SUARA PEMBARUAN DAILY, 11 April 2006
Romo Leo Bersedia Gantikan Tibo
[JAKARTA] Seorang Pastor Katolik asal Keuskupan Agung Kupang Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang sedang belajar Filsafat di Roma, Italia Romo Leo Mali Pr bersedia
menggantikan Tibo dan dua temannya untuk dihukum mati. Alasannya, ketiga orang
itu sama sekali tidak bersalah dan hanya dijadikan tumbal. Sementara para pelaku
sesungguhnya yang memiliki uang, kuasa dan senjata tetap berpesta pora.
"Sebagai seorang anak bangsa, Saya menyerahkan diri dan menyatakan kesediaan
untuk dieksekusi menggantikan para tersangka hukuman mati kasus Poso. Saya
berharap pilihan ini bisa menjadi monumen peringatan di antara orang-orang yang
berkehendak baik di negri tercinta ini untuk menaruh hormat dan membela kehidupan
manusia," tulis Romo Leo Mali dalam suratnya kepada Presiden Republik Indonesia
tertanggal 11 April 2006. Surat tersebut juga diterima Pembaruan melalui e-mail
Selasa (11/4) pagi tadi.
Romo Leo Mali mengaku mengikuti dengan cermat berbagai kasus kekerasan dan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia seperti kasus Tanjung Priok,
Kerusuhan Mei, Trisakti, Kasus Timor Timur, Aceh, Papua, Ambon dan Poso. "Kasus
Poso adalah sebuah konflik sosial dengan eskalasi besar dalam rentang waktu amat
panjang. Konflik ini telah melibatkan banyak pihak dan menelan banyak korban.
(Tentang hal ini Bapak Presiden tentu sangat tahu.) Namun sayangnya penanganan
terhadap kasus ini pada akhirnya hanya bisa menetapkan tiga orang anak bangsa
yang tidak berpendidikan (buta huruf) sebagai tumbal yang malang. Ada pertanyaan
yang mengusik saya: Mengapa Tibo? Mengapa yang kecil selalu dikorbankan ?"
tulisnya lebih lanjut.
Penanganan kasus ini dan juga kasus kekerasan dan pelanggaran HAM dalam
rentang sejarah negeri ini semakin menunjukkan bahwa bangsa ini sedang
menjerumuskan dirinya menjadi bangsa yang haus darah. Karena dalam tiap paruhan
sejarahnya selalu menghisap darah rakyatnya sendiri. Meski demikian dia yakin
masih ada banyak orang yang berkehendak baik di negeri ini untuk menyelesaikan
masalah kekerasan demi kekerasan itu dengan hati nurani yang jernih. [A-21]
Last modified: 11/4/06
|