SUARA PEMBARUAN DAILY, 12 Januari 2006
Pemekaran di Papua Tetap Jadi Persoalan
[PHOTO: Pembaruan/Jurnasyanto Sukarno - Tolak Pemekaran Nabire - Seorang
mahasiswa asal Nabire dengan berpakaian tradisional Papua berunjuk rasa menolak
pemekaran Kabupaten Nabire, Papua, di depan Gedung Depdagri, Jakarta, Rabu
(11/1). Mereka menilai pemekaran tersebut hanya akan menjadi lahan perebutan
kekuasaan para elite daerah Nabire.]
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam beberapa terakhir ini memprioritaskan
pertemuan dengan para elite politik di Papua. Dia memberikan waktu seluas-luasnya
untuk menerima pejabat Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat
(Irjabar), karena keberadaan Irjabar, sebagai provinsi, kembali dipersoalkan
keberadaannya.
Setelah Pemerintah Provinsi Papua bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) diterima
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, Senin (9/1) lalu, giliran Pemerintah Provinsi
Irjabar dijadwalkan diterima Wapres Jusuf Kalla, Kamis (12/1) siang ini. Sementara
Ketua DPRD Irjabar Jimmy Demianus Ijie sangat menyayangkan kebijakan Majelis
Rakyat Papua (MRP) yang melakukan konsultasi publik berkaitan dengan pemekaran
Papua menjadi beberapa provinsi, termasuk Irjabar.
Keterangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mohammad Ma'ruf di Istana Presiden
usai menghadiri rapat Tim Penilaian Akhir (TPA)., Irjabar sebagai provinsi sudah sah.
Tetapi keberadaannya itu harus dikuatkan berdasarkan Undang-Undang (UU) No
21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus). "Kalau tidak, kasihan Irjabar nanti," kata
Ma'ruf.
Senin (9/1) lalu, Pemerintah Provinsi Papua bersama MRP melakukan pertemuan
tertutup dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di kantor Wapres. Mendagri
Mohammad Ma'ruf juga hadir dalam pertemuan tersebut. Hasil pertemuan tersebut
antara lain adalah penguatan Provinsi Irjabar dijadwal ulang. Sedianya Pemerintah
Provinsi Papua sudah harus mengusulkan penguatan provinsi itu berdasarkan UU No
21/2001 pada akhir Desember 2005 lalu. Tetapi berdasarkan rapat Senin (9/1) lalu itu,
usulan dari Pemerintah Provinsi Papua kepada Pemerintah Pusat baru akan
disampaikan pada Pertengahan Februari 2006.
Payung Hukum
Lebih lanjut Ma'ruf berharap, dengan pembicaraan secara terbuka dengan kedua belah
pihak, tidak terjadi lagi salah komunikasi antara pihak Papua, MRP, dan Irjabar yang
menimbulkan salah paham di antara mereka. "Ini kan konsep untuk mengembangkan
roda pemerintahan yang ada di sana berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 21.
Undang-Undang itu dari segi kewilayahannya kan meliputi eks wilayah Irian Jaya,
termasuk Irjabar. Tetapi Irjabar belum terkait dengan Otsus. Oleh karena itu kita akan
siapkan payung hukumnya," jelas Ma'ruf.
Sementara ketika ditanya tentang rencana MRP melakukan konsultasi publik untuk
bertanya kepada rakyat Papua soal pemekaran Papua sebagai bentuk referendum,
Ma'ruf mengatakan bahwa konsultasi publik itu bukanlah referendum. "Tidak, kita
sudah bicara dengan mereka, yang dia maksud sebenarnya ke depan nanti maunya
apa," tegasnya.
Terkait dengan konsultasi publik dalam rangka pemekaran Papua itu, Jimmy
Demianus Ijie, yang dihubungi secara terpisah di kantor Departemen Dalam Negeri
(Depdagri) usai bertemu dengan Mendagri, menilai, MRP tidak perlu bertanya kembali
kepada masyarakat Irjabar tentang keberadaan Irjabar sebagai sebuah provinsi.
Karena Irjabar sudah sah sebagai provinsi. Yang perlu dilakukan sekarang adalah
penguatannya berdasarkan UU No 21/2001. Kalau MRP melakukan konsultasi publik
lagi, kata dia, hal itu menunjukkan bahwa MRP adalah lembaga yang tidak kredibel
karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Namun dia berharap baik pemerintah pusat
maupun MRP bersikap arif dan bijak dalam menyelesaikan masalah Irjabar ini.
Secara terpisah, sejumlah tokoh Papua antara lain Barnabas Suebu, Phil Karel Erari,
Frans Maniagasi, dan Ketua SNUP, Bonar Tigor Naipospos, kepada wartawan di
Jakarta, Rabu (11/1), meminta pemerintah harus segera memfasilitasi dialog yang
melibatkan seluruh elemen masyarakat Papua, termasuk kelompok yang dianggap
menentang pemerintah, untuk menyelesaikan masalah di sana. Sebab, persoalan di
Papua, termasuk pemekaran wilayah, harus diselesaikan dengan melihat keinginan
rakyat bawah. (A-21/O-1)
Last modified: 12/1/06
|