemudian
meninggal.
Biladama, warga Desa Pobolobia, Kecamatan Maroawala, Kabupaten Donggala, saat
ledakan bom terjadi, Sabtu (31/12), berada di pasar daging babi di Jl Pulau Sulawesi,
Kelurahan Lolu, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu untuk membeli kebutuhan
persiapan Tahun Baru.
Ledakan bom di pasar itu melumpuhkan kaki kanannya dan bagian tubuhnya terdapat
luka-luka akibat terkena serpihan benda. Ia sempat dirawat di RS Undata, kemudian
dirujuk ke Makassar.
Dengan meninggalnya Biladama, korban bom Palu yang tewas menjadi delapan orang
dan puluhan lainnya luka-luka.
Surat Cinta
Sebelum meninggal, Biladama meminta bantuan anaknya untuk membuatkan surat
cinta kepada Yonefia, istrinya yang ditinggal di Palu.
Karena Jalia kelelahan dan terkantuk, ia hanya menyiapkan sehelai kertas dan pulpen
di sisi ayahnya lalu berbaring.
Biladama, petani yang tak pernah bersekolah itu akhirnya menuangkan sendiri pesan
cintanya dengan goresan tangannya, bak seorang anak yang baru belajar menulis,
namun tulisan itu mudah dibaca. "Yonefia, aku cinta," tulis Biladama.
Dengan deraian air mata, Jalia menunjukkan surat yang dibuat ayahnya ke ibunya di
Palu. "Saya menyesal tidak memenuhi keinginannya, padahal mungkin ayah mau
menitip pesan," ujar Jalia.
Selasa (10/1), jenazah Biladama diterbangkan ke Palu dengan menggunakan
pesawat Merpati. Seluruh biaya evakuasi dan perawatannya ditanggung pemerintah.
(148)
Last modified: 11/1/06
|