SUARA PEMBARUAN DAILY, 10 Maret 2006
Logika Bernegara Presiden Yudhoyono Aneh
Rakyat Papua Akan Kembalikan UU Otsus
JAKARTA - Rakyat Papua akan mengembalikan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Otsus). Sebelumnya pemerintah pusat diberi
waktu paling lama dua minggu, untuk mengambil keputusan final apakah terus
melaksanakan Otsus atau mencabutnya.
Demikian dinyatakan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Agus Alue Alua, seusai
bertemu dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Kamis (9/3).
"Kami di Papua khawatir, dengan kepercayaan rakyat terhadap integritas dari negara
kesatuan Republik Indonesia. Khususnya kalau Jakarta tidak konsisten menegakkan
UU 21/2001, berusaha menghindar dengan memekarkan Papua, memaksa kami
dengan UU 32/2004," ucapnya.
Kedatangan MRP ke Jakarta untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain sedang tak berada di Jakarta, Presiden tidak mau bertemu dengan perwakilan
masyarakat Papua. "Kami datang untuk tanya presiden, mau apa dengan Papua.
Mau betul tangani Papua dengan UU 21/2001, atau mau pecah belahkan," katanya.
Wakil Ketua DPD, La Ode Ida menegaskan, Presiden harus menerima MRP untuk
membicarakan masalah yang serius itu.
Selama ini MRP hanya ditemui Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang ternyata bukan
cuma membuat pembicaraan terus menemui jalan buntu, tapi juga malah
menciptakan masalah baru, antara lain dengan terus dipaksakannya pelaksanaan
pemilihan kepala daerah (pilkada) di Provinsi bentukan, yang disebut pemerintah
pusat dengan Irian Jaya Barat (Irjabar).
"Hasil jajak pendapat di arus bawah, menyatakan bahwa mereka belum mau berada
di pemerintah administratif yang definitif, di Provinsi yang disebut pemerintah pusat
Irjabar. Ada empat kabupaten yang masih menolak Pilkada. Hingga dikhawatirkan,
bila terus berlangsung maka akan menimbulkan konflik horizontal, yang juga
bernuansa vertikal di Papua," ucap La Ode.
Ketua Panitia Ad Hoc I DPD Muspani menyatakan, pemerintah telah melakukan
tindakan melawan hukum negara, dengan memaksakan penerapan UU 32/2004 pada
Papua. "Tumpang tindihnya penerapan hukum di Papua harus segera dihentikan.
Kalau otsus tidak dilaksanakan, cabut saja supaya jelas permasalahannya," katanya.
"Pelaksanaan pilkada di Papua telah melanggar otsus, jadi sekarang ini mau
pegangan yang mana, karena otsus yang seharusnya jadi pegangan sudah dilanggar.
Kalau UU 32/2004 yang mau diterapkan di Papua, nyatakan secara hukum, lakukan
sesuai prosedur hukum sesuai ketentuan tata negara," ujarnya.
Militer
Muspani menyayangkan tindakan pemerintah menempatkan militer di Papua, untuk
mengambil alih kewenangan pengamanan pilkada. Tidak ada argumentasi yang bisa
menjelaskan, bagaimana TNI AL bisa ambil alih kewenangan pengamanan dari
kepolisian. Kenapa untuk Papua selalu saja ada upaya pemerintah untuk melakukan
pelanggaran hukum.
Penempatan militer itu disebut Agus bakal menghadirkan masalah serius di Papua.
Saat ini, mahasiswa dan masyarakat sedang melakukan koordinasi, sebagai tindak
lanjut dari pemaksaan kehendak pemerintah, untuk tetap melaksanakan pilkada di
Irjabar. Dikhawatirkan bakal terjadi lagi pembunuhan terhadap orang Papua oleh
pemerintah pusat.
"Kalau betul mau membangun kepercayaan rakyat Papua, tangani ini baik-baik. Tapi
kalau tetap mau paksakan Irjabar, siapa yang jamin besok rakyat tidak angkat
bendera. Pemerintah pusat yang suruh rakyat Papua angkat bendera, dengan tidak
konsisten. Kami mempertahankan UU 21/2001 supaya kesatuan negara tetap terjaga,
tapi pusat paksa terus kita harus pemekaran. Pengandaian pemerintah terbalik," kata
Agus.
Dikatakan, MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRD) telah membuat
keputusan mengembalikan UU 21/2001 jika Jakarta tetap tidak konsisten. "MRP akan
mengembalikan SK pelantikan, dan DPRD juga mengembalikan UU 21/2001. Lebih
baik cabut saja, daripada kita berkelahi terus," katanya.
"Risiko hukum dan politiknya besar, karena kami sudah tidak percaya lagi negara ini.
Kalau rakyat sudah tidak percaya, ini susah sekali. Makanya MRP coba tanya dulu
pada pemerintah, apa betul mau konsisten laksanakan UU 21/2001 atau tidak. Otsus
lahir bukan karena kemauan politik pemerintah pusat, tapi lahir karena ada masalah
politik di Papua," ujarnya.
Agus mengingatkan, otsus Papua merupakan jalan tengah yang ditawarkan
pemerintah pusat sendiri, demi meredam aspirasi rakyat Papua yang menginginkan
untuk merdeka dari Republik Indonesia. "Aneh, orang Papua yang ngotot tegakkan
UU 21/2001, sementara yang membuat UU malah tidak bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengawasi, tapi justru menabrak-nabrak dengan memaksakan
pemekaran. Logika bernegara Presiden Yudhoyono aneh, harus dipertanyakan," ujar
Muspani.
Saat ini persoalan Papua tengah mencapai titik puncaknya. Bila pemerintah terus
mengangkangi otsus, akan terjadi masalah yang terus berkepanjangan. Implikasinya,
orang Papua akan menjerit, dan dipastikan bakal terus melakukan perlawanan. (B-14)
Last modified: 10/3/06
|